Kamis, 14 Agustus 2025

Virus Corona

Firli Bahuri: KPK Tidak Mendukung Pola Vaksin Gotong Royong Individu Melalui Kimia Farma

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mendukung program vaksin berbayar individu melalui PT Kimia Farma Tbk.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews/Irwan Rismawan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mendukung program vaksin berbayar individu melalui PT Kimia Farma Tbk.

Ketua KPK Firli Bahuri menilai penjualan vaksin melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki risiko tinggi meski sudah dilengkapi dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19 Tahun 2021.

"KPK tidak mendukung pola vaksin GR (Gotong Royong) melalui Kimia Farma karena efektifitasnya rendah sementara tata kelolanya berisiko," kata Firli dalam keterangannya, Rabu (14/7/2021).

KPK, dikatakannya, mendorong transparansi logistik dan distribusi vaksin yang lebih besar.

"Sebelum pelaksanaan vaksin mandiri, Kemenkes harus memiliki data peserta vaksin dengan berbasis data karyawan yang akuntabel dari badan usaha, swasta, instansi, lembaga organisasi pengusaha atau asosiasi," kata Firli.

Kimia Farma dan Masalahnya

Dihubungi terpisah, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha mengingatkan bahwa pada April 2021 lalu, PT Kimia Farma Diagnostika, cucu usaha PT Kimia Farma Tbk, terlibat dalam kasus mengedarkan antigen palsu di lingkungan Bandara Kualanamu, Medan.

Polres Medan menetapkan lima pegawai perusahaan tersebut sebagai tersangka, termasuk di antaranya Branch Manager Picandi Mascojaya.

Menteri BUMN Erick Thohir juga memecat seluruh direksi Kimia Farma menyusul kejadian tersebut.

"Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, belum ada investigasi menyeluruh atas tindakan daur ulang antigen bekas," kata Egi lewat keterangan tertulis, Rabu (14/7/2021).

Baca juga: Kemenkes: Pelaksanaan Vaksinasi Berbayar untuk Individu Menunggu Petunjuk Teknis

Egi memaparkan, pada tahun 2020, investigasi yang dilakukan Majalah Tempo menemukan produk alat tes cepat Covid-19 yang diimpor Kimia Farma dari perusahaan Belanda, Inzek Internasional, tidak memiliki akurasi yang mencukupi.

Investigasi Tempo juga menemukan produksi tidak dilakukan di Belanda, melainkan di Cina.

"Akibatnya, Kimia Farma terpaksa menghentikan proses distribusi dan ribuan alat tes cepat terbengkalai di gudang Kimia Farma," kata Egi.

Ia mengatakan, sepanjang pandemi Covid-19, Kimia Farma juga kerap mengedarkan obat-obat yang diklaim dapat menyembuhkan Covid-19, tetapi belum terbuktikan secara klinis efektifitasnya.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan