Virus Corona
Dilema Kepemimpinan Inggris, PM Boris Johnson Masih Terbaring di ICU karena Covid-19
Sejak Selasa (7/4/2020) Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab mengambil alih tugas harian Perdana Menteri Boris Johnson.
TRIBUNNEWS.COM - Sejak Selasa (7/4/2020) Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab mengambil alih tugas harian Perdana Menteri Boris Johnson.
Diketahui sebelumnya, Johnson dilarikan ke rumah sakit dan kini sudah hari kedua menginap di ruang perawatan intensif atau ICU.
Mengutip New York Times, Inggris tidak memiliki urutan suksesi yang dikodifikasikan sebab tidak memiliki konstitusi tertulis.
Baca: Wali Kota di Inggris Dipecat dari Partai karena Sebut PM Boris Johnson Layak Terkena Corona
Baca: PM Inggris Boris Johnson Habiskan Malam ke-2 di Ruang Perawatan Intensif
Sehingga kekosongan hukum itu menimbulkan pertanyaan jauh sebelum perdana menteri jatuh sakit.
Dan kini kekhawatiran itu berubah menjadi kenyataan, karena Johnson sedang tidak bisa memimpin di tengah kondisinya ini.
Raab (46) menjadi menteri luar negeri pertama yang akan menjadi pemimpin pemerintahan de facto saat perdana menteri tidak bisa melaksanakan tugas.
Dia sudah melewati satu tugas, yakni mewakili PM Johnson pada Senin lalu untuk memimpin rapat harian terkait penanganan Covid-19.
Sejak Senin lalu, ada kemungkinan besar Raab akan berwenang atas tugas yang lebih besar bila kondisi Johnson tidak segera membaik.
Pemerintah Inggris mengatakan, Johnson dipindahkan ke ICU karena kondisinya memburuk secara signifikan.
Dia menerima bantuan oksigen standar, tidak menggunakan ventilator, dan masih dalam keadaan sadar.
Diagnosis terkait dugaan pneumonia juga belum ada.
"Saya yakin dia (Johnson) akan sembuh karena satu yang saya tahu tentang perdana menteri, dia adalah petarung sejati," kata Raab di depan awak media.
Kendati demikian, belum jelas bagaimana fungsi pemerintahan bila perdana menteri menjalani perawatan dalam waktu lama atau bahkan meninggal.
"Jika dia tidak mampu bekerja dalam waktu yang lama, maka kalian akan berada di situasi yang sangat berbeda," kata Jonathan Powell, kepala staf mantan PM Tony Blair.
"Di tengah krisis seperti ini, di dunia modern, sangat mustahil untuk berfungsi tanpa seorang perdana menteri."

Pemerintah Inggris kini menghadapi keputusan yang amat penting, salah satunya adalah kapan mencabut lockdown di Inggris.
Johnson (55) sebelumnya memimpin keputusan itu dan mengomunikasikan langkah-langkah pemerintah kepada publik Inggris pada briefing harian.
Selama sehat, dia selalu mengatakan semua rencananya dengan gaya yang khas.
Sedangkan Raab adalah figur yang tidak terlalu banyak terlihat dalam pemerintahan.
Dia lebih banyak fokus pada cara mengevakuasi warga Inggris di luar negeri dan lainnya.
Raab terkenal karena pandangan garis keras pada Brexit, dan inilah yang membantunya meraih jabatan di kabinet pro-Brexit PM Johnson.
Para pejabat pemerintahan Inggris mengatakan saat ini Raab akan bekerja dari Kantor Luar Negeri.
Dia akan memimpin pertemuan tentang keamanan nasional.
Meskipun dalam keadaan darurat, kabinet akan tetap membuat keputusan secara kolektif.
Masih melansir dari New York Times, meski Raab ditunjuk langsung oleh Johnson untuk menggantikannya, tapi Menlu ini dinilai sebagai menteri yang ambisius.
Sementara itu mantan saingan Johnson dan menteri kabinet senior, Michael Gove menjadi wajah baru pemerintahan Inggris pada Selasa lalu.
Sedangkan menteri lainnya, seperti halnya kanselir Menteri Keuangan, Rishi Sunak dan sekretaris kesehatan Matt Hancock sedang memimpin bagian terpenting penanganan virus corona.
Jika Raab dirasa tidak mampu, maka pejabat lainnya menilai Sunak akan maju menjadi pemimpin de facto.
Sebagai kanselir dan Menkeu, dia mendapat respon bagus untuk meluncurkan paket stimulus untuk menyelamatkan ekonomi di bawah lockdown.
"Kabinet harus menunjukkan kesatuan tujuan, tanpa pertengkaran atau pengarahan terhadap satu sama lain, dan menempatkan kepentingan nasional lebih dahulu," kata David Lidington, mantan wakil PM pendahulu Johnson, Theresa May.
Hingga saat ini, belum ada pemerintah Eropa lainnya yang begitu dirisaukan oleh virus ini.
Akan tetapi, sebelum Johnson tumbang pun analis politik sudah menilai bahwa kabinet PM ini lemah.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)