Virus Corona
Hadapi Corona, Kehidupan Masyarakat di Daerah Kumuh Brasil Memprihatinkan: Geng Motor Jadi Penolong
Brasil menduduki negara yang paling parah kedua akibat virus corona di dunia, masyarakat yang tinggal di daerah kumuh amat memprihatinkan.
Penulis:
Inza Maliana
Editor:
Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Brasil menduduki negara yang paling parah kedua akibat virus corona di dunia.
Dikutip dari worldometers, hingga Rabu (27/5/2020), jumlah kasus corona di Brasil mencapai 394.507 jiwa.
Jumlah kematian kasus corona di Brasil pun meningkat dalam lima hari terakhir, hingga mencapai 24.593 kasus.
Padahal, pemerintah pusat dan sang presiden, Jair Bolsonaro, terus menekan penyebaran dan dampak virus ini.
Mengutip dari Sky News, kota yang paling parah terdampak corona adalah Sao Paulo dan favelanya.
Baca: Update Corona Asia Tenggara 27 Mei Sore: Semua Pasien Covid-19 di Timor Leste Telah Pulih
Favela adalah sebutan untuk daerah kumuh di Brasil.
Rupanya, besarnya favela di daerah Sao Paulo disebut-sebut menjadi tempat penyebaran utama Covid-19 yang paling parah.
Diketahui, daerah tersebut telah merenggut nyawa sekitar 1.000 orang per hari di seluruh negeri.

Baca: Santai Makan Hot Dog Saat Jumlah Korban Corona Meningkat, Presiden Brasil Dicap Pembunuh
Bahkan, angka resmi tersebut menjadi perdebatan karena dianggap terlalu rendah.
Favela atau permukiman kumuh ini adalah rumah bagi jutaan orang.
Jutaan orang yang hidup dalam kemiskinan, penyakit dan penuh tindak kejahatan.
Sebuah geng motor dari dalam favela Tiradentes memberikan akses untuk memperlihatkan daerahnya.
Di favela tersebut, orang luar tidak bisa sembarangan masuk tanpa adanya pengawalan.
Pasalnya menurut mereka, favela tersebut terlalu berbahaya bagi orang luar.
Mereka menyebut diri mereka geng "Kartel", yang bekerja di jalan-jalan di zona timur Sao Paulo, yang memiliki tingkat infeksi terburuk di kota itu.

Baca: Jumlah Kasus Corona Makin Meningkat, Warga Brasil Dilarang Masuk AS
Dengan tidak adanya bantuan negara yang efektif, merekalah yang memberikan makanan dan mengajarkan orang bagaimana menjaga kebersihan dan mencuci tangan agar tetap hidup.
Mereka bekerja dengan para pemimpin masyarakat yang memberi tahu mereka, ke mana mereka harus pergi untuk membantu.
"Saat ini Covid-19 ada di belakang pikiran keluarga-keluarga ini, mereka hanya akan percaya ketika seseorang dalam keluarga dekat mereka mati karenanya."
"Sulit bagi mereka untuk memahaminya, kami sering mendengar ini."
"Kami mencoba untuk melawan corona dengan memberi mereka informasi, melawan berita palsu, mengeluarkan politik dan membuat orang-orang agar berpikir rasional," ujar Vanderlei Rodrigues, pemimpin geng motor itu.

Baca: Presiden Brasil Konsisten Remehkan Corona Disaat Infeksi Capai 310.000, Tertinggi Ketiga di Dunia
Berita palsu dan politik yang ia maksudkan adalah cemoohan yang terus menerus dari pemerintah nasional, khususnya dari sang presiden, soal bahaya Covid-19.
Akibatnya, orang-orang di favela (yang mengalami kematian dan menjadi pengangguran setiap hari, red) hidup dalam ketakutan.
Seluruh komunitas geng motor akhirnya menutup jalan untuk orang luar, kecuali dengan penduduk asli, mereka tetap diizinkan masuk.
Kondisi kehidupan benar-benar menyedihkan, tetapi hanya itu yang mereka miliki dan mereka bertekad untuk melindunginya.
Di favela Brasilandia, adakelompok masyarakat yang mengumpulkan uang untuk membagikan kotak makanan kepada orang-orang yang kehilangan pekerjaan.

Baca: Corona di Brasil: Rumah Sakit Sao Paulo Kewalahan hingga Kuburan Massal di Amazonas
Mereka juga membagikan makanan untuk mencoba menghentikan orang keluar mencari pekerjaan dan membahayakan diri mereka sendiri dan keluarga mereka.
Pemimpin mereka Claudio Rodrigues Melo dan timnya mengontrol jarak sosial.
Ia memastikan para penerima tetap berada di sisi lain jalan yang sibuk sampai mereka dipanggil ke depan untuk kotak makanan mereka.
Claudio mengatakan ada tiga masalah besar bagi masyarakat dan mengapa mereka berada dalam bahaya besar.
"Tidak ada layanan kesehatan, orang miskin, dan mereka hidup begitu dekat sehingga menjaga jarak sosial tidak mungkin," katanya.
Setelah mereka mengerti rasa takut akan stigma corona, menurut Claudio, masyarakat miskin sekarang sadar bahwa mereka adalah yang paling mungkin meninggal akibat pandemi ini.
Akhirnya mereka yang tinggal di daerah kumuh berusaha saling mengajarkan cara bertahan agar tetap hidup.
Ia pun membenarkan, banyak yang hidup dalam ketakutan akibat wabah corona.
(Tribunnews.com/Maliana)