Rencana Netanyahu Temui el-Sisi, Tak Akan Ubah Persepsi Publik Mesir Soal Israel
Benjamin sNetanyahu semula akan berkunjung ke Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, namun akhirnya ditunda.
Penulis:
Reza Deni
Editor:
Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu akan memulai perjalanan resmi keduanya ke Mesir, di mana ia diperkirakan akan bertemu dengan Presiden Abdel Fattah el-Sisi.
Terlepas dari upaya pemulihan hubungan antata kedua negara tersebut, mantan Duta Besar Israel untuk negara Arab, Zvi Mazel mengatakan hubungan yang membaik ini tidak akan mengubah persepsi negatif publik Mesir tentang negara Yahudi.
Netanyahu semula akan berkunjung ke Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, namun akhirnya ditunda.
Belakangan muncul kabar bahwa ia kini bermaksud untuk mengunjungi Mesir, di mana dirinya dijadwalkan bertemu dengan presiden negara itu, el-Sisi.
Dikutip dari laman Sputnik News, Minggu (6/12/2020), pada 2009 lalu, Netanyahu pernah melakukan kunjungan ke Mesir dan bertemu dengan Presiden saat itu Hosni Mubarak.
Ini dilakukan dalam upaya Netanyahu mendesak Mesir untuk menjadi penengah antara Israel dan Palestina.
Baca juga: Model dan Fotografer Ditangkap karena Lakukan Pemotretan Terlalu Vulgar di Piramida Mesir
Kemudian pada 2018, ia dikabarkan bertemu dengan el-Sisi di Kairo, di mana ia membahas mengenai upaya pengembalian jenazah dua tentara Israel yang disebut ditahan oleh Hamas di Gaza.
Baca juga: Drone Hizbullah Tembus Israel, Videokan Pusat Komando Militer di Galilea
Bahas Ekonomi
Kali ini jika kunjungan tersebut akhirnya terjadi, Netanyahu diprediksi akan membahas ekonomi dan penguatan perdagangan antara kedua negara.
Ekonomi Mesir saat ini memang telah terjerumus akibat dampak pandemi virus corona (Covid-19).
Industri pariwisata Mesir yang dulu berkembang pesat pun kini mulai merugi sekitar 1 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dalam sebulan.
Baca juga: Warga Palestina Bentrok dengan Tentara Israel, Seorang Remaja Tewas
Banyak bisnis yang terpaksa tutup dan tingkat pengangguran yang sebelumnya relatif rendah sebelum pandemi, diprediksi akan lebih dari 11 persen pada akhir tahun ini.
Kekhawatiran terhadap regional dan masalah ekonomi lainnya juga diprediksi mendominasi agenda kedua pemimpin tersebut, jika mereka akhirnya bertemu.
Mantan Duta Besar Israel untuk Mesir Zvi Mazel mengatakan bahwa pertemuan itu tidak akan terbatas pada diskusi ekonomi saja, namun juga kemungkinan mencakup keamanan dan diplomasi.
Karena beberapa saat lagi, AS akan dipimpin oleh Presiden Terpilih dari Partai Demokrat Joe Biden yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Presiden AS era Presiden ke-44 Barack Obama.
Di masa pemerintahan Obama yang juga dari Partai Demokrat, Mesir memiliki hubungan yang kurang baik dengan AS.
Hal ini dipicu tuduhan dari pemerintahan Obama yang menyebut Mesir melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan menunda bantuan militer ke negara Arab.
"Pemerintahan (Presiden terpilih AS) Joe Biden dianggap sebagai masalah di Mesir, terutama karena membawa kembali ingatan mengenai Barack Obama yang menuduh Kairo melanggar HAM dan menangguhkan bantuan militer ke negara Arab."
"Mereka khawatir sejarah bisa terulang, jadi mereka ingin berkonsultasi dengan Israel," jelas Mazel.
Terkait rencana pertemuan Netanyahu dan el-Sisi, Mazel menilai bahwa akan ada pembahasan pula mengenai ancaman Iran.
Iran dilaporkan telah bergerak untuk meningkatkan pengayaan uraniumnya, dan sedang menuju kemerdekaan nuklir.
Ini dilakukan menyusul terjadinya pembunuhan terhadap seorang Ilmuwan nuklir terkemuka Iran, Mohsen Fakhrizadeh.
Spekulasi pun meningkat dan menyebut bahwa Fakhrizadeh mungkin telah dibunuh oleh agen mata-mata Israel, Mossad.
Perkembangan kasus ini mendorong Israel meningkatkan kewaspadaan.
Para pejabat di Yerusalem pun mengatakan bahwa Iran mungkin hanya menunggu beberapa bulan lagi untuk 'mendapatkan bom nuklir' yang bisa digunakan dalam upaya melawan negara Yahudi dan saingan regional lainnya.
Namun tuduhan itu langsung dibantah oleh Iran.
"Mesir tidak begitu terancam oleh Iran. Ini adalah negara besar dan Presiden el-Sisi tidak sering mengutuknya, jadi Iran tidak terburu-buru untuk terlibat dalam pertempuran dengan Mesir," kata Mazel.
Kendati demikian, kata dia, Mesir masih khawatir terkait aktivitas nuklir di negara yang dipimpin Presiden Hassan Rouhani itu.
"Kepentingan bersama kemungkinan besar akan meningkatkan hubungan antara kedua negara," papar Mazel.
Peningkatan Hubungan?
Bukan hanya kepentingan bersama yang akan mengikat Israel dan Mesir untuk bekerja sama, namun 'teman baru' negara Yahudi yakni UEA dan Bahrain, juga turut berkontribusi pada pemulihan hubungan.
"Jelas bahwa begitu Israel menandatangani perjanjian dengan negara-negara Teluk itu dan begitu negara-negara itu bertukar delegasi, Mesir akan mengikuti jejak UEA dan Bahrain dan meningkatkan kerja samanya sendiri dengan Israel, ini semua hanya soal waktu," tegas Mazel.
Namun, langkah-langkah itu tidak akan cukup untuk mengubah persepsi tentang Israel di mata publik Mesir.
Bahkan pada sepekan lalu, foto bersama antara penyanyi Israel dan aktor Mesir menimbulkan keributan di jejaring sosial di Mesir.
Beberapa netizen bahkan menyerukan pemboikotan terhadap selebriti Mesir terkait 'dukungan terhadap zionis'.
Sebagai negara yang menganggap Israel sebagai negara yang paling dimusuhi, hal itu tidak mengherankan, karena Mazel menjelaskan bahwa pendirian ini erat kaitannya dengan sejarah.