Ledakan di Beirut
Pengadilan Lebanon Copot Hakim yang Pimpin Investigasi Ledakan Beirut
Pengadilan Lebanon mencopot hakim yang memimpin penyelidikan ledakan Beirut pada Agustus tahun lalu, proses hukum mungkin akan tertunda.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Sri Juliati
Akhir bulan lalu, demonstrasi di Kota Tripoli utara menentang pembatasan virus corona dan kurangnya pemerintahan berubah menjadi kekerasan, menyebabkan satu pengunjuk rasa tewas.
Baca juga: Berkaca dari Kasus Ledakan di Beirut, Dankorbrimob Polri Siagakan Satuan KBR Gegana

Kesulitan Ekonomi dan Lambannya Pembangunan Kembali
Sementara itu, banyak bangunan terlihat seperti enam bulan lalu, ketika para penyintas dan mayat masih ditarik dari puing-puing.
Efek dari pembanguan yang lamban juga terlihat, karena hujan musim dingin telah sepenuhnya meruntuhkan beberapa bangunan yang secara struktural rusak akibat ledakan tersebut.
"Sebulan lalu, gedung di sebelah kami runtuh," kata Khalaf Abbas Faraj, seorang pengungsi Suriah yang tinggal bersama keluarganya sekitar 500 meter dari lokasi ledakan di lingkungan Karatina Beirut, berdekatan dengan pelabuhan.
Faraj mengatakan "hanya satu dinding" dari apartemen satu kamar yang dia bagi dengan istri dan empat dari lima anaknya tetap utuh setelah ledakan.
Semuanya menderita luka ringan, dan putri bungsunya, Aline yang berusia enam tahun, tetap ketakutan dengan suara keras.
"Putri saya selalu bertanya apakah itu akan terjadi lagi," katanya.
Di sisi lain pelabuhan, saat dia mengamati bangunan yang sekarang kosong di lingkungan Gemmayze tempat dia tinggal selama 50 tahun, Simone Achkar bersyukur, dia dan saudara perempuannya selamat dari ledakan hanya dengan luka ringan.
Salah satu tetangganya tewas dan lainnya lumpuh ketika bangunan di sebelahnya runtuh.
Ironisnya Achkar tertawa ketika ditanya apakah dia pernah menerima sesuatu dari pemerintah.
Dia berkata beruntung dan meskipun tidak mampu membangun kembali, tetap punya tempat tinggal di luar Beirut.
Mata uang Lebanon telah kehilangan sekitar 80 persen nilainya terhadap dolar AS pada tahun lalu.
Hal ini membuat impor bahan bangunan, mulai dari kaca jendela hingga aluminium hingga baja - sangat mahal dan memperlambat pembangunan kembali.
"Semua bahan dihargai dalam dolar, dan kami berada dalam situasi ekonomi yang sangat sulit, dan bahan tersebut sangat mahal, namun tetap harus membuat orang kembali dengan selamat ke rumah mereka," kata Mohamad Ghotmeh, Kepala Kontrak CTI, sebuah perusahaan yang mengerjakan tujuh proyek di zona rusak ledakan.