Jumat, 15 Agustus 2025

Asal Usul Dibentuknya Kementerian Kesepian dan Isolasi Jepang, Berawal dari Tekanan Kalangan Oposisi

Karena yang mengusulkan dari kalangan LDP, PM Suga tidak kehilangan muka lagi dan langsung membentuk Kementerian Kesepian dan Isolasi.

Editor: Dewi Agustina
Foto NHK
Tetsushi Sakamoto (70) Menteri Kesepian dan Isolasi Jepang (panah merah). 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Menteri Kesepian dan Isolasi Jepang, mendadak muncul dan mendapat sorotan banyak pihak di Jepang.

Dari berbagai sumber Tribunnews.com kalangan politisi Jepang, ternyata kementerian tersebut muncul setelah adanya tekanan dari kalangan oposisi yang mempermalukan PM Jepang Yoshihide Suga di sidang parlemen Jepang 28 Januari lalu.

"Berdasarkan data kasus bunuh diri yang meningkat tinggi di kalangan wanita muda akhir tahun lalu, oposisi Jepang mempertanyakan sekaligus menyindir PM Suga, siapa yang menangani masalah kesepian? Lalu PM Suga menjawab dan mengarah kepada Menteri Norihisa Tamura Sebagai menteri kesehatan dan kesejahteraan Jepang," papar sumber Tribunnews.com, Jumat (19/2/2021).

Tamura pun kebingungan dan merasa tak pernah diberikan tugas tanggung jawab soal "kesepian".

Agar tidak berlanjut mempermalukan PM Suga, muncullah politisi senior Partai Liberal Demokrat (LDP) yang menggerakkan politisi muda wanita LDP agar tampil ke depan.

Lalu Anggota Majelis Rendah Takako Suzuki, dari LDP, salah satu pengurus kelompok, mengatakan dalam sesi Komite Anggaran DPR 4 Februari 2021.

"Kami harus menemukan cara untuk mengurangi jumlah orang yang menderita kesepian yang tidak pernah mereka inginkan. Ada kebutuhan untuk pendekatan akar rumput."

Baca juga: Jepang Beli 200 Juta Dolar AS Vaksin dalam Pertemuan G7 Online

Baca juga: Marukawa Jadi Menteri Olimpiade Jepang, Hashimoto Mundur dari Partai LDP

Karena yang mengusulkan dari kalangan LDP, PM Suga tidak kehilangan muka lagi dan langsung membentuk Kementerian Kesepian dan Isolasi, sehingga semua menjadi win-win solution.

Mengapa disebut "Kesepian" karena angka kenaikan bunuh diri di Jepang di saat pandemi Covid-19 banyak yang kesepian hidupnya menjadi stres dan bunuh diri.

Lalu "isolasi" sebenarnya sudah sejak lama dengan istilah hikikomori yaitu menarik diri, mengurung diri, mengisolasi diri adalah istilah Jepang untuk fenomena di kalangan remaja atau dewasa muda di Jepang yang menarik diri dan mengurung diri dari kehidupan sosial.

Istilah hikikomori merujuk kepada nfenomena sosial secara umum sekaligus sebutan untuk orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok sosial ini.

Menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, definisi hikikomori adalah orang yang menolak untuk ke luar dari rumah, dan mengisolasi diri mereka dari masyarakat dengan terus menerus berada di dalam rumah untuk satu periode yang melebihi enam bulan.

Menurut psikiater Tamaki Saitō, hikikomori adalah "Sebuah keadaan yang menjadi masalah pada usia 20-an akhir, berupa mengurung diri sendiri di dalam rumah sendiri dan tidak ikut serta di dalam masyarakat selama enam bulan atau lebih, tetapi perilaku tersebut tampaknya tidak berasal dari masalah psikologis lainnya sebagai sumber utama."

Tetsushi Sakamoto (70) Menteri Kesepian dan Isolasi Jepang (panah merah).
Tetsushi Sakamoto (70) Menteri Kesepian dan Isolasi Jepang (panah merah). (Foto NHK)

Pada penelitian lebih mutakhir, enam kriteria spesifik diperlukan untuk "mendiagnosis" hikikomori:

1. Menghabiskan sebagian besar waktu dalam satu hari dan hampir setiap hari tanpa meninggalkan rumah

2. Secara jelas dan keras hati menghindar dari situasi sosial.

3. Simtom-simtom yang mengganggu rutinitas normal orang tersebut, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau kegiatan sosial, atau hubungan antarpribadi.

4. Merasa penarikan dirinya itu sebagai sintonik ego.

5. Durasi sedikitnya enam bulan.

6. Tidak ada gangguan mental lain yang menyebabkan putus sosial dan penghindaran.

Meski tingkatan fenomena ini bervariasi, bergantung kepada individunya, sejumlah orang bertahan mengisolasi diri selama bertahun-tahun atau bahkan selama berpuluh-puluh tahun.

Hikikomori sering bermula dari enggan sekolah atau futōkō atau istilah sebelumnya tōkōkyohi.

Mengenai masalah kesepian dan isolasi yang menjadi lebih serius, pada tanggal 19 Februari kemarin,  pemerintah mendirikan kantor penanggulangan baru untuk mempromosikan tindakan penanggulangan secara komprehensif, dipimpin Menteri Tetsushi Sakamoto, yang ditunjuk 12 Februari lalu.

Baca juga: Virus Komputer Emotet Berbahaya jadi Perhatian Polisi Jepang, Diduga Serang 26.000 Alamat IP

Baca juga: Bunuh Eksekutif Kobe Yamaguchi-gumi, Mantan Gangster Yakuza Jepang Dipenjara Seumur Hidup

Setelah itu, Menteri Sakamoto memberi tahu para staf, "Jumlah kasus bunuh diri, termasuk perempuan, terus meningkat akibat dampak bencana korona yang berkepanjangan, dan jika dibiarkan akan menjadi masalah sosial yang serius. Saya ingin Anda menjadi seseorang yang menjauhkan dari keinginan bunuh diri dan berusaha membantu mereka."

Pemerintah akan mempertimbangkan langkah-langkah dukungan khusus di masa depan, seperti mengadakan pertemuan minggu depan dengan pejabat NPO yang membahas masalah kesepian dan isolasi.

Inggris, tahun 2018 telah menunjuk menteri kesepian yang  memiliki masalah isolasi dengan orang-orang tuanya.

Sakamoto menjelaskan bahwa di Jepang, kesepian menimpa berbagai kelompok usia, termasuk anak-anak, remaja, wanita dan orang tua, dia mengamati, melihat kebutuhan untuk penelitian yang menyeluruh.

Isolasi seringkali dapat memburuk selama bencana alam.

Setelah gempa bumi Great Hanshin tahun 1995 dan gempa bumi serta tsunami Fukushima tahun 2011, banyak korban yang lebih tua tidak punya pilihan selain pindah ke rumah sementara, di mana mereka kemudian meninggal tanpa ada orang di samping tempat tidur mereka.

Kematian soliter semacam itu, yang disebut kodokushi dalam bahasa Jepang, telah menjadi perhatian publik utama di Jepang.

Pandemi hanya memperburuk keadaan. Didorong untuk tinggal di rumah dan menghindari situasi keramaian atau kontak dekat, lansia Jepang yang tidak terbiasa berkomunikasi secara online menjadi lebih terisolasi dari dunia luar.

Bahkan generasi yang lebih muda dan paham teknologi telah berjuang dengan upaya jarak sosial yang berkepanjangan.

Baca juga: Studi Tour Pelajar SD Jepang ke Luar Negeri Lewat Online

Baca juga: Breaking News: Hashimoto Menjadi Ketua Olimpiade Jepang, Mengundurkan Diri Sebagai Menteri

Kantor dan sekolah yang tertutup berarti mereka memiliki lebih sedikit kontak dengan kolega dan teman.

Banyak juga yang kehilangan pekerjaan, menambah tekanan ekonomi pada situasi mereka.

Pemerintah Jepang yakin tantangan semacam itu telah berkontribusi pada peningkatan kasus bunuh diri menjadi 20.919 orang pada 2020, menurut data awal dari polisi dan kementerian kesehatan.

Ini merupakan kenaikan pertama sejak 2009, tepat setelah krisis keuangan global.

Sementara kasus bunuh diri di kalangan pria terjadi selama 11 tahun berturut-turut, kasus bunuh diri di kalangan wanita meningkat untuk pertama kalinya dalam dua tahun menjadi 6.976.

Sebanyak 440 siswa SD, SMP, dan SMA juga tewas karena bunuh diri pada November, jumlah tertinggi sejak 1980.

Jepang juga memiliki tingkat bunuh diri tertinggi dari salah satu negara industri terkemuka Kelompok Tujuh, dengan 14,9 kasus bunuh diri per 100.000 orang, menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan.

Banyak dari kematian ini telah dikaitkan dengan masalah kesehatan dan ekonomi, yang hanya bisa memburuk ketika pandemi virus corona terus berlanjut.

"Kami perlu membuat ukuran untuk menilai isolasi paksa, sehingga kami dapat membuat kebijakan berdasarkan data yang obyektif," kata Yuichiro Tamaki, yang memimpin oposisi Partai Demokrat untuk Rakyat.

"Di Jepang, kesendirian dapat dilihat sebagai kebajikan dan sesuatu yang pada akhirnya menjadi tanggung jawab Anda untuk menyapa diri sendiri," kata Junko Okamoto, Presiden Konsultan Glocomm dan pakar isolasi sosial.

"Pemerintah perlu segera melakukan penelitian dasar dan menyusun strategi berdasarkan bukti ilmiah," ujarnya.

Tetsushi Sakamoto (70) Menteri Kesepian dan Isolasi Jepang (panah merah).
Tetsushi Sakamoto (70) Menteri Kesepian dan Isolasi Jepang (panah merah). (Foto NHK)

"Ada pemahaman di AS dan Eropa bahwa korban emosional dari kesepian dapat menyebabkan penyakit jantung dan berbagai kondisi lainnya," katanya.

Dia menambahkan bahwa pembentukan jabatan kabinet baru dapat membantu meningkatkan kesadaran akan masalah tersebut.

Inggris memasukkan kesepian sebagai topik dalam survei pemerintah, dan bekerja dengan pemerintah daerah serta organisasi sukarelawan untuk membantu kelompok berisiko seperti kaum muda dan pengangguran.

Penelitian telah menemukan bahwa setidaknya 13 persen dari populasi merasa sendirian, dan bahwa komunitas yang terputus mungkin merugikan ekonomi Inggris 32 miliar pound (44 miliar dolar AS) setahun.

Sementara itu Forum bisnis WNI di Jepang baru saja meluncurkan pre-open Belanja Online di TokoBBB.com yang akan dipakai berbelanja para WNI di Jepang. Info lengkap lewat email: bbb@jepang.com

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan