Rabu, 24 September 2025

29 Tahun Tragedi Genosida Khojaly, Dubes Azerbaijan: Kota Ini Hanya Dihuni Warga Sipil

Konflik Armenia dan Azerbaijan ini merupakan konflik tertua yang sedang berlangsung di wilayah pasca-Soviet.

Penulis: Fitri Wulandari
Tribunnews.com/Fitri
Duta Besar Azerbaijan untuk Indonesia Jalal Mirzayev. 

Angkatan bersenjata Armenia dan unit paramiliter yang didukung Resimen Infantri Bermotor ke-366 bekas Uni Soviet, bergerak untuk merebut kota itu.

Saat penyerangan dimulai, sekitar 2.500 penduduk yang tersisa pun mencoba lari dengan harapan bisa mencapai daerah terdekat di bawah kendali Azerbaijan.

Namun, harapan mereka sia-sia karena orang-orang yang mencoba melarikan diri ini disergap pasukan Armenia.

Diantara mereka ada yang dibunuh dengan tembakan dari pos militer Armenia dan ada pula yang ditangkap di dekat desa Nakhchivanly dan Pirjamal.

Sementara yang lainnya, terutama perempuan dan anak-anak, meninggal karena mengalami radang dingin saat mencoba lari ke kawasan pegunungan.

Hanya sedikit dari mereka yang berhasil mencapai kota Aghdam yang dikuasai Azerbaijan.

Pada 28 Februari 1992, dua helikopter yang membawa sekelompok jurnalis berhasil mencapai lokasi pembantaian.

Pemandangan mengerikan yang terjadi di sana pun sangat mengejutkan awak jurnalis ini karena terdapat lapangan yang dipenuhi mayat.

Tugas helikopter ini selanjutnya adalah mendarat di pegunungan dan mengevakuasi mayat di lokasi pembunuhan massal.

Terlepas dari pengawalan helikopter kedua, helikopter ini hanya dapat membawa empat mayat karena terjadi penembakan intens yang dilakukan Armenia.

Selanjutnya pada 1 Maret 1992, saat sekelompok jurnalis asing dan lokal tiba di tempat itu, terdapat pemandangan yang lebih mengerikan dibandingkan sebelumnya.

Menurut kesaksian jurnalis bernama Chingiz Mustafayev yang melakukan peliputan pada saat itu, posisi mayat-mayat ini menunjukkan bahwa mereka telah dibunuh dengan 'darah dingin'.

Bahkan tidak ada tanda-tanda perlawanan maupun upaya untuk melarikan diri.

Beberapa diantaranya telah ditembak secara individual, sementara dalam banyak kasus menunjukkan bahwa seluruh keluarga terbunuh.

"Tidak diragukan lagi, apa yang terjadi di Khojaly adalah pembantaian terbesar dari konflik tersebut," kata Mustafayev, seperti yang tertulis dalam pernyataan resmi Kedutaan Besar Azerbaijan.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan