Kamboja Longgarkan Penguncian di Tengah Gelombang Tinggi Covid-19 yang Melanda Berbagai Negara
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen berencana untuk mencabut langkah-langkah pembatasan negaranya di tengah lonjakan kasus positive Covid-19.
Penulis:
Triyo Handoko
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen berencana untuk mencabut langkah-langkah pembatasan negaranya karena Covid-19.
Langkah tersebut diambil meskipun infeksi harian meningkat dengan perbandingan hampir tiga kali lebih tinggi daripada ketika pertama kali diberlakukan pembatasan.
Pembatasan tersebut diberlakukan Kamboja sejak pertengahan April 2021.
Pencabutan pebatasan tersebt di antaranya Larangan untuk perjalanan dalam provinsi, akan berakhir pada hari ini, Rabu (5/5/2021).
Baca juga: Tiba di Jakarta, PM Kamboja Pastikan Hadir di KTT ASEAN
Baca juga: Kamboja Laporkan Kasus Kematian Pertama Akibat Covid-19
“Tidak ada lagi alasan untuk mengunci Phnom Penh dan provinsi mana pun, Kami akan membuka kembali area yang dibatasi,” tulis Hun Sen di Facebook, dikutip dari Asia Times.
Pada pertengahan April 2021, Hun Sen menyatakan bahwa penguncian yang ketat sangat penting pada saat kasus harian baru angkanya masih tinggi.
Namun ketika Hun Sen pertama kali mengumumkan untuk tidak memperpanjang sebagian besar pembatasan pada Senin (3/5/2021), diketahui sekitar 841 kasus baru tercatat pada hari itu.
Lebih dari 15.000 kasus yang tercatat di Kamboja sejak awal pandemi, hampir 10.000 masih aktif hingga Senin (3/5/2021).
Baca juga: RI-Kamboja Kerja Sama Tolak Kampanye Negatif Komoditas Sawit
Baca juga: Kamboja Terima Vaksin Covid-19 dari COVAX
Pada Minggu (2/5/2021), Kamboja mengalami peningkatan infeksi harian tunggal terburuk sebanyak 728 kasus, dibandingkan dengan hari sebelumnya di mana angkanya 388 kasus.
Sejak 15 April, sebagian ibu kota dan lokasi lainnya telah dibagi menjadi tiga zona, yaitu merah, oranye, dan kuning, tergantung pada tingkat keparahan situasinya.
Polisi telah menutup kawasan zona merah, di mana penduduk dilarang meninggalkan rumah mereka bahkan untuk membeli makanan.
Sebaliknya pembatasan pergerakan dan aktivitas bisnis lebih longgar di zona oranye dan kuning.
Baca juga: KBRI Phnom Penh Selenggarakan Pelatihan Dasar Tilawatil Quran Pada Muslim Kamboja
Baca juga: Royal Enfield Luncurkan Lima Sepeda Motor di Kamboja
Meskipun publik secara umum mendukung langkah-langkah tersebut, ada juga kritik yang bergulir.
Kamis (29/4/2021) lebih dari 100 orang melakukan protes di jalan-jalan distrik Meanchey di Phnom Penh atas klaim bahwa mereka akan kelaparan karena adanya pembatasan covid-19.
Protes terpisah pada Jumat (30/4/2021), berakhir ketika pihak berwenang tiba dengan membawa sumbangan makanan.
Pemerintah dan badan amal terkait telah menyediakan bingkisan makanan untuk ribuan rumah tangga sejak penguncian diberlakukan pada pertengahan April 2021.
Baca juga: Kementerian Kesehatan Kamboja Sebut 9 Penumpang Pesawat dari Indonesia Positif Corona
Baca juga: Setelah Ditolak Lima Negara, Penumpang Kapal Pesiar MS Westerdam Turun di Kamboja
Namun, pada hari Minggu (1/5/2021) Amnesty International memperingatkan bahwa penguncian yang salah pengelolaan telah membawa mereka ke jurang krisis kemanusiaan.
Disebutkan laporan potensi kelaparan di beberapa bagian negara di bawah penguncian zona merah meningkat.
Dampak ekonomi dari penguncian, dengan hampir semua aktivitas bisnis berhenti di zona merah dan hanya aktivitas terbatas di zona kuning atau oranye, bisa menjadi lebih bermasalah dalam jangka panjang.
Baca juga: Menlu Jepang Sambut Baik Konsensus Pemimpin ASEAN Mengenai Myanmar
Baca juga: Baru Setujui Konsensus ASEAN, Aparat Militer Myanmar Tembak Warga Sipil di Kota Mandalay
Industri garmen vital negara, yang menyediakan sebagian besar ekspor telah terpukul parah oleh tindakan penguncian ini.
D imana pabrik-pabrik ditutup di zona merah dan produksi terbatas yang diizinkan di zona lain.
Hal ini terjadi setelah sektor bisnis penting, serta industri pariwisata mengalami keterpurukan pada tahun 2020.
Larangan perjalanan dalam provinsi tidak hanya menghentikan orang miskin untuk bepergian ke rumah keluarga mereka.
Baca juga: CORE: Tingkat Pengangguran Usia Muda Indonesia Tertinggi di ASEAN
Baca juga: Pemimpin Junta Militer Tak Keberatan Delegasi ASEAN ke Myanmar untuk Selesaikan Krisis
Namun juga mengganggu pergerakan barang, makanan, dan material.
Setelah mengalami resisi sekitar 3,1% pada tahun lalu, ekonomi Kamboja diperkirakan akan tumbuh tahun ini.
Bank Pembangunan Asia minggu lalu memperkirakan pertumbuhan sekitar 4%.
Baca juga: Malaysia Darurat Covid-19, Rumah Sakit Hampir Kehabisan Ruang ICU
Baca juga: Perbatasan Singapura-Malaysia dibuka bagi Kunjungan Keluarga dan Pemakaman
Namun, laju pemulihan kemungkinan akan dipengaruhi oleh lamanya penguncian.
Melalui pengumuman Hun Sen, pemerintah pusat mencabut penutupan lokal sebagai upaya pemulihan banyak sektor termasuk ekonomi.
(Tribunnews.com/Triyo)