Kim Jong Un Mengaku Krisis Pangan Terjadi di Korea Utara: Kondisi yang Tidak Menguntungkan Tahun Ini
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, mengaku negaranya kini mengalami krisis pangan, sebut sebagai kondisi tak menguntungkan.
Penulis:
Pravitri Retno Widyastuti
Editor:
Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, mengakui negaranya mengalami krisis pangan.
Hal ini ia sampaikan dalam pidato akhir tahun yang menandai berakhirnya pertemuan penting Partai Pekerja Korea selama lima hari.
Dalam pidato akhir tahun Kim, yang dirangkum KCNA, Sabtu (1/1/2022), menyebut soal referensi singkat untuk "pekerjaan pencegahan epidemi darurat".
Selama pandemi, Korea Utara tetap diam dan memisahkan diri lebih jauh dari dunia luar.
Negara ini juga belum mengakui satu pun kasus domestik Covid-19 hingga saat ini.

Baca juga: Korea Utara Gelar Rapat Paripurna, Tandai 10 Tahun Berkuasanya Kim Jong Un
Dikutip dari CNN, mayoritas pidato Kim berfokus pada kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas pertanian di negara itu.
Ia juga memuji kemajuan militer di bawah kepemimpinannya yang sudah berjalan sepuluh tahun.
Sementara pemimpin Korea Utara tak menjelaskan secara gamblang mengenai tingkat kelangkaan pangan, Organisasi Pangan Dunia (FAO) telah memperingatkan kekurangan parah di negara itu pada 2021, termasuk kekurangan ratusan ribu ton beras.
Masalah krisis pangan semakin diperparah usai banjir besar melanda beberapa daerah penghasil beras paling subur di Korea Utara.
Ini bukan kali pertama Kim mengakui adanya krisis pangan di negaranya selama 12 bulan terakhir.
Pada Apil 2021, KCNA melaporkan Kim mendesak orang-orang untuk menjalankan "Maret yang Sulit", saat berpidato di pertemuan politik tingkat atas.
Istilah tersebut mengacu pada periode kelaparan yang menghancurkan di awal 1990-an, saat ekonomi Korea Utara merosot tajam menyusul runtuhnya Uni Soviet, yang mengakhiri aliran bantuan ke negara itu.
Ratusan ribu orang - atau sebanyak 10 persen dari populasi negara itu - diperkirakan mati kelaporan pada periode tersebut.
Pada Juni 2021, Kim mengakui negaranya menghadapi "situasi pangan yang tegang" akibat topan dan banjir tahun 2020.
Di bulan yang sama, FAO memperkirakan Korea Utara kekurangan sekitar 860 ribu ton makanan - yang cukup untuk persediaan lebih dari dua bulan.
Pada Sabtu, KCNA juga melaporkan pengakuan Kim tentang "kondisi yang tidak menguntungkan tahun ini" dan keinginannya untuk "meningkatkan produksi pertanian dan sepenuhnya memecahkan masalah pangan negara".
Baca juga: Menlu Hayashi Berharap Indonesia Bisa Membantu Memulangkan Warga Jepang Korban Penculikan Korut
Baca juga: PM Fumio Kishida Menyesal Korban Penculikan Korut tidak Kembali ke Jepang Sejak 2002
Minta 1,2 Juta Tentara Bertaruh Nyawa

Sebelum mengakhiri pertemuan Partai Pekerja Korea, Kim Jong Un mmeinta agar 1,2 juta tentara negaranya siap bertaruh nyawa demi dirinya.
Hal ini disampaikan Media Korea Utara, Rodong Sinmun, lewat sebuah editorial panjang, saat negara itu merayakan 10 tahun kenaikan Kim menjadi panglima tertinggi militer.
Dikatakan, komandan militer dan tentara Korea Utara harus menjadi "benteng yang tak tertembus dan dinding antipeluru dalam membela Kim dengan mempertaruhkan nyawa mereka."
Mengutip Yahoo News, Korea Utara juga menyerukan untuk membangun militer yang lebih modern dan maju, yang berfungsi sebagai "penjaga yang dapat diandalkan dari negara dan rakyat kita."
Editorial itu juga mengatakan semua pasukan dan rakyat Korea Utara harus menjunjung tinggi kepemimpinan Kim untuk mendirikan negara sosialis yang kuat.
Korea Utara sebelumnya telah mengeluarkan pernyataan propaganda serupa yang mendesak orang-orang untuk bersatu membela Kim di saat-saat sulit.
Beberapa ahli mengatakan Kim telah bergulat dengan momen terberat dari 10 tahun pemerintahannya, karena pandemi Covid-19, sanksi PBB, dan kesalahannya sendiri.
Sempat Larang Warga Bahagia selama 11 Hari

Kim Jong Un menerapkan peraturan terkait peringatan 10 tahun kematian ayahnya, Kim Jong il, pada pertengahan Desember 2021.
Baca juga: Uji Coba Roket Korsel Picu Perlombaan Senjata dengan Korut
Baca juga: Kecam Aliansi Indo-Pasifik AS, Korut Akan Balas Jika Berdampak Pada Keamanannya
Menurut pengakuan rakyat melalui Radio Free Asia, semua aktivitas yang berkaitan dengan bersenang-senang dilarang oleh pemerintah Korea Utara selama periode berkabung, dikutip dari hindustantimes.com.
Aktivitas tersebut meliputi pesta miras, berbelanja, dan tertawa.
Periode berkabung di Korea Utara ini berlangsung selama 11 hari, mulai dari Jumat (17/12/2021).
Korea Utara memperingati perayaan 10 tahun kematian pemimpin Korea Utara sebelumnya, Kim Jong-il, yang memimpin Korea Utara mulai 1994-2011.
Larangan tersebut tidak mengizinkan rakyat Korea Utara menggelar kegiatan bersenang-senang dan bagi para pelanggar akan ditangkap, seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
"Dulu, banyak orang yang tertangkap karena minum minuman keras atau sedang mabuk selama periode berkabung dan diperlakukan sebagai seorang kriminal," terang seorang warga yang disamarkan namanya.
"Mereka ditangkap dan tidak pernah terlihat lagi."
Periode berkabung ini telah dilakukan selama 10 tahun. Biasanya, pelaksanaannya tersebut akan diamati setiap tahun.
"Bahkan jika keluarga kami ada yang meninggal pada peringatan Periode Berkabung, kamu tidak boleh menangis terlalu keras dan jenazah dapat dikubur setelah Periode Berkabung berakhir."
"Orang-orang tidak boleh merayakan ulang tahun mereka, jika bertepatan dengan Periode Berkabung," tambahnya.
Tindakan keras ini telah dimulai sejak awal Desember ketika para polisi Korea Utara menyiapkan perayaan Periode Berkabung.
Kim Jong il meninggal karena serangan jantung pada 17 Desember 2011 pada usianya yang ke-69 tahun.
Setiap tahun sejak kematiannya, Kim Jong Un memberikan penghormatan atas kematian ayahnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kim Jong Un Larang Warga Korea Utara Tertawa dan Rayakan Pesta selama 11 Hari Periode Berkabung
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Yunita Rahmayanti)