Konflik Rusia Vs Ukraina
Bungkam Kritik soal Perang, Putin Bersumpah akan Bersihkan Rusia dari 'Sampah dan Pengkhianat'
Presiden Rusia, Vladimir Putin bersumpah akan membersihkan negaranya dari 'sampah dan pengkhianat' yang ia tuduh diam-diam bekerja untuk AS dan sekutu
Penulis:
Ika Nur Cahyani
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin bersumpah akan membersihkan negaranya dari 'sampah dan pengkhianat' yang ia tuduh diam-diam bekerja untuk AS dan sekutunya.
Di tengah invasi ke Ukraina, pemimpin Rusia ini meningkatkan tekanan kepada kritikus atau warganya yang menolak perang.
Dalam sebuah konferensi video yang disiarkan di TV, Putin menuduh Barat ingin menghancurkan Rusia.
"Setiap orang, dan khususnya orang Rusia, akan selalu bisa membedakan para patriot dari sampah dan pengkhianat dan memuntahkannya seperti pengusir hama yang secara tidak sengaja terbang ke mulut mereka," kata Putin, dikutip dari Bloomberg.
"Saya yakin bahwa pembersihan diri masyarakat yang alami dan perlu ini hanya akan memperkuat negara kita, solidaritas, kohesi, dan kesiapan kita untuk menghadapi tantangan apa pun," pungkasnya.

Baca juga: Kapal Perang Rusia Bergerak Menuju Ukraina Membawa Truk Militer, Begini Penampakannya
Baca juga: AS Peringatkan China Terkait Dukungan Militer untuk Rusia dalam Invasi di Ukraina
Ditanya bagaimana pembersihan seperti itu akan dilakukan, jubir Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pada Kamis (17/3/2022) bahwa orang-orang itu akan menghilang sendiri.
Mereka, kata dia, akan mengundurkan diri dari pekerjaannya atau meninggalkan Rusia.
"Beginilah pemurnian ini terjadi," jawabnya kepada wartawan melalui panggilan konferensi.
Ia menambahkan, bahwa banyak orang "menunjukkan diri mereka sebagai pengkhianat" pada masa-masa sulit.
Ancaman Putin datang dua hari setelah seorang produser di Channel One TV, milik pemerintah Rusia, menyela berita dan melakukan protes publik terhadap perang di Ukraina.
Aksi semacam ini jarang terjadi di Rusia.
Dalam aksinya, Marina Ovsyannikova mengangkat sebuah poster dengan tulisan "Mereka berbohong kepada Anda".
Ovsyannikova sempat diberi sanksi, namun Ketua Majelis Rendah Parlemen Rusia menyebutnya sebagai pengkhianat dan meminta agar dijatuhi hukuman berat.
Hampir 15.000 orang telah ditahan dalam protes anti-perang di Rusia sejak Putin memerintahkan invasi 24 Februari, menurut organisasi hak asasi OVD-Info.
Dalam upaya lebih lanjut untuk menekan kritik, Rusia mengadopsi undang-undang media baru yang keras bulan ini.
Ancaman hukuman penjara hingga 15 tahun akan dijatuhkan kepada pihak yang menyebarkan berita palsu tentang militer atau menyerukan sanksi terhadap Rusia.
Puluhan ribu warga Rusia dilaporkan melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari tindakan keras Putin.

Selain itu, masyarakat Rusia menilai rentetan sanksi dari Barat perlahan melumpuhkan dan mengisolasi negara.
Rumah-rumah dan karier ditinggalkan untuk mencari perlindungan di negara tetangga, seperti Kirgistan, Georgia, Armenia, Turki, dan Israel.
Di sisi lain, Rusia menegaskan bahwa serangannya di Ukraina merupakan operasi militer khusus untuk melindungi dua wilayah separatis.
Namun, serangan Moskow beberapa kali menghantam pemukiman dan mengakibatkan korban sipil.
Beberapa kota di Ukraina saat ini juga sudah terkepung.
Rusia Dituduh Lakukan Kejahatan Perang
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken menuduh Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina.
Pernyataan ini menyusul komentar Presiden Joe Biden yang menyebut Presiden Vladimir Putin sebagai 'penjahat perang'.
Bicara kepada wartawan pada Kamis (17/3/2022), Blinken mengatakan para ahli Departemen Luar Negeri sedang dalam proses mendokumentasikan dan mengevaluasi potensi kejahatan perang di Ukraina.
Kendati demikian, ia yakin Rusia melakukan pelanggaran selama invasi terjadi.
"Kemarin, Presiden Biden mengatakan bahwa – menurut pendapatnya – kejahatan perang telah dilakukan di Ukraina. Secara pribadi, saya setuju," kata Blinken kepada awak media.

Baca juga: Rusia Bantah Tuduhan Biden yang Sebut Putin Penjahat Perang: AS Harus Berkaca dari Tindakannya
Baca juga: 5 Skenario Akhir Perang Rusia-Ukraina: Kejatuhan Kyiv hingga Penggulingan Putin dari Kursi Presiden
"Dengan sengaja menargetkan warga sipil adalah kejahatan perang. Setelah semua kehancuran selama tiga minggu terakhir, saya merasa sulit untuk menyimpulkan bahwa Rusia melakukan sebaliknya," ujarnya, dikutip dari Al Jazeera.
Label 'penjahat perang' yang dituduhkan Biden kepada Putin pada Rabu lalu membuat murka Kremlin.
Pemerintah Rusia menilainya sebagai "retorika yang tidak dapat diterima dan tidak dapat dimaafkan".
Sehari setelahnya, Biden menggambarkan rekannya dari Rusia itu sebagai 'diktator pembunuh' dan 'penjahat murni'.
Sementara itu, di Departemen Luar Negeri, Blinken berjanji untuk memastikan pertanggungjawaban atas pelanggaran di Ukraina.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)