Rabu, 17 September 2025

Sri Lanka Bangkrut

Kabur ke Singapura, Mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa akan Pulang ke Sri Lanka

Gotabaya Rajapaksa telah mengajukan pengunduran dirinya sebagai Presiden Sri Lanka saat dirinya sudah berada di Singapura.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
menafn.com
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa saat ini kabur ke Singapura namun menhyatakan akan pulang ke negaranya pasca pengunduran diri dari kursi Presiden. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO - Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa akan kembali ke negara yang bangkrut setelah kabur dalampelariannya ke Singapura.

Pernyataan ini disampaikan Juru bicara Kabinet Sri Lanka, Bandula Gunewardena pada Selasa kemarin.

Dikutip dari laman www.dailymirror.lk, Rabu (27/7/2022), menurut otoritas imigrasi Singapura, Singapura telah memberikan izin kunjungan jangka pendek selama 14 hari kepada Rajapaksa saat ia memasuki negara itu dalam kunjungan pribadi pada 14 Juli lalu.

Gotabaya Rajapaksa telah mengajukan pengunduran dirinya sebagai Presiden Sri Lanka saat dirinya sudah berada di Singapura.

Banyak pihak di Sri Lanka yang akhirnya meminta pemerintah Singapura untuk memulangkan bahkan mengadili Rajapaksa.

Seperti yang dilakukan sebuah kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) yang mendokumentasikan dugaan pelanggaran di Sri Lanka telah mengajukan tuntutan pidana kepada Jaksa Agung Singapura, meminta penangkapan terhadap mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa.

Baca juga: Kelompok Hak Asasi Manusia Tuntut Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Ditangkap

Mereka menuding Rajapaksa memiliki peran dalam perang saudara yang terjadi selama puluhan tahun di negara kawasan Asia Selatan itu.

Proyek Kebenaran dan Keadilan Internasional (ITJP) mengatakan Rajapaksa melakukan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa selama perang saudara pada 2009, saat ia menjadi kepala pertahanan negara. 

Baca juga: Wickremesinghe Terpilih sebagai Presiden Sri Lanka, Demonstran: Dia Lebih Licik dari Rajapaksa

ITJP yang berbasis di Afrika Selatan berpendapat bahwa berdasarkan yurisdiksi universal, dugaan pelanggaran tunduk pada penuntutan di Singapura, di mana ia melarikan diri setelah berbulan-bulan kerusuhan atas krisis ekonomi negaranya.

"Aduan pidana yang diajukan adalah tidak hanya (berdasarkan) informasi yang dapat diverifikasi pada kedua kejahatan yang telah dilakukan, namun juga pada bukti yang benar-benar menghubungkan yang bersangkutan, yang kini berada di Singapura. Singapura benar-benar memiliki kesempatan unik dengan keluhan ini, dengan hukumnya sendiri dan dengan kebijakannya sendiri, untuk berbicara kebenaran kepada kekuasaan," kata salah satu pengacara yang menyusun pengaduan, Alexandra Lily Kather.

Rajapaksa mengajukan pengunduran dirinya di Singapura, sehari setelah melarikan diri dari Sri Lanka pada 13 Juli lalu.

Para pengunjuk rasa anti-pemerintah pun menyerbu kantor dan kediaman resmi Presiden dan Perdana Menteri negara itu.

Rajapaksa belum bisa dihubungi untuk dimintai tanggapan melalui Komisi Tinggi Sri Lanka di Singapura.

Ia sebelumnya membantah tuduhan bahwa dirinya bertanggung jawab atas pelanggaran hak selama perang.

Juru bicara Kejaksaan Agung Singapura pun mengatakan telah menerima surat dari ITJP pada 23 Juli lalu. "Kami tidak dapat berkomentar lebih lanjut tentang masalah ini," kata Juru bicara itu.

Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Singapura mengatakan bahwa Rajapaksa memasuki Singapura dalam kunjungan pribadinya dan tidak mencari atau diberikan suaka.

Seorang Profesor di Fakultas Hukum Universitas Portsmouth di Inggris yang pernah mengajar di Singapura, Shubhankar Dam mengatakan meskipun Rajapaksa dapat diadili atas dugaan kejahatan perang, genosida dan penyiksaan, namun ia telah berulang kali menyatakan bahwa yurisdiksi semacam itu hanya boleh digunakan sebagai upaya terakhir.

"Kementerian luar negeri negara itu mengatakan Rajapaksa memasuki negara-kota Asia Tenggara itu dalam kunjungan pribadi dan tidak mencari atau diberikan suaka.

Shubhankar Dam, seorang profesor di Fakultas Hukum Universitas Portsmouth di Inggris, yang pernah mengajar di Singapura, mengatakan meskipun pengadilannya dapat mengadili dugaan kejahatan perang, genosida, dan penyiksaan, ia telah berulang kali menyatakan bahwa yurisdiksi semacam itu hanya boleh digunakan sebagai upaya terakhir.

ITJP membantu dalam dua tuntutan hukum perdata terhadap Rajapaksa, salah satunya diproses pada 2019, saat itu Rajapaksa adalah warga negara Amerika Serikat (AS).

Namun dua kasus itu pun ditarik setelah Rajapaksa mendapatkan kekebalan diplomatik setelah menjadi Presiden.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan