Kamis, 11 September 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Putin: Proposal Perdamaian China Bisa Akhiri Perang, Tapi Masalahnya Ada di Ukraina dan Pihak Barat

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan proposal perdamaian China untuk Ukraina dapat digunakan sebagai dasar untuk mengakhiri perang.

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
Sergei KARPUKHIN / SPUTNIK / AFP
Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Kremlin di Moskow pada 20 Maret 2023. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan proposal perdamaian China untuk Ukraina dapat digunakan sebagai dasar untuk mengakhiri perang.

Namun, Putin menegaskan proposal tersebut hanya bisa diajukan jika pihak Barat dan Ukraina siap.

Melansir dari BBC, Putin bertemu dengan Pemimpin China Xi Jinping di Moskow untuk membahas konflik dan hubungan antar kedua negara pada Selasa (21/3/2023).

Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-389 Invasi: Amerika Percepat Kirim Tank Tempur M1 Abrams ke Kyiv

Proposal China, yang diterbitkan pada bulan lalu, tidak secara eksplisit meminta pasukan Rusia meninggalkan Ukraina.

Daftar 12 poin itu menyerukan pembicaraan damai dan menghormati kedaulatan nasional tanpa proposal khusus.

Namun, Ukraina bersikeras agar Rusia menarik diri dari wilayahnya sebagai syarat untuk melakukan pembicaraan, meski tampaknya tidak ada tanda-tanda Rusia siap melakukan hal itu.

Pihak berwenang yang didukung Moskow di Krimea, wilayah Ukraina yang dicaplok Rusia, mengatakan serangan yang dilakukan tiga pesawat tak berawak di Armada Laut Hitam di Teluk Sevastopol telah dipukul mundur tanpa merusak armada itu pada Rabu (22/3/2023).

Serangan tersebut terjadi menyusul ledakan di bagian lain Krimea pada Senin (20/3/2023), yang disebut Ukraina telah menghancurkan rudal Rusia yang diangkut dengan kereta api.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, mengatakan pada Senin, dia menyerukan gencatan senjata sebelum Rusia mundur, sebuah langkah yang "akan secara efektif mendukung ratifikasi penaklukan Rusia".

Dalam konferensi pers bersama setelah pembicaraan dengan Xi berakhir, Putin mengatakan, "Banyak ketentuan rencana perdamaian China dapat diambil sebagai dasar penyelesaian konflik di Ukraina, kapan pun Barat dan Kyiv siap untuk itu."

Tapi Rusia belum melihat "kesiapan" seperti itu dari sisi keduanya, tambahnya.

Berdiri di samping pemimpin Rusia, Xi mengatakan pemerintahnya mendukung terciptanya perdamaian serta menyebut China berada di "sisi kanan sejarah".

Baca juga: Populer Internasional: PM Jepang Kunjungi Ukraina - Rudal Rusia Dilaporkan Hancur dalam Ledakan

Putin kembali mengklaim China memiliki "posisi yang tidak memihak" dalam konflik di Ukraina, sebuah pernyataan yang dianggap sebagai upaya untuk menjadikan Beijing sebagai pembuat perdamaian yang potensial.

Kedua pemimpin ini juga membahas pertumbuhan perdagangan, energi, dan hubungan politik antara kedua negara.

"China adalah mitra dagang luar negeri utama Rusia," kata Presiden Putin, berjanji untuk mengikuti dan melampaui "tingkat tinggi" perdagangan yang dicapai kedua negara pada tahun lalu.

Sementara Xi Jinping meninggalkan Rusia pada hari ini, dengan pesawatnya berangkat dari bandara Moskow.

Pertemuan Xi dan Putin

Xi Jinping mendarat di Moskow untuk bertemu dengan Vladimir Putin pada Senin, yang menjadi kunjungan pertamanya sejak Rusia memulai invasinya ke Ukraina. Xi disambut meriah ketika dia tiba di Kremlin untuk pembicaraan hari kedua pada Selasa.

Pemimpin China itu mengatakan, dia "sangat senang" berada di Moskow dan menggambarkan pembicaraan dengan Putin berjalan dengan "terus terang, terbuka dan ramah".

PM Jepang Fumio Kishida (kiri) bersama Presiden Ukraina  Volodymyr Zelenskyy (kanan) di Kiev, Selasa (21/3/2023).
PM Jepang Fumio Kishida (kiri) bersama Presiden Ukraina  Volodymyr Zelenskyy (kanan) di Kiev, Selasa (21/3/2023). (Kantor PM Jepang)

Kunjungannya ke Rusia terjadi beberapa hari setelah Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Putin atas tuduhan kejahatan perang.

Sebelumnya, Xi Jinping menyebut China dan Rusia sebagai "kekuatan tetangga yang hebat dan mitra strategis yang komprehensif".

Berikut ini hasil dari pertemuan kedua pemimpin ini menurut media pemerintahan Rusia:

1. Menandatangani dua dokumen bersama, satu dokumen merinci rencana kerja sama ekonomi dan dokumen yang berisi rencana untuk memperdalam kemitraan Rusia-Tiongkok

2. Mencapai kesepakatan tentang pipa gas yang direncanakan di Siberia untuk mengirimkan gas Rusia ke China melalui Mongolia

3. Setuju bahwa perang nuklir "tidak boleh dilancarkan"

4. Membahas keprihatinan mereka pada pakta Aukus yang baru, yaitu perjanjian pertahanan antara Australia, Inggris, dan AS

5. Menyatakan keprihatinan atas kehadiran NATO yang semakin meningkat di Asia pada "masalah militer dan keamanan"

Ada kekhawatiran yang berkembang di negara-negara Barat bahwa China kemungkinan memberikan dukungan militer untuk Rusia.

Baca juga: Kementerian Pertahanan Ukraina Sebut Rudal Jelajah Rusia Hancur dalam Sebuah Ledakan di Krimea

Ketua NATO Jens Stoltenberg dalam sebuah pertemuan yang diadakan di Brussel, Belgia, mengatakan aliansinya belum "melihat bukti apapun bahwa China mengirimkan senjata mematikan ke Rusia".

Namun, dia menambahkan ada "tanda-tanda" Rusia telah meminta senjata, dan permintaan itu sedang dipertimbangkan oleh Beijing.

Sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh China dan Rusia setelah pertemuan antara kedua pemimpin tersebut mengatakan, kemitraan erat antara kedua negara itu bukan merupakan "aliansi politik-militer".

Hubungan tersebut "tidak merupakan blok, tidak memiliki sifat konfrontatif dan tidak ditujukan terhadap negara ketiga", tambah keduanya.

Putin juga menggunakan konferensi pers tersebut untuk menuduh Barat menyebarkan senjata dengan "komponen nuklir" dan mengatakan Rusia akan "dipaksa untuk bereaksi" jika Inggris mengirim peluru yang dibuat dengan uranium ke Ukraina.

Menanggapi tuduhan itu, Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan depleted uranium adalah "komponen standar" yang "tidak ada hubungannya dengan senjata nuklir".

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan