Kamis, 28 Agustus 2025

Pemilu 2024: Gugatan Partai Prima 'salah kamar', putusan Pengadilan Tinggi 'harus jadi acuan' bagi gugatan lain yang meminta pemilu ditunda

Putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta pada Selasa (11/4) dinilai "harus menjadi acuan" bagi gugatan lain yang mengarah pada wacana penundaan

Baca juga:

Dalam tahapan verifikasi administrasi, KPU menyatakan, Prima tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.

Sebaliknya, Partai Prima mengeklaim pihaknya telah memenuhi syarat keanggotaan tersebut. Mereka menuduh Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah, sehingga menyebabkan Prima tidak lolos.

Dalam putusannya, majelis hakim PN Jakpus menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Perbuatan melawan hukum itu, demikian amar putusannya, yaitu ketika KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi parpol calon peserta pemilu.

Atas gugatan ini, PN Jakpus memerintahkan KPU agar menunda tahapan Pemilu 2024.

Mengapa putusan PN Jakpus dikritik?

Sejumlah ahli hukum, para pejabat pemerintah serta politikus di DPR mengkritik putusan PN Jakpus tersebut, yang antara lain, menganggap hal itu bukan wewenang pengadilan negeri.

Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, menyebut putusan hakim PN Jakpus yang mengabulkan gugatan perdata Partai Prima "tidak rasional dan di luar yuridiksi".

Sebab gugatan soal verifikasi partai calon peserta pemilu 2024, masuk dalam sengketa administrasi pemilu yang menjadi ranah Bawaslu atau Pengadilan Tata Usaha Negara.

"Tidak diperkenankan pengadilan negeri memutuskan untuk menunda pemilu karena itu bukan yuridiksi dan kewenangannya," ujar Feri kepada BBC News Indonesia, Jumat (03/03).

"Pemilu itu dilangsungkan berkala lima tahun sekali berdasarkan Pasal 22 E ayat UUD 1945," sambungnya.

"Tidak mungkin pengadilan negeri menentang ketentuan pasal konstitusi ini."

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai PN Jakpus membuat "sensasi berlebihan" dalam putusannya itu.

Dalam unggahan Instagram-nya, Mahfud mengatakan, vonis itu berpotensi "memancing kontroversi" dan "dapat mengganggu konsentrasi" sehingga bisa dipolitisasi seakan-akan putusan yang benar.

Lebih lanjut Mahfud berujar, pengadilan negeri (PN) tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut.

Dia menjelaskan, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu sudah diatur tersendiri dalam hukum dan kompetensinya tidak berada di PN.

Misalnya, sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus harus Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Adapun, soal keputusan ke pesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), ujarnya.

"Nah, Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," ujar Mahfud.

Sementara untuk sengketa selepas pemungutan suara maupun hasil pemilu kompetensi berada di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Itu pakemnya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu," tulis Mahfud.

Bagaimana kasus ini bermula?

Ketua Umum Partai Prima, Agus Jabo Priyanto, mengatakan gugatan perdata ke PN Jakarta Pusat sudah dimulai sejak 4 Desember 2022 usai KPU mengumumkan partainya tidak lolos verifikasi administrasi dalam peserta pemilu 2024.

Padahal setelah dipelajari dan dicermati oleh Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.

Partai ini juga menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotaannya dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat di 22 provinsi.

Implikasi dari ketidaktelitian KPU, klaimnya, Partai Prima mengalami kerugian immateriil yang memengaruhi anggotanya di seluruh Indonesia.

Itu mengapa Partai Prima meminta PN Jakpus menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan.

Agus juga menjelaskan, sebelum akhirnya maju ke PN Jakpus, pihaknya sudah menggugat ke Bawaslu dan PTUN tapi hasilnya nihil.

"Kami minta agar hak kami sebagai warga negara untuk berpolitik, dan mendirikan partai politik dan menjadi peserta pemilu harus dipulihkan," kata Agus.

Dalam putusannya, majelis hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan perdata Partai Prima dengan tergugat KPU.

Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan