Sabtu, 27 September 2025

Polda Lampung hentikan kasus TikToker Bima, pakar sebut unsur ujaran kebencian yang dituduhkan 'tidak kena'

Kepolisian Daerah Lampung menghentikan penyelidikan kasus yang menjerat Bima Yudho Saputro, kreator konten asal Kabupaten Lampung…

Kepolisian Daerah Lampung menghentikan penyelidikan kasus yang menjerat Bima Yudho Saputro, kreator konten asal Kabupaten Lampung Timur, Lampung, karena dianggap tidak memenuhi unsur pidana.

Desakan menghentikan kasus ini menguat di media sosial dan didukung oleh aktivis demokrasi, anggota DPR, hingga Menkopolhukam Mahfud MD.

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, menilai kasus tersebut memang sedari awal sulit untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan sebab unsur ujaran kebencian yang dituduhkan 'tidak kena'.

Bagaimana kasus ini bermula?

Pelajar asal Lampung yang kini menempuh pendidikan di Australia dilaporkan oleh advokat Gindha Ansori pada Kamis (13/04) karena dituduh telah menyebarkan ujaran kebencian yang mengandung SARA melalui video kritiknya terhadap pemerintah Lampung.

Di video yang diunggah di TikTok atas nama akun @awbimaxreborn itu, Bima menggunakan kata "Dajjal" saat memberi kritik.

Pasalnya dia kecewa terhadap kondisi di Lampung yang tidak mengalami kemajuan. Mulai dari infrastruktur, proyek Kota Baru, sistem pendidikan, birokrasi, dan pertanian.

Dalam sebuah video di TikTok, dia mengatakan kata "Dajjal" itu adalah konotasi atau kata yang mengandung makna kias atau bukan kata yang sebenarnya. Bukan hinaan.

"Saya cuma mau kasih kritikan, kalau misalnya saya enggak ngomong 'Dajjal' enggak akan viral. Kalau saya kritik baik-baik enggak akan viral, enggak bakal didengar," ujar Bima.

Sejumlah pihak sudah meminta kepolisian menghentikan kasus ini seperti yang disampaikan anggota Komisi III DPR, Taufik Basari, melalui cuitannya di Twitter.

Ia mengaku telah menyampaikan pesan khusus kepada Kapolda Lampung agar laporan terkait viralnya video Bima tidak perlu ditindaklanjuti menjadi proses hukum.

"Terlalu banyak membuang energi yang tidak perlu jika memproses persoalan seperti ini. Justru sebaliknya kita semua yang menjalankan amanah rakyat Lampung sebagai aspirasi sekaligus pengingat agar kita bekerja lebih baik," ucapnya.

Di media sosial, warganet juga menyebut kritik yang disampaikan Bima sesuai dengan fakta dan data.

"Apakah suatu kritikan itu tindak kejahatan, kalau iya mana akan banyak tugas bapak-bapak karena eskalasi para pejabat pemerintah yang tidak terima kritikan dari rakyat," cuit @SlowlyHeineken.

Komentar lain disampaikan @budi151295 yang mengatakan, "kritik, bicara fakta, kok jadi tersangka. Itu bukan kriminal, yang kriminal itu pejabat yang enggak ngurusin rakyat, tidak mengurusi fasilitas umum."

Mengapa polisi hentikan kasus Bima?

Menanggapi desakan menghentikan kasus Bima, Polda Lampung sebelumnya menyatakan tidak bisa serta merta menyetop proses hukum tersebut tanpa adanya alasan yang jelas.

Kendati kata Kabid Humas Polda Lampung, Zahwani Pandra, pihaknya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap laporan tersebut.

Dia juga menyebut, keputusan Polda Lampung untuk tetap melanjutkan proses kasus Bima sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2018 tentang Operasional Manajemen Tindak Pidana.

"Setiap penyidik menerima pengaduan wajib untuk dilakukan penyelidikan dan tidak boleh polisi menolak setiap laporan dari masyarakat. Nanti dikomplain," jelasnya pada Senin (17/04).

Namun pada konferensi pers yang digelar Selasa (18/04) Dirreskrimsus Polda Lampung, Donny Arief Praptomo, mengatakan polisi resmi menghentikan penyelidikan kasus Bima.

Alasannya setelah melakukan gelar perkara dan mendengarkan keterangan saksi ahli, "laporan atas nama Bima Yudho Saputro tidak memenuhi unsur pidana".

"Kami simpulkan bukan tindak pidana. Atas dasar tersebut perkara ini kami hentikan penyelidikannya," jelas Donny Arief Praptomo.

Tuduhan ujaran kebencian 'tidak kena'

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, menerangkan dalam mengusut suatu tindak pidana kepolisian berpijak pada dua hal: locus delicti atau tempat terjadinya tindak pidana dan tempus delicti atau waktu terjadinya suatu tindak pidana.

Dalam perkara Bima, locus delicti-nya terpenuhi. Akan tetapi tempus delicti-nya bukan di wilayah hukum Indonesia.

Agar laporan ini bisa naik ke tahap penyidikan, kepolisian harus melakukan upaya pro justitia dengan memanggil terlapor yang berada di Australia.

Di sinilah masalahnya, sebab hukum nasional Indonesia tidak bisa menjangkau orang di luar negeri kecuali kejahatan trans-nasional seperti terorisme.

"Tapi bagaimana mau meng-enforce orang yang di luar negeri? Sementara ini [kasus Bima] perbuatan biasa," ujarnya.

Selain itu, menurut Chudry, kata 'dajjal' yang disampaikan Bima tidak termasuk dalam ujaran kebencian yang mengandung SARA.

Ujaran kebencian itu, sambung dia, biasanya ditujukan kepada kelompok masyarakat tertentu dan tidak berdasarkan fakta.

"Pasal ujaran kebencian tidak kena. Itu bukan ujaran kebencian, tapi penghinaan ringan saja."

Itu mengapa Chudry menilai perkara hukum ini tidak bisa ditingkatkan ke proses selanjutnya dan patut dihentikan.

Keluarga Bima diintimidasi, tapi gubernur Lampung membantah

Buntut dari viralnya video itu juru bicara keluarga TikToker Bima Yudho Saputro, Bambang Sukoco, mengatakan Gubernur Lampung Arinal Djunairi sempat berbicara dengan orangtua Bima setelah video pelajar di Australia itu viral.

Bambang menyebut kalau Arinal menuduh orangtua Bima tidak bisa mendidik anak.

Pernyataan itu disampaikan Arinal saat orangtua Bima dipanggil Wakil Bupati Lampung Timur, Azwar Hadi.

Di pertemuan tersebut, orangtua Bima meminta maaf kepada gubernur Lampung dan wakil bupati Lampung Timur apabila bahasa yang dipakai anaknya kurang tepat.

Saat dikonfirmasi soal dugaan intimidasi terhadap keluarga Bima, Gubernur Arinal membantah.

"Demi Tuhan, saya tidak melakukan itu [intimidasi kepada orangtua Bima]," tuturnya seperti dilansir Tribun Lampung pada Senin (17/04).

Dia bahkan meminta bukti jika dirinya betul melakukan intimidasi.

"Yang ngomong siapa? Harus ada bukti dong."

Baca juga:

Secara terpisah, Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan pemuda asal Lampung itu punya hak konstitusional dalam menyampaikan kritikan. Terlebih hal itu demi kemajuan dan perbaikan daerah.

Mahfud juga mengatakan "tidak akan tinggal diam" kalau ada aparat penegak hukum yang ikut-ikutan mengintimidasi keluarga Bima.

Sebelumnya, Bima berkata jika ada polisi yang mendatangi kantor ibunya dan meminta identitas dirinya mulai dari ijazah hingga buku rekening.

Sambil menangis dia mengatakan khawatir akan kondisi kedua orangtuanya.

"Bokap gua diancam loh, nyokap gua tenang-tenang saja. Cuma kayak, masak kayak gini banget sih."

Kekayaan Gubernur Arinal dikuliti di media sosial

Di media sosial, sejumlah akun membeberkan harta kekayaan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi.

Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan ke KPK pada 22 Maret 2022, Arinal tercatat memiliki harta kekayaan mencapai Rp22,6 miliar.

Dilansir dari laman elhkpn.kpk.go.id, Senin (17/04), Arinal mempunyai enam bidang tanah dan bangunan yang tersebar di sejumlah daerah.

Seperti Bandar Lampung, Lampung Selatan, Bogor, Tangerang dan Sleman dengan taksiran harga seluruhnya mencapai Rp7.090.120.000. Status aset ini merupakan milik sendiri.

Arinal juga mencantumkan kepemilikan Mobil Toyota Minibus tahun 2008 senilai Rp159.627.000; Mobil Toyota Camry tahun 2013 senilai Rp225.000.000; dan Mobil Honda BRV tahun 2016 senilai Rp110.000.000.

Lebih lanjut, Arinal mempunyai harta bergerak lainnya sebesar Rp320.186.200; kas dan setara kas Rp14.710.660.708; dan utang Rp14.891.336.

"Total harta kekayaan Rp22.600.702.572," demikian dilansir dari laman e-lhkpn KPK.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan