Konflik Palestina Vs Israel
Alasan Israel Ngeyel Tetap Serang Rafah, Netanyahu: Kami Bukan Budak AS
Terungkap alasan Perdana Menteri Israel Netanyahu ngeyel untuk tetap menyerang Rafah. Ia mengatakan Israel bukan negara yang diperbudak oleh AS.
Penulis:
Yunita Rahmayanti
Editor:
Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini terungkap percakapan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dengan pejabat Israel yang kesal karena Amerika Serikat (AS) berhenti mengirim bom berdaya ledak tinggi.
Pekan lalu terungkap bahwa Presiden AS, Joe Biden, memutuskan untuk menghentikan pengiriman bom setidaknya 1.800 bom dengan bobot 2.000 pon (907 kilogram) per bom, dan 1.700 bom dengan bobot 500 pon (226 kilogram) per bom.
Pada Rabu (8/5/2024), Joe Biden mengonfirmasi penundaan pengiriman bom tersebut dan Netanyahu menanggapinya pada Kamis (9/5/2025).
Saat itu, Netanyahu hanya mengatakan Israel siap berjuang sendiri tanpa bantuan bom berdaya ledak tinggi dari AS.
"Kita bukanlah negara yang diperbudak oleh Amerika Serikat," kata Netanyahu dalam pertemuan pemerintah Israel pekan lalu yang terungkap baru-baru ini, seperti dilaporkan Walla, Kamis (16/5/2024).
Dalam pertemuan itu, Netanyahu dan penasihatnya sekaligus Menteri Urusan Strategis Israel, Ron Dermer, terkejut dengan keputusan Joe Biden.
Mereka tidak menyangka Joe Biden berani memperingatkan Israel agar tidak menyerang Rafah atau AS akan menghentikan pengiriman bom tersebut.
AS sudah memberikan peringatan secara tidak langsung selama beberapa minggu sebelum Israel mulai menyerang Rafah pada 6 Mei 2024.
Namun, Israel meremehkan ancaman AS bahwa mereka tidak akan berani 'menghukum' Israel atas serangannya di Rafah.
"Joe Biden tidak akan berani melanjutkan langkah tersebut," menurut sumber informasi Israel yang mengutip perkataan Ron Dermer.
AS dan Israel terlibat perselisihan di mana AS menolak keinginan Israel untuk menyerang Rafah di Jalur Gaza selatan, yang diklaim Israel sebagai benteng terakhir gerakan Palestina, Hamas.
Baca juga: Netanyahu Tak Punya Malu Bohong soal Rafah, Klaim Sudah Evakuasi Warga Palestina dan Beri Bantuan
Sedangkan AS khawatir serangan di Rafah dapat membunuh 1,5 juta warga Palestina yang mengungsi ke Rafah, setelah melarikan diri dari pemboman Israel di berbagai wilayah Jalur Gaza.
Netanyahu Kesal saat AS Minta Israel Jangan Serang Rafah
Dalam pidato Kamis pekan lalu, Netanyahu dengan keras kepala menolak permintaan AS dan menolak tekanan dari sekutunya tersebut.
Ia mengingat bahwa Israel berani menolak beberapa keinginan AS di masa lalu.
Termasuk saat David Ben Gurion mendirikan Israel pada tahun 1948 dan menolak tentangan dari Menteri Luar Negeri AS saat itu, George Marshall, serta saat Netanyahu menolak perjanjian nuklir dengan Iran pada tahun 2015 seperti yang diminta oleh Presiden AS saat itu, Barack Obama.
Netanyahu dengan bangga mengatakan Israel siap melakukan apa pun untuk mempertahankan diri.
"Ketika ada hal-hal yang mengancam keberadaan kami, kami akan melakukan apa pun yang diperlukan," katanya dalam pertemuan pemerintah internal Israel pekan lalu, seperti diberitakan Sharq Press.
Ini bukan pertama kalinya AS menghentikan pengiriman senjata tertentu ke Israel sebagai penolakan terhadap keputusan Israel.
Hal serupa juga pernah terjadi di masa lalu setelah Israel mencaplok Dataran Tinggi Golan pada tahun 1982, Perdana Menteri Israel saat itu, Menachem Begin, marah saat Presiden AS saat itu, Ronald Reagan, menghentikan bantuan militer ke Israel.
Jumlah Korban
Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 35.233 jiwa dan 79.141 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Kamis (16/5/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).
Israel memperkirakan, kurang lebih ada 136 sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, lebih dari 8.000 warga Palestina yang masih berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023 lalu.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.