Konflik Palestina Vs Israel
AS dan Qatar Tunggu Klarifikasi Netanyahu Soal Pernyataan yang Dapat Ganggu Mediasi Gencatan Senjata
PM Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan yang dianggap dapat mengganggu proses mediasi gencatan senjata yang sedang berlangsung.
Penulis:
Whiesa Daniswara
Editor:
Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu diminta Amerika Serikat (AS) dan Qatar untuk mengklarifikasi pernyataannya yang dianggap dapat menganggu mediasi gencatan senjata.
Perlu diketahui, Netanyahu mengeluarkan pengumuman agresif saat putaran baru negosiasi untuk memulangkan para sandera di Gaza dimulai.
Dalam pernyataannya pada Minggu (7/7/2024), Netanyahu menekankan prinsip-prinsip apa saja yang tidak akan ditinggalkan Israel sebagai bagian dari perundingan dengan Hamas.
Berikut beberapa prinsip-prinsipnya yang disampaikan oleh kantor Netanyahu, dikutip dari Ynet:
1. Kesepakatan apa pun akan memungkinkan Israel untuk melanjutkan pertempuran hingga semua tujuan perang tercapai.
2. Tidak akan ada penyelundupan senjata ke Hamas dari Mesir ke perbatasan Gaza.
3. Tidak akan ada lagi ribuan anggota Hamas bersenjata yang kembali ke Jalur Gaza utara.
4. Israel akan memaksimalkan jumlah sandera hidup yang akan dibebaskan dari penahanan Hamas.
5. Rencana yang telah disetujui oleh Israel dan disambut baik oleh Presiden AS Joe Biden akan memungkinkan Israel untuk mengembalikan sandera tanpa melanggar tujuan perang lainnya.
Prinsip Netanyahu soal "tidak akan ada lagi ribuan anggota Hamas bersenjata yang kembali ke Jalur Gaza utara", dianggap dapat menghambat proses mediasi gencatan senjata.
Artinya, dalam praktiknya, IDF akan menjadi pihak yang mengawasi pengembalian warga Gaza ke Jalur Gaza utara, melalui kendali atas Koridor Netzarim yang memisahkan wilayah ini dari wilayah Jalur Gaza lainnya.
Baca juga: Oposisi Israel Tawarkan Benjamin Netanyahu Jaring Pengaman Politik untuk Gencatan Senjata di Gaza
Hamas, yang menuntut pengembalian semua pengungsi ke rumah mereka, diperkirakan akan menentang kendali IDF yang terus berlanjut atas koridor tersebut selama gencatan senjata.
Para pejabat di sistem politik dan keamanan terkejut dengan pengumuman Netanyahu mengenai "garis merah" untuk negosiasi pembebasan para sandera.
Pengumuman itu disampaikan tak lama setelah Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant serta personel militer bertemu untuk menilai situasi menjelang negosiasi baru.
Mendengar pengumuman Netanyahu itu, AS dan Qatar menunggu untuk mendengar klarifikasi dari Kepala Mossad, David Barnea yang akan datang ke Doha untuk membahas gencatan senjata pada Rabu (10/7/2024).
Amerika Serikat dan mediator lainnya menganggap "sangat penting" pertemuan puncak di Qatar pada hari Rabu.
Para negosiator sedang menunggu untuk mendengar dari Barnea tentang seberapa fleksibel Israel dalam menghadapi masing-masing isu yang masih menjadi sengketa.
Dikutip dari Haaretz, para mediator juga ingin mendengar apakah Israel memiliki saran-saran praktis untuk menyelesaikan masalah dan memajukan negosiasi setelah pernyataan Netanyahu.
Pimpinan Hamas di luar negeri telah mengatakan kepada para pemimpin faksi yang berbasis di Gaza, peluang mencapai kesepakatan gencatan senjata penyanderaan kini tipis, setelah pernyataan Netanyahu.
Sumber-sumber Israel mengatakan pada hari Senin, rencana yang disetujui bersama masih dapat dicapai, tetapi akan mengorbankan koalisi yang runtuh.
"Masalahnya saat ini bukanlah kemampuan untuk mencapai rencana yang disepakati."
"Bagi Netanyahu, masalahnya adalah dia tidak akan memiliki pemerintahan jika dia melakukan kesepakatan. Itu adalah keputusan politik yang harus dia buat," kata seorang sumber.
Baca juga: Tentara Israel Mengubah Gaza Jadi Zona Bebas Menembak Dipenuhi Mayat, Hancurkan Rumah Jadi Hiburan
Dengan satu atau lain cara, Israel mengadakan serangkaian pertemuan untuk memajukan kesepakatan tersebut.
Sebuah sumber Israel mengatakan, tiga minggu ke depan akan melihat banyak pertemuan, terutama di tingkat tim kerja, dalam upaya untuk menuntaskan rincian proposal yang dibuat oleh Presiden AS Joe Biden pada bulan Mei.
Kepala CIA William Burns akan tiba di Doha pada hari Selasa dan bertemu dengan Perdana Menteri Qatar Mohammed Al Thani.
"Semua pihak menunggu kabar bahwa Barnea akan hadir setelah deklarasi Netanyahu," kata seorang sumber asing yang mengetahui pembicaraan tersebut.
"Masih ada peluang untuk mencapai rencana yang dapat diterima semua pihak, tetapi pernyataan Netanyahu tentu saja tidak membantu memajukan pembicaraan."
"Sebaliknya, pernyataan itu telah memperdalam kurangnya rasa percaya di antara para pihak dan telah mempersulit kemampuan kami untuk melakukan negosiasi," pungkasnya.
Baca juga: Bagaimana Serangan Drone Israel Bunuh Jurnalis Gaza, Kesaksian Korban Selamat & Analisis Audiovisual
Serangan Terbaru Israel juga Hambat Perundingan

Pimpinan Hamas, Ismail Haniyeh mengatakan serangan baru Israel di Gaza pada Senin kemarin dapat mengancam perundingan gencatan senjata di saat yang krusial.
Serangan itu terjadi ketika pejabat senior AS berada di wilayah tersebut untuk mendesak gencatan senjata setelah Hamas membuat konsesi besar minggu lalu.
Hamas mengatakan serangan baru itu tampaknya dimaksudkan untuk menggagalkan perundingan dan meminta mediator untuk mengendalikan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Serangan itu "bisa membawa proses negosiasi kembali ke titik awal".
"Netanyahu dan tentaranya akan memikul tanggung jawab penuh atas kegagalan jalur ini," kata Hamas mengutip pernyataan pemimpin Ismail Haniyeh, dikutip dari Reuters.
Kota Gaza, di utara daerah kantong Palestina, merupakan salah satu target pertama Israel pada awal perang di bulan Oktober.
Namun, bentrokan dengan militan di sana terus berlanjut dan warga sipil mencari perlindungan di tempat lain, sehingga menambah gelombang pengungsian. Sebagian besar kota tersebut hancur.
Baca juga: Potensi Perang Hizbullah-Israel, Iran Siap Lindungi Lebanon jika Ada Serangan Besar
Invasi Ulang Kota Gaza

Seperti yang diketahui, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) kembali melakukan invasi ulang di Kota Gaza.
Barisan tank-tank milik IDF telah maju jauh ke jantung Kota Gaza dari berbagai arah.
Dikutip dari Arab News, penduduk mengatakan pertempuran sengit antara Hamas dengan IDF di Kota Gaza pagi ini menjadi paling berat sejak 7 Oktober.
Layanan Darurat Sipil Gaza mengatakan mereka yakin puluhan orang tewas tetapi tim darurat tidak dapat menjangkau mereka.
Tank-tank Israel sejauh ini ditempatkan di beberapa area Tel Al-Hawa dan Sabra, tetapi belum maju jauh ke dalam tiga distrik lainnya.
Penduduk setempat menambahkan, beberapa bangunan bertingkat telah hancur akibat serangan ini.
Salah satu dorongan tank Israel, kata penduduk, berasal dari arah timur, mendorong orang-orang ke jalan barat dekat Mediterania.
Militer Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan, mereka telah melancarkan operasi terhadap infrastruktur militan di Jalur Gaza.
Saat ini, kata militer, pihaknya telah melumpuhkan lebih dari 30 pejuang yang menjadi ancaman bagi pasukan Israel.
Serangan baru Israel itu terjadi saat Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat meningkatkan upaya untuk memediasi perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Penduduk Gaza mengatakan tank-tank bergerak maju dari sedikitnya tiga arah dan mencapai jantung Kota Gaza, didukung oleh tembakan gencar Israel dari udara dan darat.
Hal itu memaksa ribuan orang keluar dari rumah mereka untuk mencari tempat berlindung yang lebih aman, yang bagi banyak orang mustahil ditemukan, dan beberapa tidur di pinggir jalan.
Petugas medis di Rumah Sakit Baptis Arab Al-Ahli di Kota Gaza harus mengevakuasi pasien ke Rumah Sakit Indonesia yang sudah penuh sesak dan kurang lengkap di Jalur Gaza utara, kata pejabat kesehatan Palestina.
(Tribunnews.com/Whiesa)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.