Senin, 6 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Putra Mahkota Arab Saudi Takut Dibunuh jika 'Berteman' dengan Israel, Teringat Nasib Anwar Sadat

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman takut dibunuh jika menormalisasi hubungan dengan Israel. Ia teringat nasib Presiden Mesir Anwar Sadat.

Sergei SAVOSTYANOV / POOL / AFP
Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman menghadiri pertemuan dengan Presiden Rusia di Riyadh pada 6 Desember 2023. Mohammed bin Salman takut dibunuh jika normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel, teringat nasib Presiden Mesir Anwar Sadat yang dibunuh setelah berdamai dengan Israel. 

TRIBUNNEWS.COM - Putra Mahkota Arab Saudi sekaligus Perdana Menteri Arab Saudi, Mohammed bin Salman, dikabarkan takut dibunuh jika ia menormalisasi hubungan dengan Israel.

"Dia mempertaruhkan nyawanya dalam mencapai kesepakatan besar dengan Amerika Serikat (AS) dan (sekutunya) Israel yang mencakup normalisasi hubungan Saudi-Israel," lapor surat kabar Amerika Serikat (AS), Politico, mengutip sumber Kongres AS pada Rabu (14/8/2024).

Menurut laporan Politico, Mohammed bin Salman menyampaikan kekhawatirannya kepada Kongres AS dapat ia dapat berakhir seperti Presiden Mesir Anwar Sadat.

Anwar Sadat yang dibunuh saat menghadiri parade militer Mesir tahun 1981 setelah membuat perjanjian damai dengan Israel melalui Perjanjian Camp David dengan Perdana Menteri Israel saat itu, Menachem Begin, pada 17 September 1978.

Mohammed bin Salman juga bertanya kepada Kongres AS tentang apa yang dilakukan AS untuk melindungi Anwar Sadat.

Ketika membahas ketakutannya, Mohammed bin Salman menegaskan perlunya mencapai kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza.

Ia juga menekankan bahwa perjanjian itu harus mencakup jalan nyata untuk mendirikan negara Palestina.

Sementara itu pejabat Israel mengomentari berita tersebut dengan mengatakan ada beberapa kondisi yang tidak bisa memenuhi syarat dari Arab Saudi, termasuk pendirian negara Palestina.

"Kami memahami bahwa pemerintah Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Israel semuanya tertarik untuk mempertimbangkan kesepakatan yang mencakup masalah bilateral antara Amerika Serikat dan Arab Saudi serta normalisasi Israel-Saudi. Namun, diperlukan kondisi tertentu untuk mencapai kesepakatan seperti itu, yang tidak semuanya ada saat ini,” kata pejabat Israel menanggapi artikel tersebut, dikutip dari Alhurra.

Perjanjian Rahasia Arab Saudi, AS, Israel

Mohammed bin Salman bertekad untuk mencapai kesepakatan besar dengan AS dan Israel meski nyawanya menjadi taruhan, menurut Politico.

Baca juga: Arab Saudi Kecam Penyerbuan Al-Aqsa oleh Ben Gvir, Penting Hormati Status Quo Historis Yerusalem

Politico berpendapat hal ini dilakukan karena kerja sama tersebut sangat penting bagi masa depan Arab Saudi.

Garis besar perjanjian rahasia ini muncul dalam berbagai laporan.

Di antaranya komitmen AS kepada Arab Saudi termasuk jaminan keamanan, bantuan program nuklir sipil, dan investasi ekonomi di bidang-bidang seperti teknologi.

Beberapa laporan mengatakan Arab Saudi akan membatasi hubungannya dengan China dan akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Namun, Mohammed bin Salman kesal karena Israel mengecualikan syarat dari Arab Saudi yaitu mendirikan negara Palestina.

"Cara dia mengatakannya adalah, 'Orang Saudi sangat peduli tentang ini, dan seluruh Timur Tengah sangat peduli tentang ini, dan masa jabatan saya sebagai penjaga tempat-tempat suci Islam tidak akan aman jika saya tidak mengatasi masalah keadilan yang paling mendesak di kawasan kita,'" kata sumber Politico menirukan perkataan Mohammed bin Salman.

Jumlah Korban di Jalur Gaza

Saat ini, Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 39.929  jiwa dan 92.240 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (14/8/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Pune News.

Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023) untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.

Israel memperkirakan kurang lebih ada 120 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved