Senin, 11 Agustus 2025

Anies Baswedan menanti restu Megawati untuk bertarung di Pilkada Jakarta - ‘Mau ikut jadi PDI Perjuangan atau mau mendompleng saja?’

Anies Baswedan urung diumumkan PDI Perjuangan (PDIP) sebagai calon gubernur DKI Jakarta untuk Pilkada 2024 pada Senin (26/08). Dia…

BBC Indonesia
Anies Baswedan menanti restu Megawati untuk bertarung di Pilkada Jakarta - ‘Mau ikut jadi PDI Perjuangan atau mau mendompleng saja?’ 

Gambaran positif yang dimaksud yakni adanya kecocokan antara PDIP dengan Anies Baswedan secara ideologi partai, sehingga tinggal menunggu proses di internal PDIP yang sedang berjalan, sambung Angga ketika dihubungi BBC News Indonesia, Minggu (25/08).

Apa arti putusan MK dan PKPU terbaru dalam pilkada?

Dalam pidatonya berdurasi lebih dari satu jam, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sempat menyentuh topik protes dari masyarakat ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berusaha menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang peraturan Pilkada 2024 antara lain ihwal ambang batas suara untuk pencalonan dan batas umur.

“Alhamdulillah, MK, hakim-hakimnya, ternyata masih punya nurani dan keberanian,” ujar Megawati.

“Saya beribu-ribu terima kasih sama hakim-hakim MK, masih punya nurani.”

Putusan MK pada Selasa (22/08) memang menguntungkan PDIP. Pada konteks Pilgub Jakarta, misalnya, PDIP sekarang bisa mengusung calon sendiri dan tidak perlu berkoalisi dengan partai lain.

Di sisi lain, peluang Anies Baswedan untuk bertarung memperebutkan kursi gubernur Jakarta menjadi terbuka setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan akan mengubah aturannya.

Aturan itu menyangkut ambang batas parlemen dan syarat batas minimal usia kepala daerah, seperti yang diputuskan MK.

Keputusan KPU ini, kata sejumlah pengamat politik, bakal mengubah konstelasi peta pencalonan kepala daerah di Pilkada 2024.

Khusus untuk Jakarta, para pakar menilai Anies Baswedan akan menjadi pesaing baru yang diusung oleh PDI Perjuangan beserta partai non-parlemen.

Namun demikian, pengamat politik meminta DPR dan KPU agar konsisten menjalankan putusan MK itu.

Itu artinya, tidak ada lagi perubahan keputusan lewat "pintu belakang" di waktu-waktu krusial seperti yang terjadi ketika membahas RUU Omnibus Law, kata pakar politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Devi Darmawan.

Sebab jika tak diimplementasikan, maka apa yang disebutnya sebagai gelombang amuk massa lebih besar bisa saja terjadi. Pasalnya, efek yang dibawa oleh putusan MK membawa perubahan besar dalam konstelasi Pilkada 2024.

"Karena gap [jarak] ambang batasnya besar [untuk bisa mengusung calon kepala daerah sendiri]," ujar Devi kepada BBC News Indonesia, Minggu (25/08).

Pengamat politik dari BRIN, Aisah Putri Budiatri, sependapat.

Ia menjelaskan, PKPU terbaru yang memuat putusan MK nomor 60 dan 70 tersebut tidak hanya berdampak di Pilkada 2024 namun juga di pilkada lima tahun mendatang.

Di masyarakat, katanya, setidaknya saat ini sudah ada semacam gambaran bahwa mereka akan disuguhkan kandidat-kandidat yang lebih bervariasi. Tidak hanya didominasi oleh calon tertentu saja.

Sedangkan bagi partai non-parlemen yang tidak memiliki kursi, mereka punya mimpi untuk memajukan calon sendiri di pemilihan kepala daerah.

Dan hal itu, sebutnya, menjadi "bargaining politik" ketika terlibat dalam pilkada.

Sebab kalau berkaca pada pemilihan kepala daerah sebelum-sebelumnya, partai non-parlemen seperti tidak punya eksistensi di tengah publik lantaran tak bisa mengusung kandidatnya sendiri.

"Ini suatu hal yang dulu pun tidak terbayang partai politik non-parlemen bisa ikut terlibat dalam kompetisi di pilkada," ucapnya kepada BBC News Indonesia.

"Sekarang mereka bisa menunjukkan eksistensinya di ruang publik dengan mendorong kandidat. Situasi ini memberikan bobot lebih dalam pilkada."

"Misalnya ketika mereka mau mengusung nama dengan berkoalisi dengan partai lain, saya bisa kok ikut bantu karena punya suara untuk pilkada."

"Dan itu akan membangun kualitas partai politik perlahan-lahan, karena kompetisi tidak hanya dikuasai partai-partai besar."

Selain berdampak ke masyarakat dan partai non-parlemen, putusan MK yang dituangkan dalam PKPU juga diyakini bakal membuka peluang bagi kandidat yang populer namun tidak masuk dalam partai besar, untuk berkompetisi.

Ia mencontohkan apa yang terjadi pada Anies Baswedan.

Dalam kasus Anies, langkahnya untuk maju dalam pemilihan gubernur-wakil gubernur Jakarta sempat dijegal setelah dua partai yang sempat mengusungnya yakni Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memutuskan hengkang dan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

"Dia [Anies] enggak punya partai politik, tapi sekarang jadi berpeluang, paling tidak bisa membawa partai non-pemerintah dan partai parlemen yang ditinggal dari koalisi besar."

"Ini pun memberikan napas lebih panjang bagi PDIP dan Anies untuk bisa terlibat di pilkada."

"Dan bisa jadi situasi yang sama teraplikasi di banyak daerah lain, karena KIM Plus enggak hanya di wilayah besar kayak Jawa Tengah, Jakarta, tapi hampir di banyak wilayah bahkan kabupaten/kota."

Seberapa besar peluang Anies maju dalam pilkada Jakarta?

Aisah Putri Budiatri menilai peluang PDIP mengusung Anies Baswedan sebagai calon gubernur untuk bertarung di pilkada Jakarta masih 50:50.

Ini karena ada beberapa pertimbangan: antara ingin betul-betul menang mutlak atau masih dibayang-bayangi peristiwa kekalahan pilkada Jakarta tahun 2017.

Jika PDIP berkeinginan untuk mempertahankan atau mengembalikan posisi strategisnya di level nasional dengan memenangkan Jakarta, maka sosok Anies Baswedan menjadi krusial alias penting, kata Aisah.

Sebab bagaimana pun, katanya, tak bisa dipungkiri bahwa elektabilitas Anies paling tinggi di antara lawan-lawannya yang lain.

Hal itu merujuk pada survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) yang menunjukkan dukungan warga Jakarta terhadap Anies mencapai 42,8%, unggul 8% jika berhadapan dengan Ridwan Kamil yang mendapatkan 34,9%.

"Begitu pun Anies melihat hanya punya peluang lewat PDIP, dia juga harus punya dukungan dong di kursi parlemen jika terpilih. Jadi partai parlemen tetap perlu buat siapa pun."

"Ini yang membuat PDIP jadi kunci buat Anies."

Namun Aisah meyakini keputusan apakah PDIP bakal mengusung Anies tidak akan berjalan mulus-mulus saja.

Dinamika internal PDIP, apalagi mengingat kekalahan kadernya Basuki Tjahaja Purnama di pilkada tahun 2017 dan secara tak langsung meruntuhkan "kesombongan PDIP" yang sedang di berada atas angin kala itu, pasti masih membayang-bayangi beberapa pihak untuk bisa menerima Anies.

Belum lagi, pertimbangan presiden terpilih Prabowo Subianto ingin menjalin relasi yang baik dengan partai-partai lain demi kelangsungan pemerintahannya ke depan.

"Ketika PDIP mengusung Anies Baswedan yang pasti berhadapan dengan KIM Plus, akan membuat jarak makin renggang antara Prabowo dengan Megawati."

"Apalagi Anies bukan orang PDIP, yang dikhawatirkan akan jadi Jokowi jilid 2."

Itu mengapa, baginya, semua bergantung pada tujuan utama PDIP.

"Intinya PDIP punya misi di Jakarta bagaimana dari Anies, dan enggak ada masalah. Seperti yang disampaikan Pak Hasto misalnya masalah tata ruang, keberpihakan pada rakyat kecil, dan Pak Anies sudah mengerjakan itu."

"Jadi tidak ada perbedaan signifikan antara PDIP dan Pak Anies. Itu aja sih yang diobrolin kemarin, mencocokkan hal-hal tersebut dan alhamdulilah tidak ada masalah."

Dan ketika ditanya apakah Anies Baswedan akan "dimerahkan" dengan menjadi kader PDIP, Angga mengatakan "Anies terbuka dengan pilihan itu selama memang diperlukan".

Politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno, menyebut nama Anies Baswedan masuk dalam "short list" dan peluangnya "cukup besar" menjadi calon gubernur.

Proses pematangan, sambungnya, masih berlanjut karena ada hal-hal yang secara ideologis harus disamakan titik tolak narasi dan diksinya.

Yang pasti, klaim Hendrawan, pengumuman nama jagoan yang akan maju dalam pilkada Jakarta "akan segera disampaikan lantaran tenggat waktu segera tiba".

Untuk diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta akan membuka pendaftaran bagi kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur mulai Selasa-Kamis atau 27-29 Agustus 2024 mendatang.

‘Kawan dan lawan selalu tipis perbedaannya di politik’

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Jakarta, Ujang Komarudin menyebut PDIP jelas-jelas tidak ingin ditunggangi siapa pun sehingga wajar apabila masih terjadi tarik menarik antara partai itu dan Anies Baswedan.

“Bisa jadi Anies belum punya kartu anggota PDIP, belum punya KTA [Kartu Tanda Anggota]. Sehingga PDIP pun tidak mau hanya dijadikan kendaraan saja oleh Anies, hanya dijadikan tiket saja oleh Anies dan tidak ada komitmen apa-apa,” tutur Ujang ketika dihubungi pada Senin (26/08).

“Sedangkan [apabila Anies] jadi kader paling tidak ada ikatan.”

Meski begitu, Ujang mengingatkan bahwa kader pun masih tetap harus diwaspadai PDP (“Jokowi bisa membakar rumah PDIP, apalagi bukan kader.”

Ujang menyebut beberapa nama yang bisa diusung PDIP dari kader-kadernya sendiri antara lain Ahok, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan Abdullah Azwar Anas yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

PDIP, imbuhnya, menginginkan Anies untuk mengikuti garis-garis formal partai mengingat partai itu melihat selama ini "ada kader yang dibesarkan [partai] lalu mbalelo".

Di sisi lain, Ujang melihat baik Anies maupun PDIP sama-sama berkepentingan ingin melawan Jokowi. Sehingga, kata dia, kedua belah pihak dapat mencari pembenaran untuk berkoalisi.

“Padahal sebelumnya berseteru… di situlah politik sangat pragmatis. Kawan dan lawan selalu tipis perbedaannya di politik,” tandasnya.

Terpisah, Silvanus Alvin, pengamat komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara, menyebut PDIP sebaiknya tetap mencalonkan kadernya sendiri untuk Pilkada di Jakarta apalagi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang dikawal publik.

"Karena nanti akan jadi preseden negatif bahwa lebih baik terkenal ketimbang berproses dalam pendewasaan politik. Oleh karena itu, PDIP sebaiknya mencari kandidat dari internalnya sendiri saja," ujar Silvanus pada Senin (26/08).

“Kalau saya menduga bahwa Megawati tetap memilih kader internalnya sendiri.”

Silvanus menjelaskan Megawati memiliki pertimbangan setelah sebelumnya mendukung Jokowi untuk maju sebagai presiden pada 2014 karena dia saat itu sangat populer.

“Meski Jokowi pada akhirnya membawa PDIP ke kemenangan, hubungan Megawati dengan Jokowi sempat dilanda ketegangan. Megawati mungkin berhati-hati agar tidak mengulangi situasi serupa dengan Anies, apalagi jika Anies nanti menunjukkan independensi yang berlebihan setelah terpilih,” ujarnya.

Kehati-hatian dalam pengambilan keputusan ini, menurut Silvanus, mencerminkan betapa pentingnya keputusan siapa kandidat pilkada di Jakarta bagi masa depan PDIP dan Megawati.

"Jika Megawati akhirnya memutuskan untuk mendukung Anies, itu akan menjadi keputusan yang penuh perhitungan, dengan mempertimbangkan banyak variabel politik yang kompleks. Plus, kalau di akhir-akhir maka sorotan ke PDIP akan lebih masif, baik dari media dan publik.”

Bagaimana dengan kelangsungan koalisi KIM Plus?

Menyikapi perubahan konstelasi politik pilkada usai disahkannya PKPU yang memuat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan soal kemungkinan berhadapan dengan Anies Baswedan, Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono mengeklaim Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus tidak akan pecah untuk memenangkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono.

"Enggak segampang itulah [KIM Plus terpecah], KIM Plus bukan hanya bertujuan sesaat," ujar Dave Laksono lewat pesan singkat kepada BBC News Indonesia, Minggu (25/08).

Deputi Bappilu Partai Demokrat, yang tergabung dalam KIM Plus, Kamhar Lakumani, juga menjelaskan sejak awal sudah ada kesepahaman di antara partai-partai yang bergabung dalam Pilpres 2024 agar "sedapat mungkin terjalin koalisi yang linear antara pilpres dan pilkada".

Akan tetapi, menurutnya, partai-partai dalam koalisi menyadari bahwa konstelasi politik antara pusat dengan daerah berbeda.

Karena itu, sekalipun semua partai berkomitmen untuk sejalan, namun kenyataannya tidak semua bisa seiringan. Terutama di pemilihan kabupaten/kota.

"Tapi untuk daerah-daerah yang menjadi barometer utama, sedapat mungkin berada dalam koalisi yang sama," ucap Kamhar kepada BBC News Indonesia.

"Misalnya untuk Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Jawa Barat, termasuk Jakarta."

Dan meskipun adanya putusan MK yang menyangkut ambang batas parlemen -yang artinya makin banyak partai politik bisa mengajukan kandidatnya sendiri - tapi Demokrat, klaimnya, berkomitmen untuk "tetap istiqomah" dengan KIM Plus, terutama di Pilkada Jakarta.

Tujuannya, kata dia, demi memudahkan pelaksanaan program-program prioritas nasional di pemerintahan Prabowo-Gibran.

"Itu yang jadi semangat partai-partai yang tergabung di KIM Plus."

"Tidak ada kaitannya dengan [pembagian jatah kursi kabinet]."

Kamhar juga menyakini sikap serupa diambil oleh partai-partai koalisi yang baru bergabung seperti NasDem, Partai Keadilan Sejahtara (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Ketiga partai itu disebut akan tetap solid memenangkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono seperti yang disepakati dalam deklarasi beberapa waktu lalu.

"Kami percaya partai-partai yang kemarin sudah deklarasi dan tandatangan pakta integritas tetap komit."

Saat ditanyakan bagaimana jika Anies Baswedan diusung oleh PDIP dan partai non-parlemen, Kamhar mengatakan "menghormati siapa pun pasangan yang dicalonkan oleh PDIP".

Koalisi KIM Plus pun, katanya, telah sejak awal menyiapkan skenario untuk menang dengan siapa pun kompetitornya.

"Kami optimistis bahwa pasangan calon yang kami usung yang dibutuhkan Jakarta."

Untuk diketahui, parpol yang gabung dalam KIM Plus di antaranya Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Selain itu, ada juga Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Gelombang Rakyat (Gelora), Partai Garuda, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan