Reynhard Sinaga Pemerkosa Berantai
Media Asing Sorot Upaya Indonesia Pulangkan Predator Seks Reynhard Sinaga dari Penjara Inggris
Media asing sorot upaya pemerintah Indonesia memulangkan predator seks, Reynhard Sinaga dari penjara Inggris.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Pravitri Retno W
Ia menargetkan pria mabuk atau yang tersesat di luar kelab malam dan pub.
Saat itu, ia sedang menempuh pendidikan doktor di Universitas Leeds.
Dikutip dari laporan The Guardian yang dipublikasikan pada Senin (6/1/2020), Reynhard Sinaga merayu korbannya untuk datang ke flatnya dengan kedok sebagai "orang Samaria yang baik hati," lalu membius mereka dan menyerang saat korban pingsan.
Ia membius dan menyerang korban di apartemennya di pusat kota Manchester setelah mengundang mereka untuk menginap.
Dalam aksinya, predator seks ini merekam tindakannya menggunakan dua telepon genggam, dan sebagian besar korban tidak sadarkan diri saat diserang.
Sebagian besar korbannya adalah pria Inggris kulit putih, heteroseksual, berusia antara 18 hingga 36 tahun, dengan rata-rata usia 21 tahun.
Reynhard Sinaga ditangkap pada Juni 2017, setelah salah satu korbannya terbangun dan melaporkan kejadian tersebut ke polisi.
Setelah ditangkap, polisi menemukan 3,29 terabyte rekaman yang menunjukkan aksi rudapaksa terhadap para korban yang sedang tidur atau pingsan.
Polisi menduga Sinaga menggunakan GHB untuk membius para korban, meskipun bukti konkret tidak ditemukan, dikutip dari The Guardian.
Hakim menggambarkan Sinaga sebagai individu yang sangat berbahaya, licik, dan tidak menunjukkan penyesalan.
Ia dijatuhi hukuman minimal 30 tahun penjara dan kemungkinan tidak akan pernah dibebaskan.
Saat ini, Reynhard menjalani hukumannya di HMP Wakefield di Yorkshire, sebuah penjara dengan tingkat keamanan tertinggi di Inggris, yang menampung sekitar 800 narapidana, termasuk beberapa pelaku pelanggaran berat.
Pada 4 Juli 2023, Reynhard menjadi korban serangan oleh narapidana lain, Jack McRae, seperti dilaporkan oleh Manchester Evening News.
Akibat serangan tersebut, yang hampir merenggut nyawanya, Reynhard Sinaga dilaporkan mengalami tekanan psikologis.
Korban-korban Sinaga menceritakan dampak psikologis yang mereka alami, mulai dari depresi, kecemasan, hingga gangguan sosial.
Beberapa korban bahkan berusaha bunuh diri karena trauma yang mereka alami.
Kasus ini memicu seruan untuk meninjau kembali pengendalian terhadap zat seperti GHB, yang diyakini telah digunakan Sinaga untuk membius korbannya.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.