Konflik Suriah
Bentrokan Berdarah di Suriah, Pasukan Keamanan Vs Pejuang Pro-Assad
pertempuran sengit pecah antara pasukan keamanan Suriah dan kelompok bersenjata yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad di wilayah pesisir Suriah.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Pada Kamis (6/3/2025), pertempuran sengit pecah antara pasukan keamanan Suriah dan kelompok loyalis Presiden Bashar al-Assad di wilayah pesisir Suriah.
Bentrokan ini terjadi di provinsi Latakia dan Tartus, daerah yang dikenal sebagai basis dukungan utama bagi keluarga al-Assad yang berasal dari sekte minoritas Alawite.
Pada Jumat (7/3/2025), kekerasan semakin meluas.
Aksi penyerangan terhadap desa-desa seperti Sheer, Mukhtariyeh dan Haffah yang menewaskan puluhan orang, terutama pria yang dipisahkan dari wanita dan anak-anak di Mukhtariyeh.
Kekerasan ini telah menewaskan lebih dari 130 orang dalam dua hari pertempuran, Al Jazeera melaporkan.
Pemerintah Suriah melalui kantor berita SANA mengonfirmasi kekerasan ini terjadi setelah kelompok yang tidak terorganisir menyerang pasukan keamanan.
Sumber-sumber keamanan di sana berusaha untuk menghentikan pelanggaran lebih lanjut.
Sayangnya upaya ini belum bisa mengendalikan situasi.
Menurut juru bicara Kementerian Pertahanan Suriah, Hasan Abdel-Ghani, kelompok yang mendukung Assad melakukan serangan terorganisir terhadap pos-pos keamanan.
Beberapa serangan berfokus pada wilayah Jableh dan pedesaan sekitar.
Korban tewas dilaporkan oleh kedua belah pihak, terdiri dari pasukan keamanan juga warga sipil.
Baca juga: Ahmad al-Sharaa Kerahkan Kendaraan Lapis Baja Serbu Desa-desa Kelompok Minoritas Alawite Suriah
Pihak berwenang Suriah tidak memberikan angka resmi mengenai jumlah korban tewas.
Akan tetapi menurut laporan dari Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), lebih dari 130 orang telah tewas.
Presiden sementara Suriah Terguncang
Bentrokan ini mengguncang upaya Presiden sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa, untuk mengonsolidasikan kekuasaan.
Pemerintah Suriah kini menghadapi tantangan besar, dengan upaya untuk mencabut sanksi internasional dan mengatasi kerusuhan domestik.
Jam Malam
Jam malam diberlakukan di kota pesisir seperti Latakia dan Tartus pada Jumat (7/3/2025), sementara bentrokan terus berlanjut di beberapa lokasi.
Kekerasan ini juga mengguncang stabilitas regional.
Sejumlah warga Suriah yang mencari perlindungan mulai mendatangi pangkalan udara Rusia di Jableh, mengingat peran Moskow yang mendukung al-Assad sejak 2015.
Reaksi Sejumlah Negara
Dalam sebuah pernyataan, Rusia menyatakan siap untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait guna mengurangi ketegangan dan menghentikan pertumpahan darah lebih lanjut.
Iran, sebagai sekutu utama Suriah, mengeluarkan peringatan pada hari Jumat bahwa kekerasan ini dapat menambah ketidakstabilan regional.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, menegaskan bahwa negara tersebut menentang segala bentuk kekerasan dan mengutuk serangan terhadap warga sipil yang tidak bersalah.
Sementara itu, negara tetangga, Turki, turut mengingatkan bahwa provokasi yang terjadi di Latakia dapat mengancam perdamaian Suriah dan kawasan tersebut.
Turki juga menekankan pentingnya menjaga stabilitas dan menghentikan provokasi yang dapat memperburuk situasi.
Sejak kejatuhan al-Assad, komunitas Alawite, yang selama ini berkuasa di Suriah, telah menjadi sasaran serangan.
Aktivis setempat melaporkan bahwa kelompok mereka, terutama di wilayah pedesaan Homs dan Latakia, sering kali menjadi target kekerasan dari berbagai pihak.
Sementara Presiden sementara Suriah berjanji untuk menjalankan pemerintahan secara inklusif, tidak ada pertemuan yang diumumkan antara al-Sharaa dan tokoh-tokoh senior dari komunitas Alawite, berbeda dengan pendekatan terhadap kelompok minoritas lainnya seperti Kurdi, Kristen, dan Druze.
Selama pemerintahan al-Assad, kelompok Alawite memiliki posisi penting dalam militer dan badan keamanan negara.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.