Konflik Rusia Vs Ukraina
Rusia dan Ukraina Sepakat Tukar Ribuan Tahanan Perang, Terbesar sejak Invasi 2022
Rusia dan Ukraina sepakat melakukan pertukaran tahanan besar-besaran sebanyak. 1.000 tawanan usai menggelar pembicaraan damai di Istanbul, Turki
Penulis:
Namira Yunia Lestanti
Editor:
Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Rusia di bawah kepemimpinan Presiden Vladimir Putin sepakat melakukan pertukaran tahanan besar-besaran sebanyak 1.000 tawanan dengan militer Ukraina.
Gagasan ini terungkap setelah delegasi Rusia dan Ukraina menggelar pembicaraan damai di Istanbul, Turki pada Jumat (16/5/2025).
Semula Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan hadir untuk berunding secara langsung dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Namun Putin menolak hadir dalam perundingan tersebut, ia justru mengirim delegasi yakni
Presiden Vladimir Medinsky untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan Rustem Umerov di Istanbul, Turki.
Kendati Putin tidak hadir dan hanya mengirimkan barisan "dekoratif", namun dalam kesempatan itu kedua negara sepakat untuk melakukan pertukaran tahanan sebanyak 1.000 orang.
Dia berujar hal itu akan terjadi dalam beberapa hari mendatang. Jadi pertukaran tahanan terbesar dalam perang yang telah berlangsung tiga tahun itu.
"Pertemuan telah selesai. Kami membahas gencatan senjata dan pertukaran tahanan. Saat ini, kami telah sepakat menukar 1.000 tahanan dengan 1.000 tahanan dan Ini adalah hasil pertemuan kami,” kata Umerov dalam jumpa pers, seperti dikutip Time.com.
“Ini adalah hasil pertemuan kami," tegasnya.
Ukraina Gagal Capai Gencatan Senjata
Sayangnya dalam pertemuan kali ini upaya untuk mencapai gencatan senjata atau pertemuan tingkat presiden belum membuahkan hasil.
Upaya ini gagal mencapai kesepakatan karena perbedaan pandangan yang signifikan antara kedua belah pihak.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.178: Ukraina Gagal Capai Gencatan Senjata dengan Rusia di Istanbul
Adapun Ukraina mengusulkan gencatan senjata selama 30 hari, tetapi Rusia menolaknya dan mengajukan tuntutan yang dianggap melanggar kedaulatan Ukraina, termasuk penarikan pasukan dari wilayah timur yang diduduki.
Selain itu Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengkritik Rusia karena mengirim delegasi tingkat rendah dan menolak pertemuan langsung.
Ia menilai langkah tersebut menunjukkan ketidaksungguhan Moskow dalam mencari solusi damai.
Meskipun tidak ada kesepakatan mengenai gencatan senjata, kedua pihak sepakat untuk menyusun proposal tertulis mengenai syarat-syarat gencatan senjata sebagai dasar untuk perundingan selanjutnya.
Rusia menyatakan kepuasannya terhadap hasil pertemuan dan kesiapan untuk melanjutkan dialog.
Menunjukkan adanya upaya diplomatik untuk mengurangi ketegangan dan mencari solusi damai atas konflik yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun.
Eropa Siapkan Sanksi Baru untuk Rusia
Merespon gagalnya kesepakatan gencatan senjata, Para pemimpin Barat dilaporkan mulai menyusun tanggapan setelah perundingan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina gagal "menyelaraskan dengan cermat" respons mereka terhadap sikap Moskow.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, mengatakan Uni Eropa sedang menggodok paket sanksi baru terhadap Rusia, seperti dilaporkan The Guardian melalui koresponden Pjotr Sauer.
Hal serupa juga turut dikonfirmasi oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengatakan bahwa negara-negara Eropa akan menerapkan sanksi baru terhadap Rusia dalam beberapa hari ke depan jika Moskow tidak menyetujui gencatan senjata perang di Ukraina.
"Tujuan kami adalah untuk menjatuhkan sanksi" jika Rusia gagal mematuhi gencatan senjata di Ukraina yang diusulkan sekutu-sekutu Eropa,” kata Macron dalam wawancara dengan saluran televisi TF1.
Tak dirinci sanksi apa yang akan diberlakukan untuk memukul Rusia, namun sejauh ini Uni Eropa telah mengenakan 16 putaran sanksi terhadap Rusia sejak Putin menginvasi Ukraina pada Februari 2022.
Sementara putaran ke-17 berpotensi akan diadopsi pada Selasa mendatang.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.