Sabtu, 13 September 2025

Kerusuhan di Amerika Serikat

3 Aksi Demo Berujung Ricuh yang Pernah Terjadi di Los Angeles, Blowouts hingga Black Lives Matter

Berikut tiga aksi demonstrasi berujung ricuh yang pernah terjadi di Los Angeles, Amerika Serikat. Dari aksi Blowouts hingga Protes George Floyd.

ARIANA DESHLER/AFP
DEMO DI LA - Seorang demonstran menendang kendaraan polisi yang rusak di Los Angeles pada 30 Mei 2020 menyusul protes terhadap kematian George Floyd, seorang pria kulit hitam tak bersenjata yang tewas ketika ditangkap dan dijepit ke tanah oleh lutut seorang petugas kepolisian Minneapolis. Berikut ini tiga aksi demonstrasi berujung ricuh yang pernah terjadi di Los Angeles, Amerika Serikat (AS). 

TRIBUNNEWS.COM - Aksi demonstrasi berujung ricuh di Los Angeles, California, Amerika Serikat (AS) pernah terjadi di beberapa tahun sebelumnya.

Baru-baru ini, Los Angeles kembali diterpa aksi demonstrasi yang berujung ricuh akibat tindakan agen federal dari Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai AS (ICE) melakukan serangkaian penggerebekan terhadap imigran di seluruh Los Angeles pada Jumat (6/6/2025) pagi.

Penangkapan tersebut dilakukan tanpa surat perintah pengadilan, menurut beberapa pengamat hukum dan dikonfirmasi oleh American Civil Liberties Union (ACLU).

Setelah penangkapan pada Jumat, para pengunjuk rasa berkumpul di malam hari di luar pusat penahanan federal.

Kerusuhan pun tak terelakkan, dengan 27 orang ditangkap di Los Angeles dan 60 orang ditangkap di San Francisco pada Minggu (8/6/2025).

Demonstrasi berujung kericuhan ini tak hanya sekali terjadi di Los Angeles.

Berikut tiga aksi demonstrasi berujung kerusuhan yang pernah terjadi di Los Angeles, dikutip dari berbagai sumber:

1. Aksi Blowouts

Aksi pertama terjadi di tahun 1968, ketika 15.000 siswa Meksiko-Amerika di sekolah-sekolah East LA melakukan aksi mogok sekolah.

Aksi para siswa ini terjadi untuk memprotes kesenjangan dalam pendidikan mereka dibandingkan dengan teman-teman kulit putih mereka.

Siswa Meksiko-Amerika sering diarahkan untuk mengikuti pelatihan kejuruan dan tidak didorong untuk menempuh pendidikan tinggi, dan terkadang dilarang berbicara bahasa Spanyol di sekolah.

Baca juga: Duduk Perkara Kerusuhan di LA: Berawal dari Penggerebekan hingga Trump Perparah Keadaan

Dikutip dari Library of Congress, aksi ini juga dikenal sebagai Blowouts, mencerminkan respons massal terhadap perbedaan ini.

Komite Koordinasi Masalah Pendidikan (EICC) menyuarakan keprihatinan siswa bahkan setelah aksi mogok berakhir.

Komite tersebut akhirnya mengajukan daftar tuntutan kepada Dewan Pendidikan Los Angeles, termasuk rekomendasi untuk perubahan kurikulum, pendidikan bilingual, dan perekrutan administrator Meksiko-Amerika.

Tak lama setelah EICC mengajukan tuntutan, polisi menangkap 13 penyelenggara atas tuduhan konspirasi kejahatan.

Namun, salah satu guru bernama Sal Castro tetap dipenjara bahkan setelah polisi membebaskan 12 penyelenggara lainnya.

Hal ini mengubah tujuan EICC dari kebijakan menjadi representasi hukum, yang akhirnya menyebabkan pembubaran kelompok tersebut.

Meskipun demikian, penyelenggara terus berdemonstrasi untuk mendukung Castro, yang akhirnya dibebaskan oleh polisi. Sekolah tersebut kemudian menerimanya kembali.

Aksi mogok East Los Angeles merupakan seruan untuk bertindak demi hak-hak sipil dan akses pendidikan bagi pemuda Latino di kota tersebut.

Meskipun ditolak oleh Dewan Pendidikan, acara tersebut tetap menjadi salah satu protes mahasiswa terbesar dalam sejarah Amerika Serikat.

Dengan menyatukan begitu banyak kelompok pengorganisasian, demonstrasi tersebut juga menyoroti kemampuan untuk memobilisasi lintas usia dan kelas.

Aksi mogok tersebut juga merupakan komitmen kelompok yang kuat terhadap identitas Chicano, yang terus berkembang setelahnya.

2. Protes Rodney King

Protes Rodney King terjadi di tahun 1991, di mana menjadi salah satu demonstrasi paling terkenal dalam sejarah Los Angeles.

Protes dan kerusuhan berdarah terjadi setelah empat petugas Departemen Kepolisian Los Angeles yang berkulit putih dibebaskan dari tuduhan pemukulan brutal terhadap pengendara kulit hitam Rodney King pada 1991.

Baca juga: Los Angeles Porak-Poranda , Puluhan Demonstran Diciduk Gegara Kerusuhan Hebat

Kerusuhan itu berlangsung hampir seminggu dan menewaskan lebih dari 50 orang serta melukai lebih dari 2.000 orang.

Presiden saat itu, George HW Bush, memerintahkan pengerahan ribuan anggota Garda Nasional, bersama dengan ribuan tentara dan marinir AS.

Dikutip dari TIME, di tengah kekerasan yang mengerikan itu, King dengan gugup mengucapkan kalimat yang selamanya akan identik dengan dirinya dan kerusuhan itu: "Bisakah kita semua akur?"

Ketenarannya yang tiba-tiba tidak membuat segalanya lebih mudah bagi King.

Ia memang memenangkan ganti rugi sebesar $3,8 juta dari Pemerintah Kota Los Angeles atas insiden pemukulan tersebut, tetapi sebagian besar uang itu digunakan untuk memulai label rekaman rap, Straight Alta-Pazz Records, yang segera tutup.

Selama beberapa tahun berikutnya, ia ditangkap atas berbagai tuduhan, termasuk hukuman karena mengemudi dalam keadaan mabuk dan kekerasan dalam rumah tangga.

Ia pindah dari Los Angeles ke pinggiran kota Rialto untuk hidup tenang bersama keluarganya.

Selama bertahun-tahun, King menahan diri untuk tidak berbicara kepada pers tentang insiden atau masalahnya, dan tidak ada tanggapan terhadap berbagai permintaan wawancara oleh TIME yang disampaikan oleh perantara.

"Dia benar-benar berusaha keras untuk bangkit dari keterpurukan dan melupakan kejadian itu," kata pengacaranya saat ini, Renee Campbell.

"Rodney memiliki kepribadian yang luar biasa, dia selalu mencari sisi baik dalam hidup. Dia pria yang sangat baik yang terjebak dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan," lanjutnya.

3. Aksi Black Lives Matter

Aksi Black Lives Matter memang terjadi di seluruh AS setelah George Floyd tewas diinjak lehernya oleh seorang polisi Minneapolis, LA pada 2020.

Para pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di ibu kota negara itu untuk menuntut diakhirinya kebrutalan polisi dan ketidakadilan rasial

Mereka menerjang panas, mengenakan topeng, dan meneriakkan yel-yel secara serempak di Lincoln Memorial dan di dekat Gedung Putih.

Baca juga: Siapa Garda Nasional AS dan Kenapa Presiden Trump Kirim Mereka ke Los Angeles?

Massa dalam jumlah besar menghadiri aksi protes yang sebagian besar berlangsung damai di Los Angeles, Philadelphia, dan Chicago.

Sementara itu di Raeford, North Carolina, ratusan orang mengantre untuk menyaksikan peti jenazah Floyd di depan umum.

Dikutip dari CNN, kematian Floyd telah memicu 12 malam kerusuhan yang terkadang disertai kekerasan meskipun ada jam malam di kota dan adanya keluhan mengenai kekerasan polisi terhadap pengunjuk rasa.

Di New York, massa berunjuk rasa di Manhattan. Orang-orang meneriakkan slogan-slogan seperti "defund the police" di Los Angeles sementara yang lain berdansa.

Di luar Gedung Kantor Senat Dirksen di Washington, ratusan pengunjuk rasa berkumpul untuk berbaris menuju National Mall, dengan pemberhentian di luar Museum Nasional Sejarah dan Budaya Afrika-Amerika milik Smithsonian, lalu menuju Lincoln Memorial.

Los Angeles merupakan pusat utama protes tersebut.

Kota ini termasuk di antara sejumlah kota yang memberlakukan jam malam setelah meningkatnya penjarahan.

Protes tersebut terkadang diwarnai kekerasan, dengan polisi LA yang menembakkan peluru karet dan peluru beanbag, serta pengunjuk rasa melemparkan kembang api ke arah polisi.

Beberapa petugas LAPD diberhentikan dari tugas lapangan mereka setelah menggunakan kekerasan berlebihan selama protes.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan