Kronologi Skorsing PM Thailand: Panggilan Rahasia 9 Menit yang Mengubah Segalanya
Kronologi Mahkamah Thailand menangguhkan masa jabatan PM Paetongtarn Shinawatra, setelah rekaman panggilan teleponnya dengan mantan PM Kamboja bocor
Penulis:
Namira Yunia Lestanti
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi Thailand resmi menangguhkan masa jabatan Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra, pada Selasa (1/7/2025).
Keputusan ini diambil setelah rekaman panggilan telepon 9 menit dengan mantan PM Kamboja, Hun Sen, bocor dan memicu kontroversi luas terkait dugaan pelanggaran etika dalam sengketa diplomatik dengan Kamboja.
Pernyataan Paetongtarn dalam panggilan tersebut dinilai melukai citra nasionalisme Thailand dan menyinggung militer yang memiliki peran penting dalam politik negara.
Bagi banyak pengamat, tindakan itu memicu krisis kepercayaan publik dan membuka celah bagi kekuatan konservatif untuk mengambil alih kendali .
Buntut skandal ini Mahkamah yang dipimpin tujuh hakim mayoritas 7‑2 memerintahkan pemecatan sementara dan memberi waktu 15 hari agar Paetongtarn menjawab tuduhan tersebut.
Sementara itu, Deputi PM Suriya Juangroongruangkit mengambil alih sebagai pemimpin sementara pemerintahan selama PM Shinawatra diskors.
Kronologi Lengkap Skorsing PM Thailand
PM Paetongtarn Shinawatra resmi diskors oleh Mahkamah Konstitusi Thailand setelah rekaman teleponnya dengan mantan PM Kamboja Hun Sen menjadi viral.
Sebagaimana dikutip dari Reuters, pada 15 Juni, Paetongtarn diketahui melakukan panggilan pribadi dengan Hun Sen untuk meredakan ketegangan perbatasan Thailand–Kamboja yang memanas sejak bentrokan bersenjata 28 Juni, yang menewaskan seorang prajurit Kamboja
Tiga hari kemudian, pada 18 Juni, rekaman berdurasi 9 menit tersebut bocor dan dipublikasikan oleh Hun Sen sendiri.
Baca juga: Diskors dari Jabatan, Paetongtarn Shinawatra Minta Maaf ke Warga Thailand
Dalam percakapan itu, Paetongtarn menyebut Hun Sen sebagai “paman”, mengkritik seorang jenderal Thailand sebagai “lawan”, dan menyatakan rakyat menyarankannya pindah ke Kamboja.
Rekaman ini sontak memicu protes besar-besaran dari warga nasionalis.
Partai koalisi utama, Bhumjaithai, bahkan langsung menyatakan mundur pada 18 Juni malam, hingga membuat posisi Paetongtarn di parlemen terancam.
Pada 19 Juni, dalam konferensi pers dengan militer dan Kemenlu, Paetongtarn meminta maaf dan mengaku bahwa telepon itu dimaksudkan untuk menghindari bentrokan lanjutan.
Namun, ia menolak untuk mundur dari jabatannya dan menyatakan akan bekerja sama sepenuhnya dengan proses hukum yang tengah berlangsung.
Analis politik melihat situasi ini sebagai salah satu ujian terbesar bagi dinasti politik Paetongtarn sejak kudeta 2014.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.