Konflik Palestina Vs Israel
2 Eks PM Israel Kecam Netanyahu, Samakan 'Kota Kemanusiaan' Gaza dengan Kamp Nazi
Dua mantan PM Israel kecam rencana Netanyahu terkait pembangunan “kota kemanusiaan” di Gaza selatan, menudingnya sebagai bagian dari pembersihan etnis
Penulis:
Namira Yunia Lestanti
Editor:
Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Dua mantan perdana menteri Israel, Yair Lapid dan Ehud Olmert, secara terbuka mengecam rencana kontroversial pemerintahan Benjamin Netanyahu untuk membangun “kota kemanusiaan” di wilayah Gaza selatan.
Keduanya menilai, proyek ini sejatinya menyerupai kamp konsentrasi dan berpotensi menjadi bagian dari pembersihan etnis terhadap warga Palestina.
Pernyataan tegas itu disampaikan saat pasukan Israel melanjutkan serangan intensif ke wilayah Gaza yang menyebabkan sedikitnya 95 korban jiwa pada Minggu (13/7/2025).
Dalam wawancara bersama Radio Angkatan Darat Israel, Lapid menyebut rencana “kota kemanusiaan” sebagai kebijakan keliru dari segala sisi baik dari aspek keamanan, politik, ekonomi, maupun logistik.
“Saya tidak suka menggunakan istilah kamp konsentrasi, tetapi jika keluar dari tempat itu dilarang, maka secara definisi itu adalah kamp konsentrasi,” ujar Lapid, yang pernah menjabat sebagai PM Israel pada 2022.
Olmert: Rencana Netanyahu Bagian dari Pembersihan Etnis
Kritikan lebih tajam datang dari Ehud Olmert. Mengutip dari Al Jazeera, Olmert menyatakan rencana pemindahan massal warga Palestina adalah bentuk pembersihan etnis.
“Jika mereka dipindahkan secara sistematis ke kota itu, maka tidak ada lagi yang bisa menyebutnya selain kamp konsentrasi. Ini bukan penyelamatan ini deportasi,” tegasnya.
Ia menilai bahwa strategi ini pada dasarnya bertujuan untuk mendorong eksodus besar-besaran dan menciptakan tekanan psikologis serta logistik yang memaksa warga Palestina meninggalkan tanah mereka.
Tuduhan ini dilontarkan bukan tanpa alasan, pasalnya berapa menteri sayap kanan dalam pemerintahan Netanyahu telah membuat pernyataan berbahaya.
Baca juga: Netanyahu kepada Smotrich: Kami akan Melanjutkan Perang Gaza setelah Gencatan Senjata 60 Hari
Termasuk menyerukan “pembersihan” Gaza dan perluasan pemukiman Yahudi.
Senada dengan dua mantan PM Israel, negara-negara tetangga Israel dan komunitas internasional juga mengecam usulan Trump.
Omar Rahman, peneliti Middle East Council on Global Affairs, menyebut langkah Israel sebagai bentuk rekayasa sosial dan etnis.
“Ini bukan sekadar relokasi. Ini pemusnahan komunitas Gaza—baik secara fisik maupun sosial. Mereka dijebak dalam dilema: kelaparan atau ditembak,” ujarnya.
Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, juga mengkritik keras rencana Israel, seraya mempertanyakan apakah ini akan menjadi “Nakba kedua”—mengacu pada tragedi pengusiran warga Palestina pada 1948.
Lazzarini memperingatkan bahwa proyek tersebut secara de facto akan menciptakan kamp konsentrasi berskala besar di perbatasan Mesir dan menghapus masa depan warga Palestina di tanah air mereka.
Israel Bantah Tuduhan
Merespon kritikan tersebut, Pemerintah Israel menegaskan bahwa pemindahan ke kamp-kamp tersebut bersifat sukarela.
Menurut pernyataan resmi pemerintah Israel, kota ini dirancang untuk menampung hingga 600.000 pengungsi Palestina dari Rafah, sebelum akhirnya seluruh populasi Gaza yang berjumlah lebih dari dua juta jiwa dipindahkan ke lokasi tersebut.
Lebih jauh lagi, Israel menggambarkan visi perluasan kamp untuk menampung hingga dua juta warga Gaza.
IDF akan menjaga keamanan di perimeter, sementara pengelolaan internal akan diserahkan kepada organisasi internasional. Jaminan ini diyakini dapat mendorong warga Palestina agar bermigrasi secara sukarela ke negara lain.
Namun, data citra satelit terbaru menunjukkan bahwa Israel telah menghancurkan lebih dari 28.600 bangunan di Rafah hingga awal Juli, memicu kekhawatiran atas niat sebenarnya di balik pembangunan kamp ini.
Banyak pihak menilai proyek ini justru menambah penderitaan rakyat Palestina.
Mengarah pada pengasingan dan kehilangan hak-hak sipil mereka, serta berpotensi menjadi bagian dari pembersihan etnis yang lebih sistematis.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.