Senin, 11 Agustus 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Mahmoud Abbas Desak Hamas Segera Serahkan Senjata dan Gaza, Kembali Berkonflik?

Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas dan Hamas tampaknya kembali berkonflik setelah ia meminta Hamas untuk serahkan senjata dan Gaza.

AL JAZEERA
ABBAS VS HAMAS - Presiden Palestina Mahmoud Abbas saat berpidato dalam Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, AS, Kamis (27/9/2018). Abbas dan Hamas tampaknya kembali berkonflik setelah Presiden PA itu meminta Hamas meletakkan senjata dan meyerahkan Gaza kepada PA. 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas, tampaknya kembali berkonflik dengan Hamas.

Terbaru, Mahmoud Abbas meminta Hamas untuk segera menyerahkan senjata mereka kepada pemerintah.

Tak hanya itu, Mahmoud Abbas juga meminta Hamas untuk segera membebaskan para sandera yang ditahannya.

Mahmoud Abbas bahkan menekankan, Hamas tak memiliki kuasa untuk menguasai Jalur Gaza setelah perang berakhir.

Dikutip dari The Times of Israel, bertemu dengan mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, Mahmoud Abbas juga menyerukan pembebasan tahanan Palestina dari penjara Israel.

Abbas mendesak agar gencatan senjata segera diberlakukan di Gaza dan masuknya bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke Gaza.

Abbas bahkan meminta agar PA diberikan kendali atas daerah kantong tersebut, sebuah gagasan yang telah lama ditolak oleh Israel.

Pernyataan Abbas ini belum mendapatkan tanggapan apa pun dari Hamas.

Ketegangan antara Mahmoud Abbas dengan Hamas sudah lama terjadi.

Terakhir, pada April 2025 lalu, Hamas sempat mengecam pernyataan Abbas soal tawanan Gaza.

Pada saat itu, Abbas juga mendesak Hamas untuk segera membebaskan sandera Israel dan meletakkan senjata mereka.

Baca juga: Petempur Hamas Ubah Taktik di Gaza, Kini Pakai Close Range Combat Buat Tangkap Tentara Israel

Pejabat senior Hamas, Basem Naim, mengatakan bahwa pernyataan Abbas adalah "penghinaan".

"Abbas berulang kali dan secara mencurigakan menyalahkan rakyat kami atas kejahatan pendudukan dan agresi yang terus berlanjut," kata Naim, dikutip dari Al Jazeera.

Abbas dan PA sering menuduh Hamas merusak persatuan Palestina, sementara Hamas mengkritik Abbas karena bekerja sama dengan Israel dan menindak perbedaan pendapat di Tepi Barat.

Gerakan Mujahidin Palestina pada saat itu juga mengeluarkan pernyataan di Telegram yang mengecam pernyataan Abbas.

"Kami mengutuk keras pernyataan ofensif yang dilontarkan Presiden Abbas dalam pertemuan Dewan Pusat mengenai perlawanan dan para pejuang perlawanan rakyat kami, yang mengabaikan pengorbanan dan perjuangan rakyat kami, serta mengabaikan penderitaan dan pengorbanan yang terus-menerus dilakukan para tawanan," demikian bunyi pernyataan tersebut.

"Kami mengutuk kepemimpinan Otoritas Palestina yang terus-menerus memperjuangkan wacana ini, yang mengkriminalisasi perlawanan dan membebaskan pendudukan dari kejahatan yang telah berlangsung selama puluhan tahun terhadap rakyat kami, terutama perang genosida di Gaza, aneksasi dan Yahudisasi Tepi Barat dan Yerusalem, serta penderitaan berat yang dialami oleh para tahanan kami yang gagah berani."

Gerakan itu juga mendesak Abbas untuk menyampaikan permintaan maaf atas pernyataannya.

"Kami menyerukan kepada Presiden Otoritas Palestina untuk meminta maaf atas pidato yang menyinggung ini dan membatalkan semua langkah yang memperkuat perpecahan dan sejalan dengan keinginan Zionis."

"Kami menyerukan kepadanya untuk kembali merangkul rakyat dan pilihan mereka, serta berhenti menempuh jalan absurd berupa penyerahan diri dan kompromi," lanjutnya.

Perundingan Gencatan Senjata Terancam Gagal

Perundingan gencatan senjata antara Israel dengan Hamas tampaknya terancam gagal.

Terancamnya kegagalan perundingan gencatan senjata tersebut terjadi setelah banyak pihak terpecah mengenai sejauh mana penarikan pasukan Israel dari Gaza.

Perundingan tidak langsung mengenai usulan AS untuk gencatan senjata 60 hari berlanjut sepanjang hari Sabtu (12/7/2025).

Delegasi dari Israel dan Hamas telah berada di Qatar untuk mendorong kesepakatan yang mencakup pembebasan sandera secara bertahap, penarikan pasukan Israel, dan diskusi tentang cara mengakhiri perang.

Baca juga: Gencatan Senjata dengan Hamas Terancam Gagal, Israel Intensifkan Serangan

Pejabat Israel menyalahkan kebuntuan ini pada Hamas, yang menurutnya "tetap keras kepala, berpegang teguh pada posisi yang tidak memungkinkan para mediator untuk mencapai kesepakatan".

Di sisi lain, Hamas sebelumnya menyalahkan tuntutan Israel atas terhambatnya kesepakatan tersebut.

Dilansir Reuters, sebuah sumber Palestina mengatakan Hamas telah menolak peta penarikan yang diusulkan Israel.

Dalam peta tersebut, Israel berencana menarik pasukannya sekitar 40 persen dari wilayah Gaza, termasuk seluruh wilayah selatan Rafah dan wilayah lebih jauh di Gaza utara dan timur.

Dua sumber Israel mengatakan Hamas ingin Israel mundur ke garis yang dipertahankannya dalam gencatan senjata sebelumnya sebelum memperbarui serangannya pada bulan Maret.

Sumber Palestina tersebut mengatakan masalah bantuan dan jaminan berakhirnya perang juga menjadi tantangan.

Krisis ini dapat diselesaikan dengan intervensi AS yang lebih besar, kata sumber tersebut.

Hamas telah lama menuntut kesepakatan untuk mengakhiri perang sebelum membebaskan sandera yang tersisa.

Sementara Israel bersikeras akan mengakhiri pertempuran hanya ketika semua sandera dibebaskan dan Hamas dibubarkan sebagai kekuatan tempur dan pemerintahan di Gaza.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan