Konflik Palestina Vs Israel
ICC Tolak Permintaan Israel, Surat Penangkapan untuk Netanyahu Tetap Berlaku
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menolak permintaan Israel untuk mencabut surat perintah penangkapan terhadap PM Israel, Benjamin Netanyahu.
Penulis:
Farrah Putri Affifah
Editor:
Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan Pidana Internasional (ICC) secara resmi menolak permintaan Israel untuk mencabut surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Keputusan ini diumumkan Rabu (16/7/2025) setelah Kamar Praperadilan I ICC menolak dua permintaan utama Israel.
Israel meminta ICC untuk membatalkan surat perintah penangkapan serta penangguhan penyelidikan lebih luas atas situasi di Palestina, termasuk konflik bersenjata di Gaza.
ICC menegaskan bahwa mereka menolak permintaan tersebut.
Israel berargumen bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi atas wilayah Palestina, terutama karena Palestina bukan negara berdaulat penuh.
Namun, ICC kembali menegaskan keputusannya pada 5 Februari 2021, bahwa Palestina adalah Negara Pihak dalam Statuta Roma, yang memberi ICC kewenangan hukum atas wilayah Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur, wilayah yang diduduki Israel sejak 1967.
Dalam dokumen resminya, ICC menyatakan bahwa “penangguhan penyelidikan hanya berlaku apabila suatu negara secara sah menggugat penerimaan suatu kasus,” sebagaimana tercantum dalam Pasal 19(7) Statuta Roma, dikutip dari Anadolu Ajansi.
Namun, Israel belum mengajukan tantangan seperti itu terhadap penerimaan kasus, hanya soal yurisdiksi.
Tekanan Internasional dan Ancaman dari AS
Penolakan ICC datang di tengah tekanan politik Internasional, termasuk dari Amerika Serikat.
Penasihat hukum senior Departemen Luar Negeri AS, Reed Rubinstein mengeluarkan ancaman tebuka terhadap ICC.
Baca juga: Francesca Albanese: David Cameron Bisa Dituntut Secara Pidana karena Ancam Mahkamah Kriminal, ICC
"Kami akan menggunakan semua instrumen diplomatik, politik, dan hukum yang tepat dan efektif untuk memblokir pelanggaran wewenang ICC," kata Reed Rubinstein, dikutip dari Middle East Eye.
Ancaman ini disampaikan hanya beberapa hari sebelum pemerintahan Trump mengumumkan sanksi terhadap Pelapor Khusus PBB untuk Palestina, Francesca Albanese.
Albanese sebelumnya mengeluarkan laporan pedas pada 30 Juni yang menyebutkan lebih dari 60 perusahaan, termasuk Google, Amazon dan Microsoft sebagai pihak yang terlibat dalam transformasi ekonomi pendudukan Israel menjadi ekonomi genosida.
Surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant dikeluarkan oleh ICC pada 21 November 2024.
Hal ini menyusul penyelidikan atas dugaan kejahatan perang di Gaza dan wilayah Palestina lainnya.
Penyelidikan ini dimulai pada 3 Maret 2021, berdasarkan bukti dan laporan berbagai pelanggaran selama konflik bersenjata.
Israel kemudian mencoba menentang penyelidikan ini dengan mengajukan tantangan yurisdiksi pada 23 September 2024.
Namun, sejauh ini Israel belum berhasil menggugurkan proses hukum ICC.
(Tribunnews.com/Farra)
Artikel Lain Terkait ICC dan Benjamin Netanyahu
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.