Sabtu, 13 September 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Ribuan Warga Palestina Angkat Kaki dari Gaza, Cari Perlindungan Jelang Serangan Darat Israel

Ribuan warga Zeitoun, yang berada di selatan Kota Gaza mengungsi, usai Israel melancarkan serangan arteri udara selama enam hari berturut-turut

Tangkapan layar YouTube ABS-CBN News
WARGA GAZA MENGUNGSI- Tangkapan layar YouTube ABS-CBN News diambil pada Rabu (6/8/2025) memperlihatkan warga Palestina di Zeitoun, yang berada di selatan Kota Gaza kalang kabut mencari tempat mengungsi, usai Israel melancarkan serangan arteri udara selama enam hari berturut-turut. 

TRIBUNNEWS.COM - Ribuan warga Palestina kembali mengungsi dari Kota Gaza setelah serangan udara dan artileri Israel menghantam sejumlah kawasan padat penduduk.

Termasuk di antaranya lingkungan Zeitoun, yang berada di selatan Kota Gaza, tidak jauh dari pusat kota, dan berbatasan dengan area lain yang juga padat penduduk.

Zeitoun, yang dulunya dihuni sekitar 50.000 orang, kini hampir kosong setelah sebagian besar warganya kabur mencari perlindungan ke sekolah dan bangunan umum meski tanpa akses makanan maupun air bersih yang cukup.

“Ledakan terus-menerus membuat kami tidak bisa tidur. Kami hanya mencoba bertahan hidup,” kata Ghassan Kashko (40), seorang warga yang berlindung di sekolah setempat, dikutip BBC International.

Pengungsian besar-besaran dari Zeitoun terjadi di tengah kondisi infrastruktur Kota Gaza yang telah rusak parah akibat perang.

Pemerintah kota mencatat 80 persen fasilitas publik hancur, sementara rumah sakit yang tersisa hanya beroperasi di bawah 20 persen kapasitas karena kekurangan obat dan perlengkapan medis.

Kondisi ini semakin diperparah lantaran militer Israel terus lancarkan serangan udara selama enam hari berturut-turut. Buntut serangan ini pengungsi asal Zeitoun memilih bergerak lebih jauh ke Khan Younis dan Rafah.

Dua wilayah di selatan Gaza yang sejak lama menjadi tujuan utama pengungsian, menampung hampir 90 persen populasi yang telah kehilangan rumah.

Pengungsi Gaza Selatan Hadapi Krisis

Baca juga: AS Blokir Akses Visa Warga Gaza, Tuding Ada Kaitan dengan Hamas

Namun karena kapasitas penampungan jauh dari cukup. Banyak keluarga tidur di jalanan, lapangan terbuka, bahkan di reruntuhan bangunan yang masih berdiri.

Ini lantaran kamp-kamp di sana sudah kelebihan kapasitas, membuat ribuan keluarga terpaksa tinggal di tenda darurat atau ruang terbuka.

Lonjakan jumlah pengungsi pendatang juga turut membuat kedua kota itu menghadapi krisis kemanusiaan serius dengan minimnya tenda, makanan, air bersih, dan layanan kesehatan.

“Khan Younis dan Rafah sudah sesak. Pengungsi dari Zeitoun datang setiap hari, dan kami tidak punya cukup tempat untuk menampung mereka,” ujar salah satu relawan setempat kepada AFP.

Bagi para pengungsi dari Zeitoun, tempat itu hanyalah persinggahan penuh ketidakpastian di tengah perang yang belum menunjukkan tanda akan berakhir.

Akan tetapi dengan kapasitas yang kian terbatas, Khan Younis dan Rafah kini menjadi simbol penderitaan warga Gaza.

Israel Bersiap Kuasai Gaza

Adapun keputusan mereka meninggalkan rumah tidak hanya dipicu oleh serangan udara dan artileri Israel yang berlangsung terus-menerus.

Tetapi juga oleh ketakutan akan serangan darat setelah Israel mengumumkan rencana menguasai Kota Gaza.

Dalam keterangan resminya Militer Israel secara terbuka menyatakan akan memindahkan sekitar satu juta warga dari Kota Gaza ke wilayah selatan.

Israel beralasan langkah ini bertujuan melindungi warga sipil dari zona pertempuran.

Namun, organisasi hak asasi manusia menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pengusiran paksa.

Peringatan ini menjadi sinyal jelas bahwa Israel akan melancarkan pendudukan militer penuh di wilayah berpenduduk 2,3 juta warga Palestina.

Meski keputusan resmi menyebut pendudukan hanya akan difokuskan pada Kota Gaza pada tahap awal, analis militer menilai operasi ini akan meluas ke seluruh wilayah Jalur Gaza yang belum dikuasai Israel.

Dengan memberlakukan pendudukan penuh, pemerintah Israel berharap cara ini dapat mensterilkan Jalur Gaza dari cengkraman Hamas.

Sehingga tidak lagi menjadi basis kekuatan bersenjata yang mengancam keamanan nasional Israel.

Kendati Netanyahu menyebut langkah ini sebagai bentuk “migrasi sukarela” yang menurutnya akan memudahkan operasi militer Israel di Gaza tanpa resiko korban sipil, banyak pihak menilai kebijakan tersebut sejatinya adalah pengusiran paksa (forced displacement) yang melanggar hukum internasional.

Kelompok HAM internasional, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch, menyatakan kebijakan ini adalah deportasi massal ilegal.

Ini karena pemindahan massal warga Gaza ke negara lain berpotensi menciptakan gelombang pengungsi baru dengan kondisi hidup yang tidak pasti.

(Tribunnews/Namira)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan