Rabu, 27 Agustus 2025

Konflik Cina dan AS

China Gunakan HIMARS 'KW' Mirip Buatan AS Jadi Target dalam Latihan Militer, Bersiap Serang Taiwan?

Latihan militer China yang meniru sistem HIMARS buatan AS telah memicu kekhawatiran baru kalau China bersiap menyerbu Taiwan

DSA/Tangkap Layar
TIRUAN HIMARS - HIMARS tiruan yang digunakan Tentara Pembebasan Tiongkok (PLA) dalam latihan militer terbaru mereka. HIMARS ini disimulasikan sebagai target perang yang harus dilumpuhkan, memicu spekulasi kalau China bersiap menggempur Taiwan yang secara nyata sudah miliki sistem persenjataan ini dari Amerika Serikat (AS).
DSA/Tangkap Layar
TIRUAN HIMARS - HIMARS tiruan yang digunakan Tentara Pembebasan Tiongkok (PLA) dalam latihan militer terbaru mereka. HIMARS ini disimulasikan sebagai target perang yang harus dilumpuhkan, memicu spekulasi kalau China bersiap menggempur Taiwan yang secara nyata sudah miliki sistem persenjataan ini dari Amerika Serikat (AS).

China Gunakan HIMARS 'KW' Jadi Target dalam Latihan Militer, Bersiap Serang Taiwan?

TRIBUNNEWS.COMChina kembali memamerkan aksi persiapannya menghadapi persenjataan Barat, khususnya apa yang dimiliki Amerika Serikat (AS)

Pada latihan militer terbaru, China tampak melibatkan platform (peluncur) rudal yang dikendalikan dari jarak jauh sebagai sistem persenjataan yang tentara mereka harus hadapi.

Hal menarik, laporan situs militer dan pertahanan DSA, dikutip Selasa (26/8/2025) menyebut kalau sistem persenjataan ini dirancang untuk meniru Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS) buatan Amerika Serikat (AS).

Baca juga: Ini Dia DF-26D Guam Killer, Rudal Balistik Terbaru China yang Bidik Guam dan Kapal Induk Amerika

"Persenjataan ini (tiruan HIMARS) telah menyalakan kembali perdebatan tentang tingkat kesiapan Beijing dalam melawan aset serangan presisi Barat di Indo-Pasifik," tulis ulasan tersebut.

Platform ini dilengkapi dengan pemancar panas, sama seperti atau lebih tepatnya meniru tanda panas peluncur HIMARS.

"Ini menandai tekad Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLA) untuk menyempurnakan tindakan balasan terhadap sistem yang telah mengubah dinamika pertempuran di zona konflik seperti Ukraina," tulis ulasan tersebut.

Laporan tersebut menulis kalau keputusan China untuk menargetkan HIMARS dalam latihan tersebut bukanlah tindakan simbolis, melainkan langkah terencana yang terkait dengan akuisisi sistem persenjataan itu oleh Taiwan.

Seperti diketahui, Taiwan memang mendatangkan sejumlah HIMARS sebagai penguatan kehadiran Washington di Pasifik, dan strategi Anti-Akses/Penolakan Area (A2/AD) Tiongkok.

Sebagai catatan,  Anti-Access/Area Denial merupakan strategi militer yang bertujuan mencegah atau menghambat musuh masuk (anti-access) ke suatu wilayah, serta membatasi ruang gerak (area denial) jika musuh sudah berhasil masuk.

Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS) dalam sebuah latihan militer.
Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS) dalam sebuah latihan militer. (AFP/Gints Ivuskans)

HIMARS dan Kemampuan Serangan Taiwan

Sistem M142 HIMARS telah menarik perhatian global atas akurasinya, kemampuan bertahannya, dan dampaknya yang menghancurkan di medan perang.

Dengan rudal ATACMS yang mampu mencapai jarak hingga 300 kilometer, HIMARS telah mengubah wajah peperangan ofensif jarak jauh di Ukraina dengan melumpuhkan pusat komando Rusia, depot logistik, dan aset pertahanan udara.

Bagi Taiwan, HIMARS merupakan pencegah yang efektif terhadap formasi penyerangan amfibi China atau area persiapan di sepanjang pantai Fujian.

Taipei telah menerima 11 dari 29 unit yang dipesan, dengan uji tembak pertama dilakukan selama Latihan Han Kuang pada bulan Mei 2025.

Latihan tersebut menunjukkan kemampuan Taiwan untuk melancarkan serangan langsung melintasi Selat Taiwan, sesuatu yang menimbulkan tantangan operasional langsung terhadap perencanaan operasi militer PLA.

"Pembangunan target "HIMARS palsu" oleh Beijing merupakan pengakuan jelas bahwa peluncur ini mampu mengganggu operasi militer lintas selat apa pun," kata ulasan DSA.

China Bersiap Menghadapi Modernisasi Militer Taiwan

Bagi China, menetralisir HIMARS merupakan prioritas untuk mencegah Taiwan memperoleh keuntungan asimetris.

PLA telah meningkatkan patroli udara dan laut di sekitar Taiwan sambil mengembangkan taktik untuk mendeteksi, melacak, dan menghancurkan peluncur bergerak.

Penggunaan replika HIMARS yang dipanaskan menunjukkan kalau China sedang melatih drone pengintai, satelit, dan sensor inframerah untuk mengidentifikasi dan menyerang aset tersebut dalam kondisi pertempuran hampir nyata.

Dalam skenario invasi, HIMARS diperkirakan akan memfokuskan serangan pada area persiapan, pelabuhan penempatan, dan jembatan yang penting bagi operasi amfibi dan udara PLA.

Dengan mensimulasikan HIMARS, Tiongkok pada dasarnya berlatih untuk "jam-jam pertama" konflik Taiwan, di mana upaya untuk meredam serangan presisi akan menjadi prioritas.

Memperkuat Strategi A2/AD

Doktrin operasional PLA berpusat pada A2/AD yang bertujuan untuk membatasi akses Amerika Serikat dan sekutunya ke perairan dan wilayah udara di Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur.

Namun, HIMARS menghadirkan tantangan unik karena mobilitasnya yang tinggi dan kemampuan penyebarannya yang cepat, yang memungkinkan unit-unit kecil untuk menyerang dari jarak jauh sebelum direlokasi.

Dengan melakukan latihan penanggulangan target HIMARS, Tiongkok menyempurnakan kemampuannya untuk menggabungkan aset pengawasan dengan sistem serangan jarak jauh seperti rudal hipersonik DF-17, artileri roket PCL-191, dan drone kamikaze.

Rantai serangan terpadu ini penting dalam skenario apa pun yang melibatkan pasukan Amerika atau sekutunya yang mengerahkan HIMARS guna mendukung Taiwan atau mitra regional lainnya.

Latihan ini memberi kesan bahwa Beijing ingin mencegah lawan-lawannya menikmati "payung serangan presisi" yang sulit dihancurkan.

Pelajaran dari Perang Ukraina

Perang di Ukraina telah menjadi medan pertempuran nyata yang membuktikan efektivitas HIMARS dalam mengubah lanskap pertempuran.

Penggunaan HIMARS oleh Ukraina menghancurkan pusat komando dan rantai pasokan Rusia, memaksa Moskow untuk menyesuaikan strateginya dengan penempatan unit, kamuflase, dan peperangan elektronik.

China belajar banyak dari pengalaman ini, termasuk kelemahan Rusia dalam melawan HIMARS.

Pelatihan PLA kini diperkirakan melibatkan pemalsuan GPS, pengacauan elektronik, penggunaan umpan dan siklus deteksi serangan cepat untuk melemahkan dampak HIMARS.

"China belajar dari kesalahan Rusia, tidak mengulanginya," kata seorang pejabat pertahanan.

Dengan meniru tanda panas HIMARS dalam pelatihan, Beijing membangun katalog kerentanan untuk dieksploitasi dalam konflik nyata.

HIMARS tiruan China
TIRUAN HIMARS - HIMARS tiruan yang digunakan Tentara Pembebasan Tiongkok (PLA) dalam latihan militer terbaru mereka. HIMARS ini disimulasikan sebagai target perang yang harus dilumpuhkan, memicu spekulasi kalau China bersiap menggempur Taiwan yang secara nyata sudah miliki sistem persenjataan ini dari Amerika Serikat (AS).

Psy-War dan Pesan Politik

Selain aspek taktis, latihan "HIMARS palsu" juga membawa pesan psikologis alias psy-war yang ditujukan langsung ke Taipei dan Washington.

Dengan menunjukkan kemampuannya untuk meniru dan berlatih mengalahkan HIMARS, Beijing ingin menyampaikan pesan bahwa penjualan senjata Amerika tidak mampu mengubah keseimbangan strategis di Selat Taiwan.

Narasi ini bertujuan untuk mengekang rasa percaya diri Taiwan yang berlebihan terhadap sistem Barat dan berfungsi sebagai peringatan bagi negara-negara kawasan lainnya seperti Jepang, Korea Selatan, dan Filipina.

Tiongkok secara konsisten menganggap latihan Han Kuang Taiwan sebagai "pertunjukan simbolis" dan latihan terbaru ini memperkuat keyakinan bahwa PLA mampu mengalahkan persiapan pertahanan apa pun oleh Taipei.

Pada saat yang sama, Beijing juga ingin memperingatkan Washington bahwa aset serangan presisinya akan ditantang di setiap wilayah Indo-Pasifik.

HIMARS tiruan China 2
TIRUAN HIMARS - HIMARS tiruan yang digunakan Tentara Pembebasan Tiongkok (PLA) dalam latihan militer terbaru mereka. HIMARS ini disimulasikan sebagai target perang yang harus dilumpuhkan, memicu spekulasi kalau China bersiap menggempur Taiwan yang secara nyata sudah miliki sistem persenjataan ini dari Amerika Serikat (AS).

Alternatif Lokal dan Modernisasi PLA

Sistem artileri roket jarak jauh PCL-191 buatan lokal, yang sering disebut sebagai "setara HIMARS", menunjukkan aspirasi Beijing untuk tidak hanya menyaingi tetapi melampaui kemampuan roket artileri Amerika.

Dengan menguji sistemnya sendiri terhadap replika HIMARS, PLA memvalidasi kinerja senjata buatan dalam negeri dalam simulasi pertempuran sesungguhnya.

Penggunaan penghasil panas memungkinkan pengujian sensor dan sistem penargetan dalam kondisi yang mirip dengan peperangan sesungguhnya, sehingga mempertajam kesiapan PLA.

Latihan ini juga menunjukkan bagaimana Tiongkok membayangkan operasi gabungan yang menyatukan artileri roket, pesawat tak berawak, peperangan elektronik, dan rudal balistik menjadi doktrin ofensif yang kohesif.

PLA tidak hanya meniru teknologi Barat, tetapi juga mengadaptasinya dalam arsitektur medan perangnya sendiri.

Selat Taiwan Jadi Laboratorium Peperangan

Uji target HIMARS merupakan lambang meningkatnya perlombaan senjata di Indo-Pasifik.

Ini menunjukkan bagaimana Selat Taiwan kini telah menjadi laboratorium peperangan berintensitas tinggi, tempat sistem Barat menghadapi tindakan balasan Tiongkok sebagai pratinjau konflik di masa mendatang.

Amerika Serikat diperkirakan akan memperluas penempatan HIMARS di pangkalan sekutu, memperkuat teknik kamuflase dan menggabungkannya dengan lapisan pertahanan udara tambahan.

Pentagon telah meningkatkan kehadirannya di Jepang dan Filipina, selain mempertimbangkan pengerahan aset serangan tambahan di sepanjang “Rangkaian Pulau Pertama”.

Bagi Taiwan, tantangannya adalah memastikan kelangsungan hidup HIMARS melalui mobilitas, kamuflase, dan integrasi dengan sistem pertahanan udara seperti Patriot PAC-3 dan Sky Bow III yang diproduksi secara lokal.

Jika langkah itu gagal, HIMARS dapat menjadi sasaran empuk bagi jaringan serangan PLA yang semakin canggih.

Sinyalemen China Bersiap Gempur Taiwan

Simulasi HIMARS dalam pelatihan langsung oleh Tiongkok bukan sekadar acara pelatihan, tetapi harus dipahami sebagai persiapan menyeluruh untuk memutus rantai serangan presisi lawan pada tahap awal konflik Taiwan.

Beijing sedang membangun jaringan sensor-ke-rudal yang menggabungkan drone, satelit, radar anti-baterai, unit perang elektronik, dan sistem penembakan jarak jauh seperti DF-17, PCL-191, dan drone kamikaze untuk memburu, mendeteksi, dan menghancurkan peluncur bergerak seperti HIMARS.

Masuknya HIMARS ke Taiwan telah menjadikan sistem tersebut tidak lagi sekadar simbol pencegahan, tetapi target utama dalam perencanaan operasional China, terutama setelah Taipei menunjukkan kemampuannya untuk menyerang wilayah pesisir melalui latihan terbarunya.

“Dalam perang, tugas terpenting adalah menyembunyikan HIMARS dari pengintaian udara, satelit, atau agen musuh hingga tiba saatnya menembak,” tegas seorang perwira Taiwan selama latihan tersebut, menekankan doktrin mobilitas, penyebaran, dan kamuflase.

Para analis pertahanan memperkirakan Taiwan akan menggabungkan HIMARS dengan sistem roket ganda lokal untuk melemahkan area persiapan PLA, lokasi pendaratan amfibi, dan pusat logistik pada dini konflik, sehingga memperkuat faktor pencegahan.

Penggunaan replika HIMARS dengan pemancar panas menyoroti fokus China pada pelatihan realistis, yang memungkinkan PLA untuk mempertajam deteksi inframerah, penunjukan target, dan siklus serangan pada peluncur yang dirancang agar sulit dideteksi.

Strategi A2/AD PLA bertujuan untuk menghalangi kemampuan Amerika Serikat dan sekutunya untuk beroperasi secara bebas di Rantai Pulau Pertama, dan penindasan sistem seperti HIMARS merupakan prinsip utama doktrin tersebut.

Washington dan sekutunya mengadaptasi strategi mereka dengan memperkuat penempatan terdistribusi, Agile Combat Employment, dan logistik tangguh untuk memastikan HIMARS sekutu tetap dapat bertahan dan berkontribusi dalam lingkungan yang penuh tantangan.

Namun para ahli memperingatkan bahwa nilai pencegahan HIMARS Taiwan terbatas tanpa integrasi penuh dengan sistem persenjataan jarak jauh AS dan sekutu, karena kelemahan dalam kendali komando dapat membuat peluncur terisolasi dalam pertempuran sesungguhnya.

Pertanyaan lainnya adalah apakah Taiwan dapat mempertahankan disiplin "tembak dan lari", melindungi persediaan amunisi cadangan, dan menggunakan kamuflase seperti umpan dan tempat perlindungan keras untuk memastikan bahwa HIMARS tetap mampu setelah serangan salvo pertama.

Bagi China, tujuan utamanya adalah membuktikan bahwa rantai serangannya dapat ditutup dengan cepat, dengan menggabungkan deteksi ISR, pengacauan GPS, dan rudal peka waktu untuk menetralkan peluncur sebelum dapat memengaruhi pertempuran.

Bagi Taiwan dan sekutunya, tugasnya adalah memperpanjang rantai, mempersulit deteksi, mengganggu siklus serangan, dan memastikan artileri presisi tetap menjadi pencegah yang cukup lama untuk melumpuhkan momentum ofensif Beijing.

Sinyal Indo-Pasifik jelas: keseimbangan kekuatan regional sekarang ditentukan oleh pihak mana yang dapat memastikan kelangsungan aset serangan presisi mereka lebih lama, dan kelangsungan hidup HIMARS sekarang menjadi inti dari perencanaan tandingan PLA.

Dengan Amerika Serikat memperluas posisinya di kawasan tersebut dan Taiwan mempercepat modernisasi, Selat Taiwan sekarang menjadi medan pertempuran yang menentukan di mana kamuflase, kecepatan rantai serangan, dan interoperabilitas akan menentukan hasil sebelum kapal pendarat pertama dapat mencapai daratan.


(oln/dsa/*)

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan