Konflik Palestina Vs Israel
Sudah Pertaruhkan Hubungan dengan AS, Israel Gagal Bunuh Pemimpin Hamas di Qatar
Israel telah mempertaruhkan hubungannya dengan AS demi membunuh pemimpin Hamas di Qatar. Kini, Israel gagal total membunuh mereka.
Penulis:
Whiesa Daniswara
Editor:
Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Demi membunuh pemimpin Hamas, Israel rela mempertaruhkan hubungannya dengan Amerika Serikat (AS).
Israel telah melakukan serangan udara dadakan di wilayah Ibu Kota Qatar, Doha, pada Selasa (9/9/2025).
Serangan udara dadakan itu dilakukan Israel untuk membunuh para pemimpin Hamas yang melakukan pertemuan di Doha.
Tindakan Israel ini telah mendapatkan kecaman keras di Timur Tengah dan sekitarnya, karena dianggap bisa meningkatkan ketegangan di kawasan tersebut.
Sudah mempertaruhkan segalanya, namun Israel tetap saja gagal membunuh pemimpin Hamas.
Dikutip dari Al Jazeera, dalam pernyataan resminya, Hamas mengatakan pemimpinnya selamat dari upaya pembunuhan yang dilakukan Israel.
Serangan Israel, kata Hamas, dimaksudkan untuk menggagalkan perundingan pertukaran tahanan dan negosiasi gencatan senjata untuk mengakhiri perang di Gaza.
"Ini sekali lagi menunjukkan sifat kriminal pendudukan dan keinginannya untuk merusak peluang mencapai kesepakatan," kata Hamas.
Hamas menggambarkan serangan itu sebagai “kejahatan keji, agresi terang-terangan, dan pelanggaran mencolok terhadap semua norma dan hukum internasional”.
Kelompok tersebut mengonfirmasi bahwa setidaknya enam orang, termasuk putra dan salah satu ajudan pemimpin Hamas Khalil al-Hayya, tewas dalam serangan Israel.
Kementerian Dalam Negeri Qatar mengatakan bahwa seorang petugas keamanan termasuk di antara mereka yang tewas.
Baca juga: Donald Trump Cuci Tangan, Qatar Berhak Membalas Israel, Hamas Bilang AS Ikut Terlibat
Sebelumnya, seorang anggota biro politik Hamas, Suhail al-Hindi, mengatakan kelompok Palestina itu menganggap pemerintah AS bertanggung jawab atas serangan tersebut, yang dikutuk “dengan sekeras-kerasnya” oleh Kementerian Luar Negeri Qatar.
Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, juga mengecam "serangan kriminal sembrono" Israel di Doha melalui panggilan telepon dengan Presiden AS Donald Trump.
"Serangan tersebut merupakan pelanggaran mencolok terhadap kedaulatan dan keamanan," ujar Sheikh Tamim dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa.
Para pemimpin Hamas, kata al-Hindi, bertemu dengan pandangan positif terhadap usulan gencatan senjata terbaru AS untuk mengakhiri perang di Gaza.
Koresponden Al Jazeera, Nida Ibrahim, mengatakan bahwa serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kota tersebut, mencerminkan betapa "beraninya" Israel "dengan mampu melakukan genosida dan lolos begitu saja".
Kantor Hamas didirikan di negara itu atas permintaan AS untuk memfasilitasi perundingan damai.
Arab Saudi “mengecam sekeras-kerasnya agresi brutal Israel dan pelanggaran mencolok terhadap kedaulatan Negara Qatar”, sementara para pemimpin Arab lainnya turut mengecam serangan Israel tersebut.
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer mengatakan serangan tersebut melanggar kedaulatan Qatar, sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut serangan Israel “tidak dapat diterima”.
Perdana Menteri Qatar dan Menteri Luar Negeri Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani menyebut serangan itu sebagai “terorisme negara”.
Sheikh Mohammed menegaskan bahwa serangan Israel "tidak boleh diabaikan".
Ia mengatakan bahwa Qatar mengerahkan semua alat untuk menanggapi serangan tersebut, di luar pernyataan dan kecaman, termasuk dengan membentuk tim hukum untuk meminta pertanggungjawaban Israel.
Perdana Menteri Qatar menyarankan agar negara-negara di Timur Tengah bersatu untuk mengendalikan Israel.
"Hari ini, kita telah mencapai titik balik untuk merespons tindakan biadab tersebut dari seluruh kawasan," ujarnya.
Trump Tak Mau Disalahkan
Baca juga: Qatar Bantah Klaim Gedung Putih yang Sebut Trump Kirim Peringatan sebelum Serangan Israel
Presiden AS, Donald Trump mengatakan bahwa keputusan Israel untuk menyerang Qatar dibuat oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Dirinya menambahkan bahwa serangan sepihak terhadap Qatar tidak melayani kepentingan Amerika atau Israel.
Trump mengatakan ia telah memerintahkan utusan AS Steve Witkoff untuk memperingatkan Qatar bahwa serangan akan terjadi, tetapi sudah terlambat untuk menghentikan serangan.
Dikutip dari Reuters, Qatar membantah klaim Gedung Putih tersebut, dengan mengatakan bahwa laporan bahwa mereka telah menerima peringatan sebelum serangan adalah salah.
Qatar menyebut panggilan telepon dari seorang pejabat AS datang ketika ledakan sudah terdengar di Doha.
"Pengeboman sepihak di Qatar, Negara Berdaulat dan Sekutu dekat Amerika Serikat, yang bekerja sangat keras dan berani mengambil risiko bersama kami untuk menengahi Perdamaian, tidak akan memajukan tujuan Israel atau Amerika," tulis Trump di Truth Social.
Washington menganggap Qatar sebagai sekutu Teluk yang kuat.
Qatar telah menjadi mediator dalam upaya mencapai kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan kelompok militan Palestina di Gaza, pembebasan sandera Israel yang ditawan Hamas, dan rencana perdamaian pascakonflik di Gaza.
Setelah serangan itu, Trump berbicara dengan Netanyahu dan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani.
Ia meyakinkan pemimpin Qatar bahwa "hal seperti itu tidak akan terjadi lagi di tanah mereka," kata Trump, seraya menambahkan bahwa ia merasa "sangat buruk" tentang lokasi serangan tersebut.
Trump kemudian mengatakan kepada wartawan di Washington bahwa dia "tidak senang" dengan serangan Israel di Qatar.
"Saya tidak senang dengan hal itu," kata Trump.
"Situasinya memang tidak baik, tetapi saya akan mengatakan ini: Kami ingin para sandera kembali, tetapi kami tidak senang dengan apa yang terjadi hari ini," tegasnya.
(Tribunnews.com/Whiesa)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.