Minggu, 28 September 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Sandera Israel-Jerman Alon Ohel: AS Jangan Dukung Kegilaan Netanyahu

Dalam video yang diunggah Hamas, sandera Israel-Jerman Alon Ohel meminta AS berhenti mendukung keputusan gila Perdana Menteri Israel Netanyahu.

Telegram/Brigade Al-Qassam
SANDERA MENGECAM NETANYAHU - Tangkapan layar Telegram Brigade Al-Qassam, Selasa (23/9/2025), memperlihatkan cuplikan video sandera berkewarganegaraan Israel-Jerman, Alon Ohel, yang diunggah melalui akun resminya di Telegram, Senin (22/9/2025) malam. 

TRIBUNNEWS.COM - Sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Brigade Al-Qassam, mengunggah video sandera berkewarganegaraan Israel-Jerman, Alon Ohel, melalui akun resminya di Telegram, Senin (22/9/2025) malam.

Video yang tidak diketahui tanggal pembuatannya tersebut diberi judul "Karena keteguhan hati Netanyahu, ia tetap ditawan di Kota Gaza selama lebih dari 700 hari".

Alon Ohel mengecam Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Keamanan Nasionalnya, Itamar Ben-Gvir, yang dianggap menghalangi upaya pertukaran tahanan.

Ia menuntut agar Utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Steve Witkoff menahan diri dari membantu Netanyahu dalam pembunuhan para sandera.

"Saya meminta pemerintah AS untuk berhenti mendukung keputusan Netanyahu yang gila dalam perangnya melawan rakyat Israel dan tahanan Israel," kata Alon Ohel.

Ia menyatakan keputusan tersebut akan menyebabkan bencana bagi semua orang.

Pria Israel tersebut mengejek pernyataan Netanyahu di televisi yang mengatakan ia akan memulangkan setiap tawanan hidup melalui cara-cara inovatif.

"Apakah masih ada yang percaya kepada Netanyahu?" tanya Alon Ohel.

Alon Ohel juga mengirimkan pesan emosional kepada keluarga dan orang-orang yang dicintainya, menekankan dia tahu betapa mereka menderita karenanya, menuduh Ben Gvir memperlakukan keluarga para sandera sebagai penjahat.

Namun, ia mendesak mereka untuk melanjutkan demonstrasi karena hal itu memberikan harapan dan kekuatan kepada para tahanan.

Ia juga menuduh pemerintahan Netanyahu berusaha menyingkirkan para tahanan.

Baca juga: Brigade Al-Qassam Unggah Foto Perpisahan Sandera saat Israel Gempur Kota Gaza

"Kalian tahu bahwa nasib kami telah ditentukan, dan ini adalah hari-hari terakhir kami. Para tahanan Israel telah menjadi beban bagi pemerintah ini," katanya, dikutip dari Al Jazeera.

Ia kemudian memohon kepada keluarga para tahanan untuk menghentikan mereka dengan segala cara yang diperlukan.

Al-Qassam mengakhiri videonya dengan tagar "Waktu hampir habis."

Sementara itu, orang tua Alon Ohel merasa terpukul ketika melihat video putranya yang tampak kurus.

Mereka meminta agar menambahkan pemeriksaan mata sebagai syarat negosiasi tambahan kepada Hamas, menyusul laporan bahwa ia mungkin kehilangan penglihatan pada mata kanannya, lapor The Jerusalem Post.

Alon Ohel

SANDERA MENGECAM NETANYAHU - Tangkapan layar Telegram Brigade Al-Qassam, Selasa (23/9/2025), memperlihatkan cuplikan video sandera berkewarganegaraan Israel-Jerman, Alon Ohel, yang diunggah melalui akun resminya di Telegram, Senin (22/9/2025) malam.
SANDERA MENGECAM NETANYAHU - Tangkapan layar Telegram Brigade Al-Qassam, Selasa (23/9/2025), memperlihatkan cuplikan video sandera berkewarganegaraan Israel-Jerman, Alon Ohel, yang diunggah melalui akun resminya di Telegram, Senin (22/9/2025) malam. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

Alon Ohel adalah salah satu orang yang ditangkap Hamas ketika mereka meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.

Sebelumnya, ia sedang bersiap untuk mulai belajar musik setelah kembali dari perjalanan ke Asia beberapa minggu sebelumnya.

Ia ditangkap ketika berada di lokasi festival musik Supernova saat operasi militer Hamas terjadi.

Festival tersebut digelar di sebuah padang terbuka di gurun Negev, dekat kibbutz Re’im, di wilayah Regional Council Eshkol, Israel selatan yang berbatasan dengan Jalur Gaza.

Alon Ohel ditangkap saat berlindung di Rute 232, satu-satunya jalan keluar dari festival, bersama tiga pemuda lainnya.

Hamas sebelumnya pernah merilis video Alon Ohel pada 5 September 2025.

Dari 251 sandera, pemerintah Israel memperkirakan masih ada 47 sandera yang tersisa di Jalur Gaza, termasuk 25 orang yang tewas menurut militer Israel, dikutip dari SCMP.

Serangan Israel di Jalur Gaza

Sejak Oktober 2023, agresi Israel di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 65.344 warga Palestina dan melukai sedikitnya 166.795 orang, menurut laporan Kementerian Kesehatan Gaza.

Blokade bantuan memperparah kondisi kemanusiaan, menimbulkan 440 korban jiwa akibat kelaparan, termasuk 147 anak.

Sejak Mei 2025, serangan terhadap warga yang mengantre bantuan telah menewaskan 2.523 orang dan melukai lebih dari 18.496 orang.

Pada Senin (22/9/2025), RS Anak al-Rantisi dan RS Mata St John di Kota Gaza berhenti beroperasi akibat gempuran Israel di sekitar kawasan tersebut. 

Selain itu, 61 orang dilaporkan tewas dalam serangan terkini, menurut laporan Anadolu Agency.

Israel menuding Hamas sebagai penyebab konflik, merujuk pada Operasi Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023 yang menewaskan ratusan warga Israel dan mengakibatkan 250 orang disandera.

Meski sebagian telah dibebaskan, sekitar 50 sandera masih ditahan di Gaza.

Dengan alasan menekan Hamas, Israel menutup total akses ke Gaza, melanjutkan serangan udara dan darat, menghancurkan permukiman, fasilitas bantuan, dan memaksa warga mengungsi.

Di sisi lain, Hamas menuntut gencatan senjata permanen, penarikan pasukan Israel, pertukaran sandera dengan tahanan Palestina, distribusi bantuan tanpa hambatan, rekonstruksi Gaza, serta jaminan politik.

Sebaliknya, Israel bersikeras pada pembebasan semua sandera, pelucutan senjata Hamas, dan pembubaran organisasi tersebut.

Upaya mediasi gencatan senjata oleh Qatar dan Mesir masih menemui jalan buntu.

Ketegangan meningkat setelah serangan Israel ke Doha pada 9 September 2025, yang memicu kemarahan Qatar dan desakan permintaan maaf resmi.

Seorang pejabat senior pemerintahan Trump dan sumber kedua yang terlibat langsung dalam negosiasi, mengatakan Hamas akan mengirim surat kepada Presiden AS Donald Trump minggu ini.

Surat tersebut berisi permintaan kepada AS untuk menjamin gencatan senjata selama 60 hari dengan imbalan pembebasan segera setengah dari sandera yang ditahan di Gaza, menurut laporan Fox News dan The Jerusalem Post.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan