Kenali Siapa Saja yang Perlu Tes Hepatitis Rutin dan Pentingnya Pemeriksaan Dini
Penyakit hepatitis masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia.
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyakit hepatitis masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia.
Namun sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum memahami siapa saja yang sebaiknya rutin menjalani pemeriksaan hepatitis serta kapan waktu terbaik untuk melakukannya.
Baca juga: Hari Hepatitis Sedunia Diperingati 28 Juli, Simak Sejarahnya
Hepatitis adalah kondisi peradangan pada hati (liver) yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi virus, konsumsi alkohol berlebihan, obat-obatan tertentu, atau penyakit autoimun.
Dokter spesialis penyakit dalam dr. Melati Hidayanti, apt., S.Farm., SpPD dari RSPI Sulianti Saroso, menjelaskan bahwa ada beberapa kelompok yang disarankan untuk rutin menjalani tes hepatitis.
Terutama hepatitis B dan C yang dapat berakibat fatal bila tidak ditangani.
Baca juga: 6,7 Juta Penduduk Indonesia Terinfeksi Hepatitis B, Cakupan Vaksinasi Diperluas
“Kalau yang disarankan untuk rutin diperiksa, yang pasti nih yang memiliki faktor risiko. Faktor risiko yang akan berhubungan dengan produk darah, kemudian dengan jarum suntik, itu biasanya adalah petugas medis,” ungkapnya pada talkshow kesehatan virtual yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, Minggu (27/7/2025).
Petugas medis disarankan untuk melakukan pemeriksaan secara rutin, bahkan tiap tahun, guna memastikan tingkat antibodi dalam tubuh.
Jika antibodi terhadap hepatitis B tidak mencukupi, maka bisa segera diberikan vaksinasi ulang.
Selain tenaga kesehatan, pasien yang menjalani prosedur cuci darah juga sangat disarankan untuk tes hepatitis secara berkala.
Hal ini karena meskipun produk darah sudah melalui proses screening ketat, tetap ada risiko penularan virus hepatitis.
Tidak hanya itu, kelompok lain yang masuk dalam kategori risiko tinggi antara lain adalah pengguna narkoba suntik, individu yang memiliki pasangan dengan hepatitis, dan ibu hamil.
*Penularan dari Ibu ke Anak Masih Jadi Kekhawatiran*
Penularan hepatitis dari ibu ke anak masih menjadi kekhawatiran besar di masyarakat.
Dalam hal ini, dokter menjelaskan bahwa hepatitis B bisa ditularkan dari ibu ke janin selama masa kehamilan melalui plasenta.
“Nah, apabila memang ibunya terinfeksi atau positif hepatitis B, itu bisa menurun, dan juga untuk hepatitis C juga bisa, tapi untuk hepatitis B, biasanya ketika bayi tersebut lahir, itu langsung dikasih pencegahan, jadi langsung dikasih antinya, dan juga langsung dikasih vaksin,” jelasnya.
Langkah cepat ini diberikan dalam 12 jam pertama setelah bayi lahir.
Bayi akan mendapatkan suntikan kekebalan pasif serta vaksin hepatitis B.
Vaksin akan diberikan secara lengkap hingga bayi berusia 6 bulan.
Setelah rangkaian vaksin selesai, sekitar usia 9 bulan, bayi dapat diperiksa untuk mengetahui apakah ia telah memiliki antibodi yang cukup terhadap virus hepatitis.
Namun untuk hepatitis C, pemeriksaan bayi biasanya dilakukan lebih lama, bahkan bisa sampai usia 18 bulan karena kekebalan dari ibu dapat bertahan lama di dalam tubuh bayi.
*Stigma Jadi Penghalang, Padahal Hepatitis Bisa Diobati*
Sayangnya, menurut dokter, masih banyak masyarakat yang enggan melakukan tes hepatitis.
Beberapa di antaranya merasa takut jika hasilnya positif dan khawatir dikucilkan oleh lingkungan.
“Jadi banyak stigma atau ketakutan ya. Mungkin orang-orang juga kalau misalnya mau periksa, saya mau periksa takutnya saya malah positif. Nanti kalau sudah positif, saya nanti ke orang-orang malah dikucilkan atau misalnya jadi dia diketahui ini sakit hepatitis,” ujarnya.
Stigma seperti ini membuat banyak orang menunda pemeriksaan, padahal hepatitis B dan C saat ini sudah memiliki obat yang tersedia.
Bahkan hepatitis C bisa disembuhkan secara tuntas jika didiagnosis dan ditangani lebih awal.
Untuk menghindari komplikasi serius, masyarakat perlu menyadari pentingnya pemeriksaan hepatitis secara dini.
Pemeriksaan dasar sudah tersedia di banyak puskesmas, terutama untuk ibu hamil.
Bagi yang ingin pemeriksaan lebih lengkap, klinik dan rumah sakit menyediakan panel tes komprehensif, termasuk penilaian antibodi, kadar virus, dan pemeriksaan fungsi hati.
Dengan semakin luasnya akses pemeriksaan dan pengobatan, tidak ada alasan lagi untuk takut atau malu.
Edukasi yang tepat diharapkan mampu mengubah pandangan masyarakat, sehingga upaya deteksi dan penanganan hepatitis bisa berjalan lebih efektif.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.