BPA Picu Polemik Kesehatan, 85 Negara Sepakat Tetapkan Sebagai Bahan Kimia Berbahaya
Bisfenol A (BPA) kembali disorot karena dampaknya terhadap kesehatan, mulai dari gangguan hormon hingga risiko kanker
Editor:
Vincentius Haru Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM – Polemik soal penggunaan Bisfenol A (BPA) kembali mencuat, khususnya di sektor industri makanan dan minuman dalam kemasan.
Zat ini umum ditemukan dalam botol air minum, galon guna ulang, kemasan makanan, hingga mainan anak. Namun, berbagai studi menunjukkan bahwa BPA dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak anak, meningkatkan risiko kanker, serta mengganggu sistem hormon.
Isu ini mengemuka dalam pertemuan Komite Negosiasi antar-Pemerintahan (INC-5) yang digelar di Busan, Korea Selatan. Dalam pertemuan tersebut, sebanyak 85 negara sepakat menetapkan BPA sebagai bahan kimia berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Salah satu kekhawatiran utama terkait BPA muncul dari penggunaan galon guna ulang. Penelitian menunjukkan bahwa Bahan kimia yang digunakan dalam produksi plastik keras sejak 1950-an ini dapat luruh setelah lebih dari 40 kali penggunaan atau sekitar satu tahun pemakaian. Risiko kontaminasi meningkat apabila galon dibersihkan menggunakan deterjen atau sikat kasar, serta saat proses distribusi yang menggunakan bak terbuka yang terpapar langsung sinar matahari.
Baca juga: Paparan BPA pada Ganula Melebihi Ambang Batas, Ketua KKI: Ini Merugikan Konsumen
Berdasarkan proposal resmi dari Norwegia, BPA kini dimasukkan dalam “Daftar 1 Bahan Kimia Berbahaya” untuk pelarangan total. Alasannya, BPA bersifat karsinogenik, mutagenik, beracun bagi sistem reproduksi, dan mengganggu hormon endokrin. Proposal tersebut mendapat dukungan luas dari Uni Eropa, Australia, Kanada, serta sejumlah negara Afrika.
“Kami menyambut baik seruan untuk menetapkan kriteria dan langkah global, termasuk penghapusan bertahap atau pembatasan produk plastik, polimer, dan bahan kimia yang bermasalah dalam plastik serta produk plastik, guna melindungi kesehatan manusia dan lingkungan,” demikian isi pernyataan bersama dari 85 negara peserta INC-5.
Pertemuan tersebut menghasilkan tiga capaian penting, yaitu: konsensus global mengenai bahaya BPA, kewajiban bagi produsen untuk mengungkap kandungan BPA pada produk berbahan plastik polikarbonat, serta dukungan politik mayoritas negara untuk penguatan regulasi terhadap penggunaan BPA di berbagai produk.
Kesepakatan global ini turut sejalan dengan langkah yang diambil pemerintah Indonesia melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dalam Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024, produsen air minum dalam kemasan galon guna ulang diwajibkan mencantumkan label peringatan: “Kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan.”
Dengan adanya konsensus internasional dan kebijakan nasional, diharapkan risiko paparan BPA terhadap masyarakat dapat ditekan, seiring peningkatan kesadaran akan pentingnya perlindungan kesehatan publik dari bahan kimia berbahaya.
Baca juga: Pengaruh BPA pada Air yang Diminum Sehari-hari, Berikut Penjelasan Ahli
Feni Rose Cerita soal Polder System, Adaptasi Teknologi Belanda untuk Cegah Banjir di PIK 2 |
![]() |
---|
Paparan BPA pada Ganula Melebihi Ambang Batas, Ketua KKI: Ini Merugikan Konsumen |
![]() |
---|
Pengaruh BPA pada Air yang Diminum Sehari-hari, Berikut Penjelasan Ahli |
![]() |
---|
Suka Belanja Online? Cek Iklan Terbaru Shopee untuk Belanja Lebih Hemat dan Lebih Cepat! |
![]() |
---|
Ganula Tanpa Batas Masa Pakai, Berpotensi Rugikan Kesehatan Publik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.