Singapura Samakan Vape dengan Narkoba, Indonesia Mengkhawatirkan, Bakal Hadapi Lonjakan Pengguna
Singapura bersikap tegas pada peredaran rkok elektronik atau vape. Jenis rokok ini disamakan dengan narkoba.
Editor:
Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Singapura bersikap tegas pada peredaran rkok elektronik atau vape. Jenis rokok ini disamakan dengan narkoba.
Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, dalam pidato National Day Rally (NDR) 2025 menyampaikan bahwa akan diperlakukan sebagai masalah narkoba, dengan penerapan sanksi tegas termasuk hukuman penjara.
Baca juga: Kepala BNN Buka Peluang Larang Vape di Indonesia, Irjen Suyudi: Kemungkinan Itu Pasti Ada
Langkah tegas tersebut diambil sebagai upaya melindungi masyarakat, khususnya generasi muda, dari dampak buruk rokok elektronik.
Vape atau rokok elektrik adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk menguapkan cairan (disebut e-liquid atau vape juice) sehingga menghasilkan uap yang dihirup oleh penggunanya.
Berbeda dengan rokok konvensional yang membakar tembakau, vape bekerja dengan memanaskan cairan menggunakan baterai dan koil pemanas, tanpa proses pembakaran.
Singapura telah sejak lama dikenal sebagai negara dengan kebijakan pengendalian tembakau yang ketat.
Penggunaan rokok elektronik sudah dilarang sejak tahun 2018 dengan ancaman denda hingga 2.000 dollar Singapura (SGD) bagi pelanggar.
Namun, seiring perkembangannya menjadi masalah yang serius, kini rokok elektronik diperlakukan layaknya narkoba, dimana pengguna rokok elektronik dapat dikenakan ancaman pidana hingga hukuman penjara.
Baca juga: BNN Dinilai Telah Lakukan Langkah Tegas Usai Gagalkan Peredaran Ribuan Unit Vape Berisi Zat Adiktif
Ketegasan pemerintah Singapura berbanding terbalik dengan sikap pemerintah Indonesia.
Sebagai salah satu pasar rokok terbesar dunia, Indonesia mengalami peningkatan tren pengguna rokok elektronik di kalangan orang dewasa.
Berdasarkan Global Adult Tobacco Survey (GATS), prevalensi pengguna rokok elektronik naik dari 0,3 persen pada tahun 2011 menjadi 3 persen pada tahun 2021, atau setara dengan 6,2 juta orang dewasa.
Bahkan, menurut Statista Consumer Insights, Indonesia menempati urutan pertama di dunia dalam hal penggunaan rokok elektronik, dengan hampir 25 persen masyarakat pernah menggunakan rokok elektronik.
“Jumlah pengguna rokok elektronik di Indonesia dalam kurun 10 tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Tindakan tegas pemerintah Singapura perlu menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia, bahwa rokok elektronik berbahaya bagi kesehatan sehingga harus diatur dengan ketat, kalau perlu pertimbangkan untuk dilarang seperti yang dilakukan oleh pemerintah Singapura” tegas Mouhamad Bigwanto, Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI).
Fakta kebijakan di Singapura ini seolah mengingatkan jika setiap peningkatan jumlah perokok, termasuk pengguna vape, akan berujung pada lonjakan penyakit menular dan tidak menular yang biayanya ditanggung oleh sistem kesehatan nasional.
"Artinya, rakyat dua kali dirugikan: pertama karena kesehatan mereka terancam, kedua karena pajak mereka digunakan untuk menutup biaya pengobatan akibat kebijakan yang longgar.
Ini ketidakadilan yang nyata, langkah tegas pemerintah Singapura menunjukan keberanian politik untuk mendahulukan kesehatan masyarakat di atas kepentingan industri dan ini seharusnya menjadi contoh bagi pemerintah Iindonesia” tegas dr. Beladenta Amalia, MPH., Ph.D, Project Lead of Tobacco Control Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) juga mengingatkan bahwa rokok elektronik sama berbahayanya dengan rokok konvensional.
“Rokok elektronik mengandung nikotin yang sama adiktifnya dengan rokok konvensional. Klaim bahwa rokok elektronik dapat membantu berhenti merokok merupakan pandangan yang keliru. Bahkan, terdapat temuan bahwa liquid pada rokok elektronik mengandung narkoba” ungkap Dr. dr. Feni Fitriani Taufik, M.Pd.Ked yang juga sebagai pengurus PDPI.
Kebijakan Singapura yang menyamakan rokok elektronik dengan narkoba memberikan sinyal kuat tentang ancaman serius yang ditimbulkan produk ini bagi kesehatan masyarakat.
Di Indonesia, Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 sebagai turunan dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sudah memuat ketentuan mengenai batas kadar nikotin dalam cairan rokok elektronik serta larangan penggunaan bahan tambahan tertentu.
Regulasi ini dapat menjadi salah satu upaya untuk mencegah penyalahgunaan rokok elektronik sebagai sarana konsumsi narkoba.
Namun, tantangan terbesar ke depan adalah memastikan implementasi kebijakan berjalan efektif, bukan sekadar berhenti di atas kertas. Jika implementasi gagal, langkah tegas seperti yang dilakukan Singapura dengan melarang total rokok elektronik bisa menjadi pilihan yang tepat untuk melindungi masyarakat.
BNN Buka Peluang Larangan Vape di Indonesia
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Irjen Suyudi Ario Seto, membuka peluang adanya larangan penggunaan vape di Indonesia.
BNN yaitu lembaga pemerintah nonkementerian di Indonesia yang bertugas untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan serta peredaran gelap narkotika dan zat adiktif lainnya.
Hal tersebut sebagaimana yang dilakukan Singapura menyatakan vape sebagai narkoba.
Namun, ia menegaskan bahwa keputusan tersebut masih dalam tahap pendalaman dan kajian bersama.
“Iya ini tentunya akan menjadi bagian dari pendalaman kita tentunya kita perlu duduk bersama dulu dan kita akan lihat ke depan seperti apa,” kata Suyudi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/8/2025).
Terkait kemungkinan masuknya vape dalam Rancangan Undang-Undang Narkotika, Suyudi belum dapat memastikan.
“Ya nanti kita lihat,” ucapnya singkat.

Ia juga belum memastikan soal banyaknya vape yang beredar di Indonesia mengandung narkotika.
“Ya kita lihat nanti ya. Kita kan harus duduk dulu, kita harus melihat data,” ujar dia.
Meski begitu, Suyudi tidak menampik adanya potensi penyalahgunaan dalam peredaran vape.
“Ya kemungkinan itu pasti ada saja. Tapi kan kita harus lihat data yang sesungguhnya. Beri saya kesempatan untuk kita nanti mendalami hal ini,” jelasnya.
Suyudi menegaskan bahwa pihaknya akan tetap konsisten menjalankan perang melawan narkoba.
“Yang jelas narkoba harus kita tindak tegas. War on drugs for humanity, kita perang melawan narkoba untuk kemanusiaan,” tegasnya.
BNN baru-baru ini mengungkap kasus serius terkait penyalahgunaan vape yang disuntik dengan zat adiktif berbahaya, seperti ketamin dan etomidate, yang tergolong psikotropika dan memiliki efek mirip narkotika.
BNN bersama BPOM dan Bea Cukai berhasil menggagalkan peredaran 1.800 unit vape yang siap disuntik zat adiktif.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.