Selasa, 9 September 2025

Waka MPR RI Dorong Keterlibatan Semua Pihak dalam Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis

Menurut Lestari, stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB masih menjadi tantangan dalam proses pengobatan.

Editor: Content Writer
Istimewa
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat menjadi pembicara kunci pada Diskusi Publik dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret, bertema Membangun Kepemimpinan Perempuan di Sektor Kesehatan yang diselenggarakan Pusat Kajian Jaminan Sosial Sekolah Kajian Stratejik dan Global di Jakarta, Kamis (7/3). 

Pada tahun 2020, menurut Tjandra, peringkat jumlah kasus TB di Indonesia berada di lima besar dunia. Tetapi tahun ini, jumlah kasus TB di tanah air malah naik menduduki peringkat dua dunia.

Tjandra mengungkapkan, Tiongkok dalam 10 tahun mampu menurunkan jumlah kasus TB lebih dari 25%, padahal tingkat penurunan kasus TB dunia hanya 13%.

Capaian Tiongkok itu, ungkap dia, salah satunya didorong karena pada 2023, Negeri Tirai Bambu itu menaikkan budget penangulangan TB 20 kali lebih besar bila dibandingkan dengan tahun 2021.
Langkah yang sama, tegas Tjandra, dapat juga dilakukan di Indonesia.

Kolaborasi multisektor, menurut Tjandra, harus segera diwujudkan. Peran generasi muda, tambah dia, penting untuk proses penanggulangan TB dan sosialisasi regulasi kesehatan secara umum.

Ahli Antropologi Kesehatan - Universitas Airlangga Surabaya, Pinky Saptandari berpendapat, bahwa TB itu merupakan isu kesehatan yang banyak sekali balutan mitos, stigma, sosial dan budaya yang menambah kompleksitas permasalahan.

Menurut Pinky, pelayanan kesehatan untuk mengantisipasi dan pengobatan TB harus dilakukan secara holistik, integratif, komprehensif dan inklusif.

Karena, tambah dia, ketika sudah ditemukan kasus pun, orang yang terkena TB itu tidak segera melakukan pengobatan.

Pinky menegaskan, penting untuk memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan budaya dalam pengobatan TB.

Upaya pengobatan TB, tegas dia, butuh keterlibatan aktif para pemimpin, tokoh-tokoh agama, dan pendidik dalam upaya mengeliminasi TB di Indonesia.

Dokter praktisi pengobatan TB, Bobby Singh mengungkapkan, dalam upaya mengeliminasi kasus TB pihaknya yang berpraktik di salah satu rumah sakit swasta, ikut memberi edukasi terhadap masyarakat terkait bahaya TB.

Dalam satu hari, menurut Bobby, sekitar 400-450 penderita TB berobat ke rumah sakit di tempat praktiknya. Pengobatan TB, tambah dia, biasanya dilakukan dengan dosis tetap.

Namun, tegas Bobby, pada kasus tertentu juga dibutuhkan obat lepasan bagi penderira TB yang resisten terhadap obat tertentu. Diakui Bobby, ketersediaan obat Rifampisin dan INH saat ini sangat terbatas untuk pengobatan TB.

Country Officer WHO Indonesia, Setiawan Jati Laksono mengungkapkan sebelum 2013 deteksi TB memakai surveillance rutin, sehingga jumlah temuan kasus lebih rendah.

Pada tahun 2021 hingga sekarang, jelas Setiawan, pendataan TB menggunakan dynamic model sehingga angka jumlah kasus sangat terkait dengan performa program.

Diakui Setiawan, angka kasus TB di Indonesia memang terbilang tinggi, karena kita belum mampu mengendalikan faktor-faktor pemicu TB.
Selain itu, tambah dia, tindakan pencegahan belum bisa dilakukan dengan baik.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan