Pemerintah Mantapkan Langkah Bangun PLTN Pertama 2032
Pemerintah berkomitmen untuk mengoperasikan PLTN pertama pada tahun 2032.
TRIBUNNEWS.COM - Dalam upaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, pemerintah terus berinovasi dalam pengembangan berbagai sumber energi bersih. Salah satu langkah strategis yang tengah ditempuh adalah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), yang kini dipandang sebagai solusi penting untuk menjaga ketahanan sekaligus ketersediaan energi nasional.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot, menjelaskan bahwa kebijakan pengembangan PLTN sejalan dengan Asta Cita butir kedua, yang menekankan pentingnya memperkuat pertahanan dan keamanan, mewujudkan kemandirian bangsa di sektor pangan, energi, dan air, serta mendorong pengembangan ekonomi hijau dan biru.
"PLTN sebagai salah satu opsi strategis dalam peta transisi energi nasional dalam mencapai Net Zero Emission 2060. PLTN tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir, melainkan sebagai bagian penting dari perencanaan energi nasional," ujar Yuliot saat menjadi pembicara kunci pada acara Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Executive Meeting dan Penganugerahan BAPETEN Award 2025 yang digelar di Jakarta, pada Senin (27/10/2025).
Menurut Yuliot, Indonesia sebenarnya sudah lama memiliki arah pengembangan tenaga nuklir. Sejak 1960-an, pemerintah telah membangun tiga reaktor riset, yaitu Reaktor Triga di Bandung (2 MW), Reaktor Kartini di Yogyakarta (100 kW), dan Reaktor Serpong di Tangerang Selatan (30 MW).
Baca juga: Transisi Energi Prorakyat dan Ramah Lingkungan, ESDM Perluas Program PLTSa, Biogas, dan Biomassa
Ia menjelaskan, pengembangan energi nuklir di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat. Di antaranya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1967 tentang Ketenaganukliran, arah pembangunan PLTN dalam RPJPN 2025–2045, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional.
“Dalam PP Nomor 45 Tahun 2025, PLTN tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir, melainkan sebagai bagian penting dari perencanaan energi nasional. Seluruh dokumen itu menegaskan komitmen Indonesia untuk mengoperasikan PLTN pertama pada tahun 2032 dan mencapai kapasitas 44 GW pada 2060. Dari total tersebut, sekitar 35 GW untuk kebutuhan listrik umum, sedangkan 9 GW digunakan untuk produksi hidrogen nasional,” jelasnya.
Berdasarkan regulasi itu, porsi energi nuklir dalam bauran energi nasional diproyeksikan mencapai 5 persen pada 2030 dan meningkat menjadi 11 persen pada 2060.
Meski prospeknya besar, Yuliot mengakui pengembangan PLTN masih menghadapi tantangan. Salah satunya adalah biaya investasi yang besar, sekitar USD 3,8 miliar per unit, dengan waktu pembangunan mencapai 4–5 tahun.
Selain itu, aspek keselamatan juga menjadi perhatian utama pemerintah. Melalui BAPETEN, pemerintah akan menerapkan pengawasan dan mitigasi yang ketat, serta menjalin kerja sama dengan lembaga internasional untuk memastikan seluruh proses operasional PLTN berjalan aman dan sesuai standar.
Baca juga: Wamen ESDM Sebut Waste to Energy Kontribusi Nyata Bagi Ketahanan Energi
| Setahun Kebijakan Pro-Rakyat di ESDM, Buka Puluhan Ribu Peluang Kerja |
|
|---|
| Bahlil Tegaskan Hilirisasi Harus Berkeadilan, Daerah Harus Jadi Tuan di Negeri Sendiri |
|
|---|
| Transisi Energi Prorakyat dan Ramah Lingkungan, ESDM Perluas Program PLTSa, Biogas, dan Biomassa |
|
|---|
| Arah Baru Tata Kelola Migas, Warga Kini Jadi Bagian dari Produksi Energi Nasional |
|
|---|
| Bahlil: Kebijakan Impor BBM Tahun 2026 Berdasarkan Asas Keadilan dan Regulasi |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.