LGBT Kian Marak, Kak Seto: Itu Bentuk Kejahatan Seksual yang Sangat Keji Pada Anak
- Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi menyoroti tentang makin gencarnya kampanye Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT).
Mengacu pada hasil riset tersebut, berarti masih ada sedikitnya 60 persen lagi, yaitu faktor stimulasi lingkungan, yang juga memengaruhi bahkan lebih dominan terhadap pembentukan orientasi seksual menyimpang tersebut.
Temuan Bailey mematahkan seluruh klaim bahwa menjadi homoseksual adalah sesuatu yang terkodratkan (given).
Dalih bahwa Tuhan yang mengukir garis tangan seseorang untuk berketertarikan seksual terhadap sesama jenis kelamin, dengan demikian, sah dianggap sebagai sangat keliru.
Karena itu sama saja dengan mengambinghitamkan Tuhan sebagai biang keladi kebejatan manusia.
Menjadi orang dengan orientasi seksual yang keliru, antara lain homoseksual, ternyata lebih ditentukan oleh proses belajar sosial.
Dengan demikian, siapa pun yang ingin melakukan proses belajar ulang pasti dapat menjadi heteroseksual.
Mengapa pasti? Tak lain karena menjadi heteroseksual adalah satu-satunya kodrat ketertarikan yang Tuhan tanamkan ke dalam hati insan, dan kodrat itu niscaya adalah kebaikan.
Alhasil, tidak ada alasan sedikitpun untuk bertahan pada orientasi homoseksual.
Dengan demikian, isunya sekarang adalah pada kepercayaan diri kita semua--yang berketuhanan Yang Maha Esa--untuk menentang homoseksual.
Termasuk kepercayaan diri untuk memidanakan mereka secara berjenjang.
Pertama, jika orang homoseksual diam, sehingga kita tidak mengetahui abnormalitas mereka, maka apa boleh buat.
Kedua, apabila mereka angkat suara dan ingin dibantu menjadi heteroseksual, negara akan mendukung sebagaimana bantuan diberikan bagi para penyalahguna narkoba yang menyerahkan diri.
Namun--ketiga--manakala mereka bersuara dan mengampanyekan gaya hidup lesbian-gay-biseksual-transeksual (LGBT) sebagai sesuatu yang normal, maka hal ini harus dilawan dengan cara-cara sesuai hukum.
Di luar ranah hukum, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) kiranya dapat tampil lebih tegas dan percaya diri, menegakkan kepala dan membidangkan bahu.
Karena, tak lain, organisasi inilah yang berada pada posisi cukup strategis untuk menangkal penyebaran paradigma-paradigma keliru yang menormalkan gaya hidup LGBT, dari kelas-kelas kuliah psikologi ke ruang publik.