Jumat, 22 Agustus 2025

Waspada Jika Bayi Anda di Usia 2 Tahun Belum Bisa Merangkak dan Hanya Kuasai Beberapa Kata

usia bayi di bawah 5 tahun dianggap sebagai masa krusial pertumbuhan anak, baik untuk perkembangan otak, motorik dan sensorik.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Pexels.com
Ilustrasi bayi. 

Ketua Umum PP Ikatan Bidan Indonesia Dr. Emi Nurjasman M.Kes, mengingatkan kepada bidan yang melakukan pemeriksaan kandungan ibu hamil, informasi-informasi tersebut harus disampaikan secara komprehensif.

“Pola hidup, pola makan, dan juga nutrisi yang sebaiknya dikonsumsi ataupun yang harus dihindari oleh ibu dan bayi,” kata Emi dalam keterangannya, Senin (22/3/2021).

Emi juga meminta hasil penelitian YAICI bersama PP Aisyisiyah mengenai konsumsi kental manis pada balita untuk dapat dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait lainnya, agar ke depannya dapat mengeluarkan rekomendasi.

“Kita tahu konsumsi kental manis oleh balita itu tidak tepat karena itu perlu direkomendasikan, bisa saja nanti ada tambahan larangan kental manis tidak untuk dikonsumsi balita, serta di dalam kemasan harus ada warning juga,” kata Emi Nurjasman.

Baca juga: Geger Kambing Baru Lahir Bermata Satu, Tak Bisa Berjalan dan Hanya Minum Susu Botol

Perkembangan kesehatan saat remaja sangat menentukan kualitas seseorang untuk menjadi individu dewasa.

Masalah gizi yang terjadi pada masa remaja akan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit di usia dewasa serta berisiko melahirkan generasi yang bermasalah gizi.

Merujuk pada Riskesdas tahun 2018, sekitar 65% remaja tidak sarapan, 97% kurang mengonsumsi sayur dan buah, kurang aktivitas fisik serta konsumsi gula, garam dan lemak (GGL) berlebihan.

Pola konsumsi dan kebiasaan yang tidak baik tersebut mengakibatkan tingginya angka anemia pada remaja, yaitu 3 dari 10 remaja mengalami anemia.

Anemia pada remaja akan menyebabkan timbulnya masalah kesehatan seperti penyakit tidak menular, produktivitas dan prestasi menurun, termasuk masalah kesuburan.

Karena itu, edukasi gizi menjadi penting, tidak hanya untuk ibu tapi juga remaja, milenial dan para calon orangtua.

Baca juga: Efek Samping Rutin Minum Kental Manis Pada Anak

Hal ini juga sejalan dengan data UNICEF pada 2017, bahwa adanya perubahan pola makan seperti kenaikan konsumsi makanan tidak sehat seperti jenis makanan instan dan juga makanan tinggi kandungan GGL.

Dampaknya adalah, kebiasaan ini menjadikan calon ibu tidak memiliki bekal pengetahuan yang cukup pada saat menjadi ibu.

Maka tidak heran, hingga saat ini masih banyak ditemukan balita mengkonsumsi makanan instan sebagai asupan makanan sehari-hari.

Tak hanya itu, konsumsi kental manis sebagai minuman susu oleh balita bahkan bayi pun masih jamak ditemukan dengan frekwensi yang cukup tinggi 2 hingga 8 gelas per hari.

Padahal kental manis bukanlah minuman untuk dikonsumsi anak mengingat kandungan gulanya yang cukup tinggi.

Halaman
1234
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan