Jumat, 8 Agustus 2025

Bacaan Doa

Doa Pelunas Utang agar Nantinya Ruh Tak Terkatung di Alam Barzakh

Doa pelunas hutang dibaca sebagai bentuk tawakkal setelah berusaha maksimal untuk melunasinya dan agar ruh tak terkatung di alam barzakh jika wafat.

|
Canva/Tribunnews
DOA PELUNAS HUTANG - Gambar dibuat di Canva, Rabu (6/8/2025). Doa pelunas hutang dibaca sebagai bentuk tawakkal setelah berusaha maksimal untuk melunasinya dan agar ruh tak terkatung di alam barzakh jika wafat. 

TRIBUNNEWS.COM - Doa pelunas utang merupakan bentuk tawakkal kepada Allah setelah melakukan berbagai usaha untuk melunasi utang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hutang atau utang adalah uang yang dipinjam dari orang lain atau kewajiban membayar kembali apa yang telah diterima (baik berupa uang, barang atau jasa).

Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menjelaskan berdasarkan kaidah fiqh muamalah, utang adalah hak milik orang lain yang wajib dikembalikan.

Artinya utang adalah sesuatu yang dipinjam dan wajib dikembalikan sesuai kesepakatan.

Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah dijelaskan Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "Selayaknya pemberi pinjaman untuk menepati janjinya."

Orang yang berutang wajib untuk segera membayar utangnya sebelum jatuh tempo yang disepakati atau ketika sudah memiliki kemampuan untuk melunasi.

Rasulullah pun pernah berutang, bukan untuk kemewahan hidup, melainkan untuk kebutuhan umat dan hal yang mendesak.

Rasulullah juga mencontohkan kepada umatnya untuk melunasi utang tepat waktu.

Dari Aisyah r.a berkata: "Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi secara berhutang dan beliau menggadaikan baju besinya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Maknanya, utang dijadikan opsi terakhir ketika sudah tidak ada alternatif lain untuk mendapatkan dana atau barang secara halal kecuali dengan berutang.

Artinya terdapat unsur keterpaksaan dalam berutang dan jangan berutang di luar kemampuan agar dapat melunasinya di masa depan.

Baca juga: Doa Melepas Pakaian, Memutus Pandangan Jin dari Aurat Manusia

Kewajiban melunasi utang di dunia ini juga berkaitan dengan perjalanan manusia setelah mati, di mana ruh berada di alam penantian atau alam barzakh.

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah bersabda: “Jiwa seorang mukmin terkatung-katung karena utangnya sampai utangnya dilunasi.” (HR. At-Tirmidzi no. 1079; Hasan - disahihkan Al-Albani)

Artinya seseorang yang meninggal dunia namun belum melunasi utangnya, jiwanya berada dalam keadaan “tertahan” atau "menggantung" di alam barzakh hingga utang tersebut dilunasi.

Selain itu, Rasulullah tidak menshalatkan jenazah yang masih memiliki utang di dunia.

"Nabi Muhammad tidak menshalati jenazah yang masih memiliki hutang, kecuali setelah hutangnya dilunasi atau dijamin oleh orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)

Bagi orang yang berutang sebaiknya berusaha untuk melunasi utangnya dan berdoa serta bertawakkal agar dimudahkan oleh Allah.

Bertawakkal atau berserah diri kepada Allah dilakukan setelah melakukan ikhtiar atau usaha secara maksimal untuk melunasi utang dengan membaca doa di bawah ini.

Doa Pelunas Utang 

اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Allahumma akfini bihalālika ‘an harāmika, wa aghnini bifaḍlika ‘amman siwāka.

Artinya: "Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal agar terhindar dari yang haram, dan kayakanlah aku dengan karunia-Mu agar tidak bergantung kepada selain-Mu." (HR. Tirmidzi, no. 3563)

Doa Rasulullah Ketika Terlilit Utang

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ، وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ

Allahumma inni a‘ūdzu bika minal-hammi wal-ḥazan, wal-‘ajzi wal-kasal, wal-jubni wal-bukhl, wa ḍala‘id-dayni wa ghalabatir-rijāl.

Artinya: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat pengecut dan kikir, dari lilitan utang, dan dari tekanan orang lain." (HR. Abu Dawud, no. 1541)

Hadis tentang Utang

Perkara utang-piutang disebutkan dalam sejumlah hadis.

Orang yang berutang dan telah mampu untuk membayarnya diwajibkan untuk segera melunasinya.

Jika tidak, maka orang tersebut akan dianggap sebagai orang zolim karena tidak segera memberikan hak orang lain.

"Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abi-Az-Zanad dari Al-A'raji dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Menunda membayar hutang bagi orang kaya adalah kezaliman dan apabila seorang dari kalian hutangnya dialihkan kepada orang kaya, hendaklah dia ikuti.” (HR. Al-Bukhari no 2287)

Selain itu, orang yang memberikan pinjaman dilarang memberikan bunga karena termasuk riba dan hukumnya haram.

“Setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan (keuntungan), maka itu adalah riba.” (QS. Ali Imran 3 : 130)

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Imran/3 : 130)

Jika orang yang berutang itu kesulitan melunasi seluruh utangnya sebelum jatuh tempo, maka pemberi utang sebaiknya memperpanjang tenggat waktu.

“Dan jika dia (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Al-Baqarah/2 : 280)

Dalam skripsi berjudul Melalaikan Hutang Perspektif Hadis oleh Himayatul Adawiyah di Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora, Program Studi Ilmu Hadis, Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember tahun 2024, dijelaskan bahwa orang yang mampu melunasi utangnya namun sengaja menunda maka boleh dicela.

“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad An-Nufayli telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Al-Mubarak dari Wabri bin Abi Dulailah dari Muhammad bin Maymuni dari 'Amru bin AshSharid dari Ayahnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda “Orang mampu yang menunda pembayaran hutangnya, maka kehormatan dan hukuman telah halal untuknya".

Ulama ahli hadis, Ibnu Al Mubarak, berkata: "Halal kehormatannya maksudnya boleh untuk mengeraskan suara (mencela), dan halal hukumannya maksudnya adalah memenjarakannya.” (HR. Sunan Abi Daud, No. 3628)

Rasulullah memerintahkan umatnya yang berutang untuk segera melunasinya jika sudah mampu.

Orang yang melunasi utang adalah yang paling baik di antara mereka, seperti dalam sabda Rasulullah:

“Sesungguhnya sebaik-baik kalian atau dari sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Ibnu Majah : 2423)

Adab Orang Berutang dalam Islam

Orang yang meminjam atau berutang kepada orang lain perlu memahami adab atau etika berutang dalam ajaran Islam.

Kementerian Agama juga menjelaskan adab bagi orang yang berhutang agar tidak ada masalah ketika melakukan pinjaman dan melunasinya.

1. Mencatat Utang, Sekalipun Nominal Kecil

Sekecil apa pun jumlah utang, sebaiknya tetap dicatat. 

Ini untuk menghindari lupa atau kesalahpahaman antara peminjam dan pemberi pinjaman, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran.

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu melakukan hutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya. Hendaklah seorang pencatat di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah pencatat menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya. Hendaklah dia mencatat (-nya) dan orang yang berutang itu mendiktekan (-nya). Hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia menguranginya sedikitpun dari hutangnya." (Q.S Al-Baqarah/2 : 282)

2. Mengabari Orang yang Memberi Pinjaman

Jika belum mampu membayar utang, sebaiknya peminjam memberi tahu si pemberi pinjaman, jangan diam-diam atau menghilang. 

Dengan memberi kabar, itu menunjukkan niat baik dan tanggung jawab.

3. Berusaha untuk Melunasi

Orang yang berutang harus berusaha keras untuk bisa membayar. 

Misalnya dengan bekerja, berhemat, atau mencari cara halal lainnya.

Jangan bermalas-malasan dan membiarkan utang menumpuk.

4. Tidak Menunda Pembayaran Saat Mampu

Kalau sudah punya uang atau rezeki yang cukup, jangan tunda membayar. 

Menunda utang padahal sudah mampu dianggap sebagai perbuatan zalim dalam Islam.

5. Tidak Berniat Sengaja Tidak Membayar

Sejak awal, orang yang berutang harus punya niat sungguh-sungguh untuk melunasinya karena itu adalah amanah yang harus diberikan/dikembalikan kepada orang yang berhak.

Jika dari awal berniat tidak mau membayar, itu termasuk perbuatan curang dan dosa.

Allah menegaskan dalam Al-Quran bahwa hambaNya harus menyampaikan setiap amanah kepada pemiliknya.

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya." (QS. An-Nisa' 4: 58)

"Dan penuhilah janji (karena) sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya." (QS. Al-Isra' 17: 34)

Telah menceritakan kepada kami Hisham bin Ammar berkata: telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Muhammad bin Sayfi bin Suhayb Al-Khair berkata: telah menceritakan kepadaku Abdul Hamid bin Ziyad bin Sayfi bin Suhayb dari Shu'ayb bin Amru berkata: telah menceritakan kepada kami Suhayb Al-Khair dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Siapa saja berhutang dan ia berencana untuk tidak membayarnya kepada pemiliknya, maka ia akan menjumpai Allah dengan status sebagai pencuri.”

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim Ibnul Mundhir Al Hizami berkata: telah menceritakan kepada kami Yusuf bin
Muhammad bin Saifi dari Abdul Hamid bin Ziyad dari Bapaknya dari kakeknya Suhaib dari Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam dengan Hadis yang serupa.
(HR. Sunan Ibn Majah 2410)

6. Tidak Menunggu Ditagih Baru Mau Bayar

Jangan menunggu sampai ditagih atau diingatkan. 

Kalau sudah waktunya membayar, lakukan dengan kesadaran sendiri. 

Ini menunjukkan kita orang yang bertanggung jawab.

7. Tidak Banyak Alasan dalam Membayar

Ketika sudah waktunya membayar, jangan cari-cari alasan, apalagi alasan yang dibuat-buat. 

Itu hanya memperburuk kepercayaan dan menyakiti hati orang yang pernah memberikan pinjaman.

8. Tidak Berbohong kepada Pemberi Utang

Jika memang belum bisa membayar, orang yang berhutang sebaiknya mengatakan semua apa adanya. 

Jangan berbohong atau menutupi kondisi keuangan hanya untuk menghindari pembayaran.

9. Tidak Meremehkan Utang

Jangan menganggap remeh utang, walaupun jumlahnya kecil. 

Semua utang tetap harus dibayar. Karena sekecil apa pun, itu tetap hak orang lain yang kita pinjam.

10. Jangan Berjanji Jika Tak Mampu Tepati

Sebelum janji membayar atau menentukan tanggal pelunasan, pastikan benar-benar mampu. 

Jangan asal janji, karena jika tidak ditepati, itu bisa termasuk perbuatan dosa dan menimbulkan kecewa.

11. Mendoakan yang Baik

Setelah menerima pinjaman, ucapkan terima kasih dan doakan kebaikan bagi orang yang telah membantu. 

Misalnya mengatakan, “Semoga Allah membalas kebaikanmu.”

Itu termasuk akhlak yang diajarkan Rasulullah.

Adab Menagih Utang dalam Islam

Bagi orang meminjamkan uang atau sesuatu kepada orang lain, dapat menagih pinjaman tersebut dengan memperhatikan beberapa adab menurut Kementerian Agama.

Pertama, menagih utang saat sudah jatuh tempo sesuai kesepakatan.

Kedua, menagih utang dengan cara yang baik sebagaimana dijelaskan dalam hadis:

“Siapa yang menuntut haknya, sebaiknya menuntut dengan baik, baik pada orang yang ingin menunaikannya atau pada orang yang tidak ingin menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah)

Yang ketiga, jika yang berutang belum mampu membayar, dianjurkan menunggu sampai mampu atau membebaskan utangnya.

“Siapa yang senang diselamatkan Allah dari kesusahan hari kiamat, maka sebaiknya menghilangkan kesusahan orang yang terlilit utang atau membebaskannya.” (HR. Muslim)

Keempat, tidak boleh mengambil keuntungan dari utang, seperti bunga.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkan riba, jika kalian orang beriman.” (QS. Al-Baqarah ayat 278)

Kisah Sahabat Rasulullah, Habiskan Harta dan Lunasi Hutang sebelum Wafat

Dari Kitab Rijal Haula Al Rasul karya Kholid Muhammad Kholid, dikisahkan sahabat Rasulullah yang paling kaya, Abdurrahman bin Auf, memilih untuk menghabiskan hartanya sebelumnya wafat.

Abdurrahman bin Auf pernah memborong dagangan dari kota Syam dan dibawa pulang ke Madinah dengan jumlah yang sangat banyak sekitar 700 kontainer dagangan.

Karena kekayaannya, Rasulullah menyindir Abdurrahman bin Auf akan masuk surga dengan berjalan merangkak.

"Kenapa dia masuk dengan merangkak tidak seperti sahabat lainnya yang berjalan super kilat pada waktu masuk surga?" tanya para sahabat.

Rasulullah Saw menjawab, "Sebab dia terlalu kaya."

Abdurrahman bin Auf sering menangis teringat sabda Rasulullah ini. 

Ia pun sering berdoa kepada Allah, "Jadikan aku ini miskin! Aku ingin seperti Masab bin Umair atau Hamzah yang hanya meninggalkan sehelai kain pada saat meninggal dunia. Masab bin Umair ketika jasadnya dibungkus kafan, kakinya tertutup tapi kepalanya terbuka. Ketika ditarik ke atas, kepalanya tertutup tapi kakinya terbuka. Ya Allah!!"

Abdurrahman bin Auf sudah terlanjur ditakdirkan menjadi orang kaya selama hidupnya.

Beliau sering berkonsultasi kepada Rasulullah bagaimana supaya dirinya dapat masuk ke surga minimal berjalan kaki, tidak merangkak. 

Rasulullah menjawab, "Perbanyak bersedekah niscaya kakimu menjadi ringan untuk masuk surga!"

Dalam catatan sejarah, pada akhir hayatnya Abdurrahman bin Auf berwasiat membagi hartanya menjadi 3 bagian: 1/3 dibagikan untuk modal usaha sahabatnya; 1/3 untuk melunasi hutang-hutangnya; dan 1/3 lagi untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin. 

Semua itu dilakukan untuk meringankan langkahnya memasuki pintu surga, dikutip dari laman Kemenag.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan