Pilpres 2024
Pengamat Sebut Cawapres Kunci Kemenangan Pilpres 2024, Ingatkan soal Matahari Kembar Era SBY-JK
Pangi Syarwi Chaniago mengingatkan calon wakil presiden (cawapres) memiliki peran penting di Pilpres 2024 mendatang.
Penulis:
Endra Kurniawan
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengingatkan calon wakil presiden (cawapres) memiliki peran penting di Pilpres 2024 mendatang.
Cawapres bahkan menjadi kunci kemenangan hingga bisa ikut mengantarkan capresnya jadi RI 1.
Semua tidak lepas dari elektabilitas capres yang sudah muncul dipermukaan publik, seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.
Dinamika elektoral mereka tidak terlalu terpaut jauh, bahkan pernah Prabowo menyalip Ganjar, Anies pernah menyalip Prabowo, dan Anies pernah menyalip Ganjar dan Prabowo, dan seterusnya.
Ketiga nama tersebut juga memiliki angka elektabilitas bersaing tipis tidak mencapai di atas 30 persen berdasarkan hasil temuan berbagai lembaga survei.
"Dengan demikian, maka cawapres lah menjadi kunci kemenangan," ucap Pangi kepada Tribunnews.com dalam keterangan tertulis, Kamis (11/5/2023).
Baca juga: Nusron Wahid Sebut Koalisi Besar Berharap Pilpres 2024 Hanya Hadirkan Dua Pasangan Calon
Pangi melanjutkan penjelasannya, cawapres bisa menjadi pisau bermata dua bagi capres.
Cawapres bisa menjadi doping guna meningkatkan elektoral capresnya dengan syarat dipilih secara tepat.
Sebaliknya, cawapres yang blunder dapat membuat elektabilitas capres anjlok serta mematikan langkah politiknya.
Sehingga, kata Pangi, tidak mengherankan sejauh ini koalisi-koalisi yang sudah terbentuk belum juga memunculkan nama cawapres mereka.
"Parpol koalisi sengaja menyimpan nama cawapres, sejauh ini parpol koalisi tidak akan mau terburu-buru mengumumkan cawapresnya."
"Caranya mengunci nama cawapres, sebab cawapres harus dipastikan kontributif terhadap capresnya, menjadi bagian dari desain adu strategi politik."
"Kenapa penting parpol koalisi meracik cawapres ideal potensial pendamping capres? Sebab kalau salah maka bisa bunuh diri politik," imbuh Pangi.
Pangi selanjutnya membeberkan ada sejumlah kriteria penting saat partai politik dalam menentukan cawapres.
Baca juga: Elite Golkar dan PKB Bertemu Lagi Bahas Rencana Pembentukan Koalisi Besar di Pilpres 2024
Basis elektoral yang kuat
Kriteria pertama yang wajib dimiliki oleh cawapres adalah memiliki basis elektoral yang kuat.
Elektoral tersebut bisa datang dari dukungan parpol, pengaruh politik hingga berasal dari daerah yang memiliki potensi elektoral besar.
Semua hal di atas nantinya dapat memberikan keuntungan bagi pasangan calon presiden guna memenangkan Pilpres 2024.
Di sisi lain, elektoral besar cawapres juga menjaga stabilitas politik dan meredam potensi konflik di dalam pemerintahan serta memberikan keyakinan kepada pemilih bahwa pasangan tersebut mampu menghadapi tantangan dan dinamika politik dengan baik.
Pangi mencontohkan seperti saat bagaimana Jusuf Kalla sebagai wapres waktu itu bisa menarik Golkar ke gerbong koalisi pemerintah, sehingga tercipta stabilitas politik dalam koalisi.
"Calon wakil presiden yang memiliki basis elektoral yang kuat atau memiliki jaringan politik yang luas, juga dapat membantu pasangan calon untuk memenangkan dukungan dari partai politik atau koalisi politik yang sebelumnya tidak mendukung, yang pada akhirnya akan mempengaruhi format koalisi dan partai partai politik yang tergabung dalam koalisi untuk membentuk koalisi yang stabil dan solid," beber Pangi.
Pangi kemudian memberikan catatan cawapres yang akan digandeng ada kebutuhan lain, tergantung kebutuhan user capresnya, seperti representasi basis segmen pemilih yang tidak beririsan alias tidak sama dengan capresnya, serta irisan representasi wilayah misalnya Jawa-Non Jawa.
Blok Ideologis dan Kebutuhan Pemilih Gen Z dan Milenial

Kriteria selanjutnya, menurut Pangi, terkait konteks blok ideologis.
Cawapres digandeng ada kebutuhan lain karena mengentalnya blok ideologis polarisasi isu dan menguatkan politik identitas sehingga muncul capres cawapres representasi kombinasi nasionalis-religius dalam kasus Jokowi-Ma’ruf.
"Model cawapres kebutuhan lain misalnya sipil-militer, cawapres dari kluster kepala daerah, dari menteri dan dari ketum partai," kata Pangi.
Selanjutnya Cawapres juga harus representasi kebutuhan pemilih Gen Z dan Milenial, sebab bagaimana pun generasi milenial cukup besar dan potensial pemilihnya.
Baca juga: PDIP Diprediksi Bakal Pilih Erick Thohir Dampingi Ganjar Pranowo di Pilpres 2024, Ini Alasannya
Bahkan mendekati angka 60 persen, pemilih ini masuk pada kategorisasi pemilih rational dan psikologis, memperhatikan rekam jejak kandidat, kompetensi, kapasitas, integritas dan jam terbang serta pengalaman dari capres-cawapresnya, jadi harus hati-hati juga dengan perilaku memilih (voting behaviour) kelompok cluster ini.
GenZ dan Milienial termasuk pemilih yang kritis yang naik kelas menjadi pemilih rational dan psikologis, sehingga penting juga cawapres mempertimbangkan trace record.
"Mempengaruhi persepsi publik, dengan memilih wakil presiden yang memiliki citra politik yang baik dan bersih akan lebih mudah diterima oleh pemilih kritis Gen Z dan pemilih milenial dan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap kemampuan pasangan calon presiden," urai Pangi.
Chemistry capres-cawapres
Kriteria terakhir, Pangi mengingatkan betapa pentingnya chemistry antara capres-cawapres.
Capres-cawapres merupakan paket komplementer, saling melengkapi, cawapres yang memiliki keahlian dan pengalaman yang komplementer dengan calon presiden dapat memberikan keuntungan tambahan dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan jika terpilih.
Dengan tetap mempertimbangkan variabel elektabilitas, wilayah, logistik, partai, kombinasi latar belakang, representasi figur dan lain lain
Pangi melihat daya rekat koalisi capres-cawapres kita sangat transaksional pragmatis bukan ideologis.
Baca juga: Adu Harta Kekayaan Tiga Capres di Pilpres 2024: Prabowo Terkaya, Ganjar dan Anies Selisih Tipis

"Saya khawatirkan, posisi penentuan cawapres di dalam koalisi dengan pendekatan politik lastminute atau injuretime juga punya risiko, membuat guncangan koalisi, rawan, semen basis kaolisi berbasiskan siapa cawapres yang akan digandeng di internal koalisi, sehingga koalisi gampang mengalami patahan di tengah jalan atau bubar," tegasnya.
Oleh karena itu, pilpres 2024 gelanggang datar, tanpa incambent, maka kunci kemenangan pilpres bukan pada capres tapi sejauh mana piawai mengandeng cawapres yang mengantarkan kemenangan. Sekali lagi, kunci kemenangan adalah cawapresnya
"Chemistry capres-cawapres juga penting menjadi perhatian, jangan sampai matahari kembar seperti SBY -JK tempo dulu."
"Apalagi pada periode kedua ada potensi persaingan elektoral antara capres dengan cawapresnya untuk merebut RI-1 pada periode kedua masa jabatan," tutup Pangi.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.