Pilpres 2024
Melihat Pola Cawapres PDIP sejak Era Megawati hingga Peluang Sandiaga Uno Dampingi Ganjar Pranowo
Bagaimana peluang Sandiaga Uno menjadi cawapres Ganjar Pranowo? Seperti apa pola cawapres PDIP sejak era Megawati?
Penulis:
Pravitri Retno Widyastuti
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.com - Ketua Bappilu PPP sekaligus Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, resmi diusung PPP menjadi bakal calon wakil presiden (bacawapres) untuk calon presiden (capres) PDIP, Ganjar Pranowo.
Meski demikian, Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Aljabar Strategi, Arifki Chaniago menilai peluang Sandiaga Uno menjadi cawapres Ganjar Pranowo, terlalu tipis.
Penilaian ini disampaikan Arifki mengingat PDIP memiliki beberapa kecenderungan dalam menentukan cawapres.
Hal ini, kata Arifki, berkaca pada Pilpres sebelumnya, di mana PDIP selalu memilih cawapres yang senior dari capresnya.
Selain itu, para cawapres dari capres PDIP memiliki latar belakang sebagai tokoh Nahdlatul Ulama (NU).
"Kita melihat polanya PDIP dalam menentukan cawapres, misalnya Megawati dari 2001-2004 dengan Hamzah Haz, kemudian Megawati dengan Hasyim Muzadi di 2004."
Baca juga: Sandiaga Uno Dipilih PPP Jadi Cawapres Ganjar Pranowo, Hasto: Kita Lihat Kesesuaian Kepemimpinannya
"Kemudian Jokowi-Jusuf Kalla, lalu Jokowi-Maruf," urai Arifki kepada Tribunnews.com, Selasa (20/6/2023).
"Ini akan rumit. (Meski) mungkin secara finansial, Sandi diuntungkan karena bisa mem-back up Ganjar. Tapi, apakah itu yang dibutuhkan PDIP," imbuhnya.
Pola Cawapres PDIP

Keempat tokoh yang disebut Arifki Chaniago menjadi cawapres kader PDIP itu memang diketahui merupakan tokoh besar NU.
Pertama, Hamzah Haz, yang dulunya pernah menjadi anggota DPR RI Fraksi NU saat masih menjadi partai sendiri.
Ia juga pernah menjadi anggota DPRD Kalimantan Barat dari Partai NU.
Mengutip situs resmi PPP, Hamzah Haz turut bergabung dengan partai berlambang Kakbah itu ketika NU dan tiga partai Islam lainnya melebur menjadi PPP pada 1971.
Sejak saat itu, karier politik Hamzah Haz terus melejit.
Puncaknya adalah saat ia terpilih menjadi Wakil Presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri pada 2001-2004.
Kedua adalah Hasyim Muzadi yang menjadi pasangan Megawati Soekarnoputri dalam Pilpres 2004.
Hasyim Muzadi pernah menduduki sejumlah jabatan strategis di NU, sebagaimana dikutip dari biografinya.
Ia tercatat pernah menjadi Sekretaris PWNU Jawa Timur (1987-1988), Ketua PWNU Jatim (1992-1999), dan Ketua Umum PBNU dua periode (1999-2004 dan 2005-2009).
Baca juga: PPP Klaim Sandiaga Uno Penuhi Kriteria Jadi Sosok Bakal Cawapres Pendamping Ganjar Pranowo
Selain aktif di organisasi NU, Hasyim Muzadi juga familiar dengan dunia politik.
Ia pernah menjadi anggota DPRD Malang dan Jawa Timur.
Saat pasangan Jokowi-JK memenangkan Pilpres 2014, Hasyim Muzadi dipercaya menjadi salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Tokoh NU ketiga yang menjadi cawapres dari capres PDIP adalah JK.
Pada Pilpres 2014, JK mendampingi Jokowi melawan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Mengutip situs resmi Pemkab Kampar, nama JK sudah dikenal sebagai Mustasyar NU wilayah Sulawesi Selatan di kalangan ulama dan pemuka masyarakat.
Sang ayah, Hadji Kalla, adalah pendiri NU Sulsel dan pernah menjabat sebagai bendahara.
Karena itu, JK kerap dianggap sebagai 'darah biru' bagi NU Sulsel.
Terakhir, yaitu Maruf Amin, yang saat ini adalah Wakil Presiden bagi Jokowi.
Sejak muda, Maruf sudah aktif di organisasi NU.
Menurut biografinya, Maruf Amin pernah menjadi Ketua Ansor Jakarta (1964-1966).
Ia juga pernah ditunjuk sebagai pengurus Lembaga Dakwah PBNU Jakarta dan Khatim Aam Syuriah PBNU.
Pengalamannya di bidang agama dan politik mengantarkan Maruf Amin menjadi Ketua Umum PBNU periode 2015-2020.
Selain keempat cawapres PDIP berasal dari kalangan NU, mereka juga berusia di atas capres alias senior.
Baca juga: Pernah Kalah di Pilpres 2019, PPP Tetap Yakin Sandiaga Uno Bawa Kemenangan sebagai Cawapres Ganjar
Hamzah Haz yang lahir di Kalimantan Barat pada 15 Februari 1940, lebih tua tujuh tahun dibanding Megawati yang lahir pada 23 Januari 1947.
Lalu, Hasyim Muzadi lebih tua tiga tahun dari Megawati.
Ia adalah kelahiran Tuban, Jawa Timur pada 8 Agustus 1944.
Hal serupa juga berlaku pada wapres Jokowi.
JK dan Jokowi terpaut jarak 19 tahun, dimana JK lahir pada 1942 dan Jokowi pada 1961.
Kemudian, Maruf Amin yang lahir pada 1943 lebih senior 18 tahun dibanding Jokowi.
Peluang Sandiaga Uno

Senada dengan Arifki Chaniago, Pengamat Politik Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin, juga menilai Sandiaga Uno tampaknya sulit menjadi cawapres Ganjar.
Ujang mengatakan, jalan Sandiaga Uno menjadi cawapres Ganjar Pranowo akan berat dan terjal.
"Saya melihatnya ini akan penuh tantangan akan penuh kerumitan dan akan penuh problem tersendiri, karena di politik itu tidak ada yang mulus dan tak ada makan siang gratis," urai Ujang, Senin (19/6/2023).
Lebih lanjut, Ujang menyebut peluang Sandiaga Uno tergantung pada keputusan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri ke depannya.
Hal itu justru dikatakan Ujang sebagai tantangan terbesar Sandiaga Uno.
Jika Megawati bersedia menerima Sandiaga Uno, maka perjalanan Menparekraf ini akan lancar sebagai cawapres Ganjar Pranowo.
"Saya melihat tantangan terbesarnya ya sebenarnya dari PDIP sendiri, khususnya Megawati apakah mau menerima Sandi atau tidak."
"Tapi, kalau tidak mau menerima ya tidak bisa menjadi cawapresnya Ganjar," ujar Ujang.
Baca juga: Dipilih PPP jadi Bacawapres Dampingi Ganjar, Sandiaga Uno Sebut Ini Tugas yang Sangat Berat
"Jadi dalam sebulan dua bulan akan penuh dinamikanya sendiri ya tantangan dan kerumitan problem soal siapa yang akan dipilih menjadi cawapresnya Ganjar, termasuk ya tadi apakah Sandiaga atau bukan," imbuhnya.
Ia pun menilai peluang Sandiaga Uno menjadi cawapres Ganjar adalah masih 50-50.
Meski demikian, Ujang sekali menekankan jalan Sandiaga Uno akan berat.
"(Peluangnya) masih 50-50, tapi lebih cenderung berat," tandasnya.
Sementara itu, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, justru menilai mantan kader Gerindra itu memiliki daya tawar tinggi.
Burhanuddin membeberkan Sandiaga Uno setidaknya memiliki empat daya tarik untuk mendampingi Ganjar Pranowo.
Pertama, terbukti dari elektabilitas cawapres di mana nama Sandiaga Uno kerap menduduki tiga besar.
Kedua, Menaprekraf ini sudah menjadi tokoh dari partai Islam usai bergabung dengan PPP.
Ketiga, Sandiaga Uno yang berasal dari luar Jawa memiliki bekal logistik yang kuat.
"Pertama, secara elektoral, Mas Sandi termasuk top tiga cawapres yang dipilih oleh publik. Kedua, Mas Sandi juga punya Islamic credencial sebagai kader PPP," urai Burhanuddin dalam acara Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Senin, dikutip Tribunnews.com.
"Bagaimanapun Mas Sandi dari luar Jawa. Buat Ibu Mega, penting untuk memadukan kombinasi Jawa-luar Jawa, nasionalis Islam."
"Terakhir, tentu ini Mas Sandi punya logistik," kata dia.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum PPP, Amir Uskara, menilai pengalaman Sandiaga Uno dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019, menjadi nilai plus bagi Menparekraf itu untuk menjadi cawapres Ganjar.
"Ya saya kira itu karena artinya sudah pernah bertarung, sudah tahu cara bertarung," ujarnya, Senin.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menilai langkah PPP yang mengusulkan nama Sandiaga Uno sebagai cawapres Ganjar, harus didiskusikan lebih dahulu.
Meski demikian, PDIP, kata Hasto, menghormati usulan PPP.
"Tentu saja (didiskusikan dulu). Kita juga tahu bagaimana leadership dari Pak Sandi."
"Masing-masing cawapres memiliki suatu keunggulan untuk mendampingi Pak Ganjar," ungkap Hasto saat ditemui di Rumah Aspirasi Relawan Ganjar Pranowo, Jakarta Pusat, Sabtu (17/6/2023), dikutip dari Kompas.com.
"Tentu saja menghormati usulan dari PPP sama dengan partai lain di mana ada beberapa nama yang sudah masuk dan dibahas secara dinamis oleh Ibu Megawati," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Reza Deni/Galuh Widya, Kompas.com/Dian Erika)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.