Kamis, 21 Agustus 2025

Pilpres 2024

Putusan MKMK: 9 Hakim Dijatuhi Sanksi, Putusan Soal Batas Usia Capres-Cawapres Tidak Bisa Dikoreksi

MKMK mengatakan tidak bisa mengoreksi putusan MK berkaitan dengan syarat usia minimal capres-cawapres.

Editor: Erik S
Tribunnews.com/Ibriza
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memastikan enam hakim konstitusi melanggar kode etik. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi kepada sembilan hakim konstitusi karena melanggar kode etik.

Pelanggaran kode etik tersebut terkait sidang Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia calon presiden dan wakil presiden.

Dalam putusannya, MKMK mengatakan tidak bisa mengoreksi putusan MK berkaitan dengan syarat usia minimal capres-cawapres.

Baca juga: Hakim Konstitusi Saldi Isra Tak Langgar Etik Atas Dissenting Opinion Dalam Putusan MK 90

Hal itu terungkap dalam kesimpulan putusan etik pertama yang dibacakan MKMK untuk 9 hakim konstitusi secara kolektif, terkait isu pembiaran konflik kepentingan dan kebocoran rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," dikutip Tribunnews dari Kompas.com, Selasa (7/11/2023).

"Pasal 17 Ayat (6) dan Ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi."

9 Hakim Konstitusi Mendapat Sanksi

MKMK menjatuhkan sanksi teguran lisan kepada sembilan hakim konstitusi yang memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Dalam putusan yang dibacakan pada Selasa sore, (7/11/2023), MKMK menyatakan para hakim itu terbukti melanggar kode etik.

Putusan itu disampaikan di Ruang Sidang Pleno Gedung Utama MK dan dipimpin langsung oleh Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie.

Baca juga: Hakim Konstitusi Saldi Isra Tak Langgar Etik Atas Dissenting Opinion Dalam Putusan MK 90

Didampingi oleh Bintan R. Saragih dan Wahidudin Adams sebagai anggota.

MKMK menyebut, para hakim terlapor tidak bisa menjaga keterangan dan informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersikap tertutup, sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.

Di samping itu, MKMK juga menyinggung adanya praktik pelanggaran benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan.

“Praktek benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan yang dianggap sebagai sesuatu yang wajar karena hakim terlapor secara bersama-sama membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang nyata,” kata Jimly.

Atas pelanggaran itu, para hakim dijatuhi sanksi teguran lisan

"Sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap para hakim terlapor," kata Jimly.

Diketahui, total terdapat 21 laporan terhadap para hakim itu tentang dugaan pelanggaran etik itu usai putusan terhadap syarat batas usia capres-cawapres.

Pelapor di antaranya Badan Pengurus Bantuan Hukum dan HAN Indonesia, Tim Advokasi Peduli hukum Indonesia, Tim Advokat Pengawal konstitusi, Perhimpunan Pemuda Madani, Kantor Advokat Alamsyah Hanafiah, dan Constitutional and Administrative Law Society.

Dari 21 laporan itu, terdapat empat putusan yang disampaikan oleh MKMK.

Putusan pertama bersifat kolektif karena sebagian pelapor melaporkan sembilan hakim konstitusi.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).

Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.

Baca juga: Jelang Putusan Etik Hakim Konstitusi, MKMK Diingatkan Soal Kasus Akil Mochtar

Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).

Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:

"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."

Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka (36).

Baca juga: Mahfud MD dan Cak Imin Tanggapi Dugaan Pelanggaran Etik oleh Hakim Konstitusi

Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran yang kini menjabat Wali Kota Solo.

Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Imbasnya, saat ini MKMK telah menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim terkait putusan tersebut.

MKMK juga telah memeriksa semua pelapor dan para hakim terlapor, hingga putusan terkait dugaan pelanggaran etik itu siap dibacakan, pada Selasa (7/11/2023) sore pukul 16.00 WIB, di Gedung MK, Jakarta Pusat. (Tribunnews/Kompas.com)

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan