Kamis, 28 Agustus 2025

Pilpres 2024

Soroti Isu Politik Dinasti, Mahasiswa Ajak Semua Pihak Kritis Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi

Ketua BEM Unusia Aldi Hidayat mengatakan, kencangnya isu dinasti politik menjadi gangguan tersendiri terhadap jalannya demokrasi Indonesia.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Jumat (20/10/2023). Aksi ini digelar sebagai bentuk respons atas putusan MK yang dinilai dapat melanggengkan praktik KKN dan juga bertepatan dengan sembilan tahun pemerintahan Jokowi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penolakan terhadap politik dinasti masih terus disuarakan mahasiswa.

Satu di antaranya datang dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (BEM Unusia).

Mereka menyuarakan keresahannya soal demokrasi di Indonesia saat ini.

Mereka juga menyampaikan penolakannya terhadap sistem politik dinasti yang diyakini tengah dibangun Presiden Joko Widodo

Ketua BEM Unusia Aldi Hidayat mengatakan, kencangnya isu dinasti politik menjadi gangguan tersendiri terhadap jalannya demokrasi Indonesia.

Terlebih, tidak lama lagi akan berlangsung Pilpres 2024.

"Kami melihat bahwa politik dinasti ini tidak betul berada di dalam ruang lingkup negara yang menganut paham demokrasi," Ujar Aldi, Kamis (16/11/2023).

Baca juga: Adik Prabowo Muak Lihat Jokowi Terus Dikritik: Yang Nyerang Dinasti Politik Pertama di Indonesia

Selain itu, BEM Unusia menyoroti putusan MK yang meloloskan capres-cawapres boleh di bawah usia 40 tahun asal pernah menjadi kepala daerah hasil pemilu sebagai kongkalikong kekuasaan untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka.

Dikabulkannya gugatan umur oleh MK, menurut Aldi, tidak lepas dari adanya kepentingan politik yang menginginkan Gibran maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.

Dan keinginan memajukan Gibran ini akan terhalang aturan usia minimal 40 tahun.

BEM Unusia meminta pihak terkait memberikan penjelasan ke publik terkait putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

"Sikap BEM Unusia sangat kecewa dengan putusan MKMK yang tidak berdampak terhadap putusan MK no 90," tutur Aldi.

Aldi mendorong semua pihak untuk kritis melakukan eksaminasi terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 90/PUU-XXI/2023 yang menurut mereka bermasalah secara konstitusional.

Aldi menambahkan, pihaknya akan menggalang dukungan terhadap perkara No. 141/PUU-XXI/2023 permohonan Brahma Aryana Mahasiswa Fakultas Hukum Unusia.

Sehingga, pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi, “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi”

“(Dukungan terhadap permohonan Brahma) Sebagai bentuk perlawanan atas putusan 90 yang kita lihat itu sebagai awal dari politik dinasti,” ujarnya.

Polemik Gibran dan Politik Dinasti

Nama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka akhirnya menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Hal ini menjadi polemik lantaran adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.

MK lewat putusannya seakan memberi karpet merah kepada Gibran yang tadinya belum cukup umur untuk dijadikan sebagai cawapres.

Seperti diberitakan, pada 16 Oktober 2923 MK "mengizinkan: kepala daerah maju di pemilihan presiden meski belum berusia 40 tahun.

Putusan itu menuai pro dan kontra, bahkan tak sepi dari kritik karena dinilai lembaga ini melampaui kewenangannya.

Sejumlah pihak menyebutkan, putusan MK ini semestinya menjadi wilayah pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR.

Selain dinilai melampaui kewenangannya, MK juga dianggap tidak konsisten dengan putusannya tersebut.

Putusan MK yang dinilai banyak kalangan lahir dari kepentingan politik, bukan semata-mata pertimbangan hukum.

Publik juga menilai putusan MK ini juga tidak bisa dilepaskan dari isu bahwa upaya uji materi tersebut memang diperuntukkan guna memberi jalan politik bagi Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo, untuk berlaga di pemilihan presiden.

Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi ketika itu, yang juga merupakan Paman Gibran akhirnya dicopot lewat keputusan MKMK.

"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusannya.

"Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," sambungnya.

Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (7/11). Sidang ini dipimpin oleh majelis yang terdiri atas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan