Sabtu, 4 Oktober 2025

Pilpres 2024

Anwar Usman Tuduh Para Ketua MK Terlibat Konflik Kepentingan, Pelapor: Itu Upaya Cari Pembenaran

Menurut Carrel, pernyataan Anwar Usman itu merupakan upaya mencari pembenaran atas perilaku adik ipar Presiden Jokowi itu dalam menangani Perkara MK

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Perwakilan Perekat Nusantara Carrel Ticualu, pelapor dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi Anwar Usman terkait tuduhan para ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terlibat konflik kepentingan. 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi Advokat Perekat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) kembali melaporkan hakim konstitusi Anwar Usman ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) hari ini.

Perwakilan Perekat Nusantara Carrel Ticualu mengatakan, laporan ini mempermasalahkan pernyataan Anwar Usman dalam konferensi persnya setelah MKMK mengerluarkan putusan tentang dirinya yang melanggar etik berat dan disanksi pencopotan dari jabatan Ketua MK.

"Pernyataan hakim terlapor yaitu Anwar Usman yang akan kami laporkan kembali, bahwasanya pada masa MK diketuai oleh Jimly Asshiddiqie, Mahfud MD, dan Hamdan Zoelfa, serta Arief Hidayat, telah terjadi conflict of interest dalam hal uji materiil pasal undang-undang di MK.

Jelas, tuduhan itu adalah sangat ngawur, tidak etis, fitnah, dan sangat tidak bertanggung jawab," ucap Carrel di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (23/11/2023).

Menurut Carrel, pernyataan Anwar Usman itu merupakan upaya mencari pembenaran atas perilaku adik ipar Presiden Jokowi itu dalam menangani Perkara MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang menyebabkan ia disanksi pencopotan dari jabatan Ketua MK.

"Seharusnya dia juga tahu diri untuk mundur dari hakim konstitusi. Nah, untuk itu kami juga menyampaikan hakim terlapor dalam hal ini telah melakukan fitnah baru terhadap professor Jimly Ashiddiqie dan kawan-kawan, yang tadi kami sebutkan di atas," kata Carrel.

Selain itu, Carrel juga menyoroti pernyataan Anwar Usman yang mengaku difitnah dan dibunuh karakternya terkait Putusan MK 90/PUU-XXI/2023.

"Hakim terlapor yaitu Anwar Usman melakukan konferensi pers dengan membuat drama baru yang kalau Presiden Jokowi bilang drama Korea atau drakor," ujar Carrel.

"Di situ dia jelaskan banyak hal-hal yang dia merasa difitnah, dibunuh karakternya dan banyak hal yang dia itu merasa teraniaya," sambungnya.

Baca juga: Prabowo, Mahfud, Cak Imin & Gibran Diminta Mundur dari Jabatan: Kejar Jabatan Tapi Takut Kehilangan

Perwakilan Perekat Nusantara dan TPDI itu menilai, Anwar seharusnya mengungkap pihak yang disebutnya telah memfitnah dan membunuh karakternya kepada publik.

Menurutnya, Anwar semestinya melaporkan pihak yang dimaksudnya itu kepada aparat penegak hukum agar tidak muncul fitnah baru.

"Sampai saat ini saya tidak melihat dia melapor. Artinya, hakim terlapor Anwar Usman telah melakukan fitnah baru kepada pihak-pihak yang dia tuduh sebagai pembunuh karakternya," tegas Carrel.

"Makanya, kami tantang kepada Anwar Usman untuk segera meng-clear-kan fitnahan dia, tuduhan dia kepada pihak-pihak yang dia tuduh pemfitnah," ujarnya.

Anwar Usman Tuduh Sejumlah Ketua MK Juga Terlibat Konflik Kepentingan

Hakim konstitusi Anwar Usman menyebut masalah konflik kepentingan hakim saat memutus perkara sudah terjadi sejak awal berdirinya MK.

Hal itu disampaikannya usai MKMK memutus bahwa dirinya selaku Ketua MK dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres di MK.

Pertimbangan putusan MKMK itu di antaranya Anwar Usman terlibat konflik kepentingan mengingat putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 akhirnya meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka mendaftar sebagai cawapres di KPU, sementara dirinya adalah adik ipar Presiden Jokowi sekaligus paman dari Gibran. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memberikan keterangan pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023). Anwar Usman angkat bicara usai dirinya diberhentikan secara tidak hormat dari Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Anwar merasa menjadi objek politisasi atas berbagai keputusan tersebut. Tribunnews/Jeprima
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memberikan keterangan pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023). Anwar Usman angkat bicara usai dirinya diberhentikan secara tidak hormat dari Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Anwar merasa menjadi objek politisasi atas berbagai keputusan tersebut. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Menurut Anwar Usman, konflik kepentingan juga terjadi saat MK dipimpin Jimly Asshiddiqie, Mahfud MD, Hamdan Zoelva, hingga Arief Hidayat.

Anwar membeberkan, sejumlah putusan yang dianggap penuh dengan konflik kepentingan, di antaranya Putusan Nomor 004/PUU-I/2003, Putusan 066/PUU-II/2004, dan Putusan Nomor 5/PUU- IV/2006 di era Jimly yang membatalkan Pengawasan Komisi Yudisial terhadap Hakim Konstitusi.

Kemudian, ia menilai juga, konflik kepentingan terjadi dalam putusan Nomor 48/PUU-IX/2011, Putusan Nomor 49/PUU- IX/2011 di era Mahfud MD.

Baca juga: Panitia Desa Bersatu Dilaporkan ke Bawaslu Sebab Diduga Mobilisasi Dukungan untuk Prabowo-Gibran

Selanjutnya, di era kepemimpinan Hamdan Zoelva, ada Putusan 97/PUU- XI/2013, Putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perppu MK.

Tak hanya itu, ia menambahkan, konflik kepentingan juga terjadi dalam putusan Perkara 53/PUU- XIV/2016, Putusan Nomor 53/PUU-XIV/2016 di era kepemimpinan Arief Hidayat.

"Selanjutnya Putusan Perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan tersebut, terhadap pengujian Pasal 87A karena norma tersebut menyangkut jabatan Ketua dan Wakil Ketua, dan ketika itu saya adalah Ketua MK, meskipun menyangkut persoalan diri saya langsung, namun saya tetap melakukan dissenting opinion, termasuk kepentingan langsung Prof Saldi Isra dalam pasal 87b terkait usia yang belum memenuhi syarat," ucap Anwar, dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).

Selain itu, dalam konferensi persnya, Anwar mengaku ia menyadari mendapat fitnah keji yang sama sekali tak berdasarkan hukum terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres-cawapres.

"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum," kata Anwar di Gedung MK, Jakarta, Rabu.

Anwar pun menegaskan dirinya tidak mungkin mengorbankan karir yang telah ia rajut selama 40 tahun sebagai hakim baik di Mahkamah Agung maupun MK, hanya demi meloloskan pasangan calon tertentu.

Apalagi, putusan tersebut diputus secara kolektif kolegial oleh 9 orang hakim konstitusi, bukan hanya dirinya semata sebagai Ketua MK.

Lagipula, kata Anwar, penentuan sosok calon presiden atau wakil presiden sepenuhnya ditentukan oleh partai politik dan rakyat dalam hari pencoblosan nanti.

"Demikian pula dalam alam demokrasi seperti saat ini, rakyatlah yang akan menentukan, siapa calon pemimpin yang akan dipilihnya kelak, sebagai presiden dan wakil presiden," ungkapnya.

Mahfud MD Bereaksi

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD pada acara 'Anugerah Legislasi 2023' yang digelar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Selasa (21/11/2023).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD pada acara 'Anugerah Legislasi 2023' yang digelar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Selasa (21/11/2023). (Tribunnews/Fersianus Waku)

Menkopolhukam Mahfud MD merespons tudingan hakim konstitusi Anwar Usman yang menyebut adanya konflik kepentingan dalam putusan MK di era kepemimpinannya sebagai Ketua MK.

Mahfud mengatakan, tidak ada putusan MK yang tercemar konflik kepentingan saat dia menjadi Ketua MK.

"Memang pernah ada gugatan tapi tidak ada conflict of interest hakim itu?" kata Mahfud di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (9/11/2023).

Terlebih, Mahfud mengungkapkan, beberapa putusan yang disebut Anwar tercemar konflik kepentingan, pada kenyataannya telah disepakati sembilan hakim konstitusi saat itu.

"Tidak ada di situ (hakim) yang tidak setuju disidangkan karena tidak ada hakim yang sifatnya pribadi punya ikatan dengan itu. Itu institusi, semua hakim sama," ungkap Mahfud.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved