Ombdusman Dapati Potensi Maladministrasi Baru Saat Kaji Integrasi Data Kependudukan Bagi Orang Asing
Ombudmsan RI menemukan bentuk potensi maladministrasi baru saat melakukan kajian tentang Integrasi Data Administrasi Kependudukan Bagi Orang Asing.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudmsan RI menemukan bentuk potensi maladministrasi baru saat melakukan kajian tentang Integrasi Data Administrasi Kependudukan Bagi Orang Asing dan Perubahan Status Kewarganegaraan.
Pimpinan Ombudsman RI Jemsly Hutabarat menjelaskan dalam paparannya, biasanya dalam kajian-kajian yang dilakukan pihaknya selama ini hanya terdapat 10 bentuk potensi maladminiatrasi dalam pelayanan publik.
Sekadar informasi 10 bentuk potensi maladministrasi tersebut antara lain penundaan berlanjut, tidak memberikan pelayanan, tidak kompeten, penyalahgunaan wewenang, permintaan imbalan, penyimpangam prosedur, bertindak tidak layak/patut, berpihak, konflik kepentingan, dan diskriminasi.
Namun demikian, kata dia, dalam kajian kali ini pihaknya menemukan satu bentuk potensi maladministrasi baru yakni pengabaian kewajiban hukum.
Potensi maladministrasi tersebut, kata dia, muncul karena dua sebab.
Baca juga: Paman Gibran Dilaporkan ke Ombudsman Hari Ini, Anwar Usman Dituding Lakukan Dugaan Maladministrasi
Pertama, kata dia, karena belum ada mekanisme baku dan detail mengatur verifikasi dan validasi yang mencerminkan bahwa penyelenggara negara belum melaksanakan amanat presiden sebagaimana Pasal 62 Peraturan Presiden Nomor 96 tahun 2018 (tentang Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil).
"Jadi dengan hal ini menimbulkan terjadinya potensi maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum," kata Jemsly di kanal Youtube Ombudsman RI pada Selasa (28/11/2023).
"Jadi kompleksitas dalam data integrasi juga menimbulkan temuan baru dalam maladministrasi di Ombudsman yaitu pengabaian kewajiban hukum yang merupakan esensi definisi dari maladministrasi itu sendiri," ujar dia.
Baca juga: Ombudsman Soal Kelanjutan Dugaan Mendag Terlibat Permainan SPI Bawang Putih: Tak Usah Ditanyakan
Kedua, kata dia, belum adanya integrasi data terkait pencatatan administrasi kependudukan bagi orang Asing dan perubahan status kewarganegaraan tersebut menunjukkan bahwa penyelenggara belum melaksanakan kewajiban pelayanan yang diamanatkan dalam Perpres 96 tahun 2018.
Pada pokoknya, aturan tersebut menghendaki adanya pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang diselenggarakan dengan prinsip integrasi dan keterhubungan data antar instansi dan/atau lintas instansi terkait.
"Ini juga menimbulkan potensi maladministrasi yaitu berupa pengabaian kewajiban hukum. Jadi dua hal ini bermuara pada satu temuan esensi maladministrasi di luar yang biasa 10 terjadi dalam maladministrasi yang ditemukan oleh Ombudsman," kata dia.
"Jadi kajian ini, di samping kita ada potensi maladministrasi juga menimbulkan temuan baru dalam esesnsi maladministrasi yang terjadi," sambung dia.
Ia menjelaskan dua kesimpulan dalam kajian tersebut.
Pertama, kata dia dalam pemenuhan sistem verifikasi dan validasi administrasi kependudukan bagi orang asing akan menimbulkan potensi maladministrasi pengabaian kewajiban hukum.
Kedua, lanjut dia, dalam mewujudkan integrasi tersebut yang juga amanat dari pasal 58 A peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2022 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2007 turut menimbulkan potensi maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum.
"Dan ini merupakan temuan baru dari jenis-jenis maladministrasi yang ada atau sering ditemukan oleh Ombudsman," kata dia.
Untuk itu, Ombudsman RI juga menyampaikan sejumlah saran perbaikan di antaranya agar Dirjen Dukcapil Kemendagri agar menyusun petunjuk teknis terkait proses verifikasi dan validasi dalam pelayanan administrasi kependudukan bagi Orang Asing.
Petunjuk teknis dimaksud tersebut meliputi pencatatan administrasi kependudukan bagi Orang Asing yang tinggal di Indonesia (SKTT dan KTP-el Orang Asing), pencatatan administrasi Kependudukan bagi Orang Asing yang telah memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui proses pewarganegaraan, dan pencatatan administrasi kependudukan bagi WNI yang kehilangan Status Kewarganegaraan.
Kedua, kata dia, agar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, dan Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham melaksanakan aturan yang ada.
"Agar melaksanakan ketentuan pasal 58 A Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2022 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia," kata Jemsly.
Dalam paparannya, ia juga menjelaskan empat kategori besar hasil temuan Ombudsman dari kajian tersebut meliputi administrasi dokumen keimigrasian orang asing, pewarganegaraan dan kewarganegaraan, pencatatan administrasi kependudukan bagi orang asing, dan integrasi data pencatatan orang asing di Indonesia.
Tahapan kajian yang dilakukan, kata dia, antara lain identifikasi, pengumpulan data, penyusunan, konfirmasi, dan penyerahan hasil.
Sedangkan lokasi di mana kajian dilakukan dipilih secara acak dan disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki Ombdusman.
Meski demikian, kata dia, secara statistik atau metode penelitian, pemilihan lokasi secaea acak tersebut dinilai sudah mewakili keseluruhan.
Kajian tersebut, kata dia, di antaranta dilakukan di Aceh, Kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah.
"Kita coba mengambil data yang ada hubungan atau interaksi antara warga negara asing dengan warga negara Indonesia di mana di sana banyak proyek atau hubungan-hubungan bisnis maupun hubungan-hubungan secara politis," kata dia.
"Seperti misalnya di Sulwesi Tengah kita sampai di Morowali, Palu, demikian juga Kepulauan Riau karena di sana ada Batam, Singapura, dan Bintan. Demikian juga Aceh dan NTB juga," sambung dia.
Ia juga menjelaskan kajian tersebut dilatarbelakangi adanya laporan masyarakat, pemberitaan media, dan data yang masuk ke Ombdusman.
Dalam laporan masyarakat tersebut, kata dia, ada beberapa warga negara asing yang sudah melaporkan ke Ombdusman.
"Terutama ada kasus dulu warga negara Belanda yang palsu identitasnya dan 30 tahun sudah menjadi warga negara, akhirnya atas laporan tersebut dan kerja sama dari Kementerian Hukum dan HAM dan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri kita bisa menyelesaikan masalahnya," kata dia.
"Akhirnya yang bersangkutan bisa kembali ke negaranya dan hak kependudukannya dicabut. Itu yang pertama. Dan banyak lagi hal-hal atau informasi lain," sambung dia.
Dalam acara tersebut juga ditandatangani Berita Acara Penyampaian Hasil Kajian Integrasi Data Administrasi Kependudukan Bagi Orang Asing dan Perubahan Status Kewarganegaraan oleh para pejabat terkait.
Mereka di antaranya Jemsly, Dirjen Dukcapil Kemendagri Teguh Setyabudi, Dirjen AHU Kemenkumham Cahyo Rahadian Muzar, dan Dirjen Imigrasi Kemenkumham diwakili Direktur Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian Agato PP Simamora dengan disaksikan oleh Ketua Ombudsman Mokhamad Najih.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.