Pilpres 2024
Jusuf Kalla Sebut Hak Angket Bukan soal Menang-Kalah: Proses Pemilu Jangan Terulang Seperti Ini
Jusuf Kalla menyebut hak wacana hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 bukanlah soal menang atau kalah.
Penulis:
Muhamad Deni Setiawan
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 Indonesia, Jusuf Kalla (JK), berbicara mengenai wacana pengajuan hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilu 2024.
Ia menyebut usulan hak angket dari kubu pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD tak ada kaitannya dengan menang atau kalah.
Jusuf Kalla menjelaskan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah beberapa kali menelan kekalahan pada pemilu. Dan kekalahan bukanlah pokok masalahnya.
Hal yang kemudian dipermasalahkan, sambung JK, ialah proses keberjalanan Pemilu 2024 ini.
"Teman-teman itu, baik tim 1 dan 3 itu bukan soal menang-kalah. Menang-kalah kan biasa. Ibu Mega sudah berapa kali kalah PDIP, NasDem juga kalah."
"Tapi bukan soal itu. Proses pemilu jangan terulang seperti ini. Itu concern (perhatian) kita," kata JK dalam tayangan ROSI di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (7/3/2024).
Lebih lanjut, pria berusia 81 tahun itu menegaskan, proses seperti Pemilu 2024 ini tak seharusnya terulang di kemudian hari.
"Kalau begini caranya terulang, dengan desakan, memakai aparat, kepala desa dipaksa untuk bagaimana mengkoordinasi masyarakat dengan dana yang besar. Negeri ini jadi apa nanti?" ungkapnya.
Pada kesempatan itu, JK juga membeberkan perkembangan terkait rencana pertemuannya dengan Megawati Soekarnoputri.
Ia menyatakan bahwa komunikasi dengan Megawati sudah dilakukan walaupun tidak terjadi secara langsung,
Hal ini karena masing-masing partai yang terlibat dalam rencana usulan hak angket DPR tengah melakukan konsolidasi.
"Sebenarnya kami berkomunikasi, cuma tidak langsung karena saya tahu betul bahwa masing-masing konsolidasi dulu, sama dengan NasDem, sama dengan PKS," sambungnya.
Baca juga: NasDem Nilai Pansus Kecurangan Pemilu Bisa Tambah Kekuatan DPR Wujudkan Hak Angket
Menurut JK, konsolidasi sangat krusial karena usulan hak angket DPR tak bisa dilakukan dengan sembarangan.
Bukti-bukti terkait dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 harus dikumpulkan terlebih dahulu.
Jika tidak, hak angket justru malah menjadi bumerang bagi kubu pasangan nomor urut 1 dan pasangan nomor urut 3.
"Karena konsolidasi, saya tahu mereka. Kalau Anda berteriak di pinggir jalan apa pun silakan. Tapi kalau bicara di DPR kan harus ada bukti yang relevan untuk itu, mesti banyak. Kalau tidak kena balik."
"Jadi karena itu teman-teman itu mengumpulkan hal-hal yang penting seperti itu," ungkapnya.
Gerindra: Tak Seharusnya Lewat Hak Angket
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mengatakan persoalan dugaan kecurangan Pemilu 2024 seharusnya bukan diselesaikan lewat jalur hak angket.
Ia memahami bahwa hak angket adalah hak melekat yang dimiliki anggota DPR untuk menanyakan suatu masalah kepada pemerintah yang dianggap berpotensi menjadi masalah.
Oleh karena itu, sambungnya, pengajuan hak angket menjadi hak sebuah dewan untuk diajukan.
Namun, hak angket tidak tepat jika untuk menyelesaikan masalah dugaan kecurangan Pemilu 2024.
"Kalau angket yang akan diajukan menyangkut tentang persoalan dugaan pelanggaran atau dugaan kecurangan pemilu, pertanyaanya adalah peserta pemilu itu ada partai politik."
"Penyelenggaranya adalah KPU. Pengawasnya adalah Bawaslu dan diawasi oleh DKPP," kata Muzani saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Atas dasar itu, Muzani mengatakan, penyelesaian masalah itu seharusnya dibicarakan lewat rapat tingkat komisi.
Nanti DPR bisa mengundang KPU, Bawaslu, maupun DKPP untuk diklarifikasi.
"Semua persoalan yang menjadi dugaan penyelenggaraan dugaan kecurangan penyelenggaraan pemilu mestinya bisa diselesaikan tingkat komisi yang orang-orang itu adalah orang yang dipilih DPR. Pesertanya adalah parpol yang semuanya ada di Senayan."
"Jadi untuk apa kemudian angket diselenggarakan untuk mempersangkakan sesuatu yang kita semua juga merasakan di lapangan dan bisa diselesaikan rapat konsultasi lewat KPU, Bawaslu, DKPP dengan DPR," tuturnya.
(Tribunnews.com/Deni/Igman Ibrahim)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.