Tribun Jakarta Edisi Pagi
Pak Gendut 'Goyang' di Belakang Saya
Gustia melangkah tergopoh-gopoh memasuki Stasiun Serpong.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gustia melangkah tergopoh-gopoh memasuki Stasiun Serpong.
Sedikit berlari, dia bergesa ke arah loket penjualan tiket. Tak lama, mimik muka karyawati sebuah perusahaan swasta tersebut terlihat kecewa.
Ia terpaksa membeli tiket kereta ekonomi Jurusan Serpong-Tanah Abang, karena hanya itu yang memungkinkan ia tumpangi di tengah kejaran waktu.
Meski membayar murah, Rp 1.500 sekali jalan, Gustia tahu risiko yang ia hadapi, berjejal dan berdesakan di sebuah gerbong. Waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 WIB, mau tak mau ia harus naik jika tak ingin terlambat kerja.
"Mau enggak mau saya naik. Prinsip saya, asal cepat sampai, karena hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai tempat tujuan," tuturnya kepada Tribun Jakarta, belum lama ini.
Perkiraan Gustia benar adanya. Ia harus bersusah payah berjuang sekadar untuk menyelipkan tubuhnya di antara ratusan penumpang lain, di sebuah gerbong kereta tersebut.
Kereta mulai melaju, tubuh Gustia seolah seirama bersama tubuh penumpang lain mengikuti gerak kereta yang menyusuri rel.
Mendekati Stasiun Tanah Abang, Gustia merasakan ada yang tak beres. Laju kereta yang memelan membuatnya kian sadar ada yang salah.
"Kereta berjalan pelan dan tak lagi bergoyang, tapi di belakang saya masih ada yang goyang-goyang. Seseorang menggesek-gesekkan bagian vitalnya ke daerah belakang tubuh saya. Saat saya tengok ke belakang, saya kaget, ternyata seorang bapak yang gendut banget," tutur Gustia.
Kejadian itu terjadi dua bulan lalu. Trauma atas peristiwa itu, Gustia memilih untuk menempati gerbong khusus wanita KRL Jabodetabek, sepenuh apapun isi gerbong tersebut.
Meski masih kerap ditempati oleh kaum Adam, berada di tengah banyak sesama kaum setidaknya membuat Gustia lebih merasa aman dari ancaman pelecehan seksual. Baca selengkapnya di Tribun Jakarta Edisi Pagi, 21 April 2012. (*)