Mantan Menteri Ikut Komentar Soal JICT
Menurut Bondan JICT ini adalah gerbang ekonomi nasional yang seharusnya dijaga iklim kerjanya oleh Dirut Pelindo II RJ Lino agar kondusif.
Penulis:
Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisruh serikat pekerja Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) dan RJ Lino, menimbulkan perhatian khusus Menteri Sekretaris Negara era Presiden Abdurrahman Wahid, Bondan Gunawan.
Menurut Bondan JICT ini adalah gerbang ekonomi nasional yang seharusnya dijaga iklim kerjanya oleh Dirut Pelindo II RJ Lino agar kondusif.
"Menjaga kondusivitas juga merupakan upaya untuk selalu mendorong kinerja pelabuhan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Bondan, Rabu (19/8/2015).
Bondan menjelaskan sebagai aset stategis bangsa, JICT sudah selayaknya dikelola mandiri. Bondan pun setuju jika JICT tidak perlu lagi bekerjasama dengan Hutchison Port Holdings.
"Apa yang sudah bisa dikerjakan sendiri maka tidak perlu lagi menarik investasi asing," ungkap Bondan.
Bondan menambahkan JICT ini punya potensi untuk dikelola nasional. Apa yang disuarakan oleh Serikat Pekerja JICT menurut Bondan bukan hanya soal kesejahteraan tapi lebih dari itu.
"Kita bisa berdaulat atas aset stategis bangsa ini sejalan dengan visi kenegaraan Presiden," kata Bondan.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) RJ Lino menanggapi dengan santai rencana Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) yang akan memperkarakan perpanjangan konsesi JICT ke meja hijau.
Lino malah balik menyindir sembari mengingatkan bahwa merekalah yang justru tengah menjalani proses hukum akibat tindakan sabotase.
“Bukan. Mereka sekarang ini lagi diproses hukum semua. Dan kalau (sabotase) aset negara terbukti, itu hukumannya 20 tahun. Makanya, mereka cari-cari cara,” kata Lino.
Lino mengatakan kepada media untuk tidak menjadikan serikat pekerja sebagai "pahlawan" yang nasionalis. “Pers itu harus bantu masyarakat banyak. Bukannya bandit-bandit itu dibantu. Gimana? Saya begitu lihat di koran, lho bagaimana sih ini?” ujar Lino sambil berlalu.