Minggu, 5 Oktober 2025

Polemik Kalijodo

Meski Tarif Sekali Kencan Rp 150.000, Pelanggan Kalijodo Tak Melulu Kelas Bawah

Pada siang hari kondisi jalan relatif lengang, hanya terlihat beberapa PSK yang keluar dari rumah bordil

Editor: Hendra Gunawan
Warta Kota
Kawasan Kalijodo, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (9/2/2016) yang rencananya akan ditertibkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  -- Kalijodo sebagai lokalisasi terbesar di Jakarta saat ini menyimpan banyak cerita.

Sejak beberapa tahun terakhir, tempat prostitusi yang berada di tepian Banjir Kanal Barat (BKB) itu tidak hanya dikunjungi masyarakat kelas bawah, namun juga golongan menengah yang hendak menikmati layanan dari Pekerja Seks Komersial (PSK) di sana.

"Belakangan para pengunjung banyak yang membawa mobil-mobil bagus. Kalau dulu kan yang datang ke sini paling pekerja kasar atau masyarakat berpenghasilan rendah," kata Dani (37), pengojek yang sering mangkal di sekitar Kalijodo saat berbincang dengan Warta Kota, Kamis (11/2).

Tarif PSK di Kalijodo terbilang murah, sekitar Rp150.000 untuk sekali kencan.

Dari tarif tersebut, PSK hanya menerima maksimal Rp100.000.

Sisanya, diberikan kepada induk semang sebagai biaya sewa kamar dan setoran.

Kabar mengenai rencana penertiban kawasan Kalijodo oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah didengar para PSK, tokoh-tokoh berpengaruh maupun orang-orang yang selama ini mencari nafkah di sana.

Meskipun demikian, sejauh pengamatan Warta Kota, aktifitas di Kalijodo berjalan normal.

Pada siang hari kondisi jalan relatif lengang, hanya terlihat beberapa PSK yang keluar dari rumah bordil untuk sekadar membeli makan.

Beberapa pemuda setempat yang ditanyai Warta Kota soal rencana penggusuran tak banyak merespon.

"Jangan tanya saya," kata pemuda berkemeja biru dengan nada sinis.

Seorang rekannya bahkan meminta wartawan untuk pergi dari kawasan Kalijodo.

"Jangan nyari masalah di sini, bang," ketusnya.

Aktifitas di Kalijodo mulai hidup pada malam hari.

Puluhan perempuan berdandan menor duduk di depan-depan wisma atau di tempat hiburan untuk menggaet pelanggan.

Di saat bersamaan, pengunjung tempat pelacuran yang sudah melegenda itu juga semakin bertambah.

Puluhan calo juga mulai aktif menawarkan cafe atau perempuan penghibur kepada pengendara yang melintas di kawasan Kalijodo.

Praktik prostitusi yang terjadi di kawasan Kalijodo merupakan potret nyata kehidupan kaum urban yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan formal di Jakarta.

Bermodal pendidikan rendah, mereka datang ke Jakarta mengadu nasib.

Kata seorang PSK bernama RN (28), mayoritas teman-temannya tidak punya niat menjadi PSK ketika merantau ke Jakarta.

"Biasanya mereka bekerja sebagai pembantu atau di toko-toko. Kemudian ada yang nawarin dan mereka tergiur. Tapi tidak sedikit juga yang direkrut langsung dari daerah untuk bekerja di sini," kata RN.

Genderang perang

Kalijodo mulai bergeliat sejak 1960an. Awalnya, hanya dua tempat hiburan.

Tetapi kemudian, kawasan itu berkembang sebagai sebuah kawasan prostitusi dan perjudian besar.

Hingga saat ini, setidaknya terdapat 65 tempat hiburan malam dan wisma yang masing-masing mempekerjakan lima sampai enam wanita penghibur.

Pada 1998 lokalisasi tersebut pernah digusur oleh Gubernur Sutiyoso. Beberapa germo terusir dengan ganti rugi uang. Namun tak lama lokalisasi itu hidup kembali.

Pada 2002, terjadi keributan besar yang melibatkan dua geng besar penguasa Kalijodo. Saat bersamaan, perjudian di sana ditutup.

Di masa kepemimpinannya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama beberapa kali memberi sinyal bakal menertibkan kawasan itu dan dialihfungsikan menjadi ruang terbuka hijau. Tetapi rencana-rencana itu menguap begitu saja.

Beberapa hari belakangan Basuki kembali mewacanakan penertiban Kalijodo, dengan segala konsekuensinya.

Mendengar kabar itu, para PSK dan preman Kalijodo pun sudah memberikan sinyal perlawanan.

Basuki pun tidak gentar terhadap tantangan dari penghuni Kalijodo.

"Mana ada sih negara kalah sama preman?" kata Basuki di Balaikota, Kamis.

Menurut mantan Kapolsek Penjaringan yang kini menjabat sebagai Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Krishna Murti, jumlah pasukan preman yang menjaga kawasan Kalijodo mencapai ribuan orang.

Para preman itu berada di bawah komando beberapa bos besar. Salah satu tokoh paling berpengaruh disebutkan bernama Daeng Aziz.

Untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya aksi perlawanan dari para preman, Basuki rencananya akan meminta bantuan pihak kepolisian dan TNI dalam pembongkaran nanti.
"Nanti dikirim kesana pasukan dong. Kalau dia seribu, kita beribu-ribu brimob senjata lengkap," ungkapnya. (Feryanto Hadi)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved