Sabtu, 23 Agustus 2025

Banjir di Jakarta

Debat PSI vs Pendukung Anies: William Sebut Toa Kegagalan dan Usamah Pamer Lebih Canggih dari BMKG

William Aditya Sarana PSI sebut pengadaan toa tanda kegagalan Anies Baswedan, Usamah sebut toa Rp 4 miliar lebih canggih dari alat BMKG.

YouTube metrotvnews
Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana dan Ketua Relawan Jakarta Maju Bersama Usamah Abdul Aziz berdebat mengenai ide toa Gubernur Jakarta Anies Baswedan. 

Bahkan alat ini dinilai lebih canggih dari alat yang digunakan BMKG untuk mendeteksi potensi banjir.

"Tapi ini adalah alat yang dia beli US ini adalah sebuah alat yang canggih yang bisa mendeteksi air yang akan datang nantinya, karena hujan pun sulit diprediksi oleh BMKG," terang Usamah.

"BPBD bisa menggunakan sistem ini berdasarkan informasi yang ada di pintu-pintu air. Begitu pintu air sudah memasuki ke siaga 3, dengan otomatis dari BPBD akan menginformasikan ke warga dan otomatis," tuturnya.

Usamah juga menggarisbawahi penyebutan toa yang menjadi pemberitaan.

Ia meralat bahwa yang dianggarkan Rp 4 miliar bukan hanya sekadar toa, namun disaster warning system (DWS) yang canggih.

Solusi dari PSI

Sebelumnya, William menyebut saran Anies Baswedan agar lurah keliling menggunakan toa demi mengumumkan datangnya banjir sangatlah tradisional seperti Perang Dunia II.

William pun menjelaskan solusi yang baginya lebih modern untuk antisipasi dampak banjir.

"Menurut saya, cara yang dipakai oleh Pak Gubernur menurut saya mirip dengan cara-cara Perang Dunia II, saya pernah bilang begitu kan," ujar William.

Meski demikian, William sebenarnya tahu ada ide Anies Baswedan yang lain dengan wujud toa yang lebih canggih yang akan memakan anggaran Rp 4 miliar.

"Karena begini, ada dua jenis toa sebenarnya yang ramai diperbincangkan hari-hari ini," kata William.

"Pertama yang canggih itu, yang Rp 4 miliar, yang satu lagi toa yang biasa," jelasnya.

Namun William menyorot pada ide Anies Baswedan agar lurah berkeliling kampung menggunakan toa yang dinilai sangat ketinggalan zaman.

"Pak Gubernur kan bilang lurah nanti keliling di kampung-kampung pakai toa, jadi ada dua jenis toa tuh," kata William.

"Nah, dua pendekatan ini yang di mana titik besarnya itu toa menurut saya cara yang sangat tradisional, seperti Perang Dunia II," sambungnya.

William Aditya Sarana
William Aditya Sarana (Danang Triatmojo/Tribunnews.com)
Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan