Siswi SMP Bunuh Bocah
Psikolog Forensik: Anak Berkepribadian 'Psikopat' Tak Bisa Dihukum Seperti Pembunuh Biasa
Seorang anak dengan kepribadian psikopat disebut tak bisa dihukum seperti pembunuh biasa meski masih kanak-kanak.
TRIBUNNEWS.COM - Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel turut menanggapi gegernya aksi sadisme yang dilakukan oleh remaja SMP berusia 15 tahun berinisial NF.
Menurutnya, memang banyak masyarakat yang menginginkan pelaku dihukum seberat-beratnya.
Tetapi anak dengan kepribadian cenderung 'psikopat', tidak bisa disamakan hukumannya dengan pembunuh biasa.
"Studi kekinian di bidang psikologi dan neuroscience justru memandang bahwa anak dengan tabiat callous unemotional (CU, sebutan yang lebih lazim bagi anak-anak berkepribadian psikopat) tidak laik dihukum seperti para ABH dan pelaku dewasa yang juga melakukan pembunuhan 'biasa'," ujar Reza kepada Tribunnews.com, Minggu (9/2/2020).
Baca: Psikolog Soroti Aksi ABG Bunuh Bocah 6 Tahun: Jika Terlalu Diekspos, Khawatir Anak Lain Terinspirasi
Bahkan, Kepala Bidang Pemantauan dan Kajian Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) juga menilai rehabilitasi tak benar-benar memberi faedah positif.
"Program rehabilitasi psikis dan sosial pun belum ada yang benar-benar memberikan faedah positif," jelasnya.
Selain itu, Reza juga menyoroti perilaku masyarakat bertindak kurang lebih serupa dengan yang dilakukan pelaku.
Yakni mengedepankan antisosial dan tuna empati.
Bahkan korban mereka tidak hanya satu, tapi jutaan.
"Kita tidak lagi bicara tentang psikopati sebagai problem individu per individu, tapi psikopati sebagai tabiat 'kita'," terang Reza.
Sementara, setelah ramainya desas-desus soal pelaku NF banyak warganet yang turut memberikan komentar.
Satu dari beberepa komentar warganet yang menjadi viral menjelaskan mengenai jika si anak bukanlah seorang psikopat.
Baca: Tetangga ABG Bunuh Bocah 6 Tahun Tak Menyangka, Ungkap Sosoknya Jarang Bergaul dan Sering Menyendiri
Tetapi, ia terkena sindrom tontonannya terlalu masuk ke dalam realita hidupnya.
Reza menanggapi hal tersebut dengan menyebutnya sebagai teori klasik yang diklasifikasikan ke dalam Teori Belajar Sosial.
Menurut Reza, teori tersebut menjelaskan bahwa apa yang kita lihat bisa mendorong kita untuk melakukan perbuatan serupa.
"Apa saja yang kita inderawi bisa mendorong kita untuk melakukan perbuatan serupa."
"Tetapi faktanya, tidak setiap orang yang menonton tayangan kekerasan lantas menjadi pelaku kekerasan," ujar Reza.
Bahaya jika kasusnya terlalu di ekspos
Reza berpendapat, jika ekspos kasus yang berlebihan bisa memberikan stigma kepada pelaku.
Namun kasus yang sedang ramai ini juga tak baik jika dibiarkan, karena menurut Reza, menyangkut kepentingan publik.
"Jangan sampai ekspos kasus menstigma si anak (pelaku NF)."
"Tapi juga tak elok jika kasus ini dibiarkan luput dari perhatian masyarakat."
"Karena ini boleh jadi menyangkut kepentingan bahkan keamanan publik," ungkap Reza melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com.
Baca: Sikap Siswi SMP Pembunuh Bocah Ini Berubah Sejak Duduk di SMP
Reza juga menyoroti ekspos kasus yang diungkap tidak melampaui batas, terlebih mengelukan perilaku ekstrem dari pelaku.
"Saya juga berharap sekali ekspos kasus ini tidak berekses pada munculnya sikap mengelu-elukan si anak-pelaku karena perilaku ekstremnya," tutur Reza.
Rupanya, hal tersebut bisa menimbulkan kekhawatiran lain, termasuk menginspirasi anak-anak lain.
"Tidak hanya pengakuan semacam itu yang diinginkan anak (pelaku NF -red), tapi juga dikhawatirkan menginspirasi anak-anak lain."
"Yang (harus diakui) saat-saat ini nampak lebih gampang 'meledak' ketimbang generasi sebelumnya," jelas Reza.
Sebelumnya diberitakan, pelaku NF tega membunuh tetangganya sendiri, seorang bocah berusia 6 tahun berinisial APA secara keji.
Pelaku menenggelamkan tubuh APA ke dalam bak mandi hingga kehabisan napas.
Setelah itu, NF mencekik leher APA tanpa ampun hingga meninggal dunia.
Selanjutnya mayat APA disimpan oleh NF di dalam lemari pakaiannya.
Rupanya motif NF menghabisi nyawa APA terinspirasi dari film yang ia tonton, yakni Chucky dan Slenderman.
Setelah membunuh, pelaku menyerahkan diri kepada polisi.
Ia pun mengaku puas dan juga tak menyesal.
(Tribunnews.com/Maliana)